Masyarakat Jenuh Protokol Kesehatan, Perlu Penyegaran Sosialisasi
Pemerintah perlu membuat strategi baru kampanye pencegahan Covid-19 melalui kepatuhan protokol kesehatan. Tingkat kepatuhan warga memakai masker kini tinggal 60 persen, turun dari 90 persen tahun 2020.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejenuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan dan euforia telah adanya vaksinasi Covid-19 menjadi penyebab masih meningkatnya angka kasus harian dan mingguan di Ibu Kota. Cara sosialisasi yang baru di masyarakat harus diambil agar tidak ada lagi kelengahan tidak memakai masker dan menjaga jarak.
”Sudah tiga minggu ini kasus naik terus. Berdasarkan peta, kelurahan yang memiliki kasus tinggi relatif tidak mengalami perubahan,” kata peneliti senior Center for Metropolitan Studies (Centropolis) Universitas Tarumanagara, Suryono Herlambang, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (29/4/2021).
Data Centropolis menunjukkan, pada 6 April 2021, DKI Jakarta memiliki 6.017 kasus aktif, yaitu jumlah orang yang masih dirawat di rumah sakit khusus Covid-19 atau menjalani isolasi. Angka ini meningkat terus setiap pekan dengan 6.271 kasus aktif pada 12 April, 6.924 kasus pada 18 April, dan 7.210 kasus pada 24 April.
Pada 29 April ada penurunan kasus berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Jakarta, yaitu menjadi 6.718 kasus aktif. Secara umum, wilayah Ibu Kota masih tergolong zona merah.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jakarta Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani mengatakan, persentase kasus positif dari semua tes reaksi berantai polimerase (PCR)masih 11 persen. Angka ini dua kali dari batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 5 persen.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan bahwa kluster perkantoran meningkat dan erat hubungannya dengan penambahan kluster di keluarga.
Menurunnya kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan tampak dari hasil pengaduan warga ke berbagai kanal pemprov. Beberapa kanal adalah Jakarta Kini (JAKI), Qlue, situs resmi pemprov, dan Facebook Pemprov DKI. Pusat informasi pemprov, Jakarta Smart City mencatat sepanjang bulan Maret 2021 ada 13.312 pengaduan yang masuk dari 5.314 orang pelapor.
Dari keseluruhan laporan itu, sebanyak 21,77 persen atau setara dengan 2.137 laporan adalah mengenai ketertiban umum berupa kerumunan orang dan tidak memakai masker. Kerumunan yang dilaporkan ini antara lain terjadi di tempat umum seperti trotoar ataupun tempat makan.
Memasuki pekan kedua bulan Ramadhan kerumunan memang mulai tampak, baik di pedagang kaki lima maupun restoran yang berada di dalam pusat perbelanjaan. Adanya izin berbuka bersama oleh sebagian pengusaha tempat makan tidak ditindaklanjuti dengan pemastian jaga jarak antara para tamu yang datang.
Di Jalan Simprug Golf 2, Jakarta Selatan, misalnya, setiap malam pusat jajanan kali lima di sana dipenuhi pembeli. Satu meja bisa diduduki hingga empat orang. Padahal, aturan selama masa pandemi Covid-19 mengatakan satu meja untuk empat orang hanya bisa diisi oleh dua orang atau 50 persen dari kapasitas normal.
Beberapa kafe dan restoran di pusat-pusat perbelanjaan juga sama seperti yang terjadi di tempat makan di dalam salah satu gerai toserba di mal terkemuka di Jakarta Pusat. Pada jam buka puasa tampak ada satu meja diisi hingga delapan orang yang asyik bercakap-cakap sambil menikmati santapan.
Guru Besar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Indonesia Fatma Lestari mengatakan, kebiasaan makan bersama ini memang tampak semakin marak dilakukan di bulan puasa, terutama setelah pemprov mengizinkan berbuka bersama dengan catatan menerapkan protokol kesehatan. Pengalaman pandemi di tahun 2020 menunjukkan kantin sebagai simpul penularan virus korona baru di perkantoran.
”Oleh sebab itu, kantor-kantor menutup kantin dan menyuruh pegawai makan di meja masing-masing. Akan tetapi, masyarakat yang jenuh sudah mulai mendatangi tempat-tempat makan untuk bersantap bersama, padahal mereka adalah rekan kerja yang setelah itu akan pulang ke rumah masing-masing dengan membawa risiko penularan Covid-19,” paparnya.
Pengawasan di tempat-tempat makan, terutama di dalam pusat perbelanjaan semestinya bisa lebih ketat karena mal-mal dan gedung perkantoran telah diwajibkan memiliki satuan tugas penanganan Covid-19. Pengelola gedung juga memiliki kapasitas untuk menegur para penyewa tempat yang tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Fatma mengungkapkan, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI mengadakan survey terbatas di 34 provinsi. Pada tahun 2020 di awal pandemi tampak tingkat kepatuhan masyarakat bermasker mencapai 90 persen. Sekarang, jika dirata-ratakan secara nasional, tingkat kepatuhan bermasker hanya 60 persen.
Di wilayah permukiman padat Jakarta misalnya, pemakaian masker masih belum sepenuhnya menjadi kebiasaan. Pantauan Kompas ke Kelurahan Kramat di Senen, Jakarta Pusat, misalnya, menunjukkan tidak ada warga yang memakai masker. Mereka tetap beraktivitas seperti biasa dan tidak menjaga jarak fisik ketika sedang mengobrol.
Fatma menjelaskan, ada kelelahan dan kejenuhan bagi para anggota satuan tugas penanganan Covid-19 di tingkat warga seperti di RT (rukun tetangga) dan RW (rukun warga). Pola yang dilakukan selama ini ialah satuan tugas terdiri dari para kader pemberdayaan kesejahteraan keluarga, Taruna Siaga Bencana, kader posyandu, kader jumantik, dan Dasawisma. Beban penyuluhan warga diberikan kepada orang-orang tersebut.
”Perlu ada penjadwalan piket sosialisasi pencegahan Covid-19 yang melibatkan semua warga, jangan cuma kader yang disuruh. Kalau semua warga mendapat giliran untuk patroli dan saling mengingatkan, mereka juga akan tumbuh rasa tanggungjawab menjegah penularannya,” kata Fatma.