Sejumlah Sekolah Menunggu Giliran Pembelajaran Tatap Muka
Murid akan berada di sekolah selama 180 menit atau tiga mata pelajaran tiap hari saat sekolah tatap muka. Di saat yang sama, kelas daring dilaksanakan bagi para murid yang memilih di rumah atau bukan giliran ke sekolah.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka atau PTM di Ibu Kota akan berlangsung hari ini, Rabu (7/4/2021), meskipun masih dalam tahap percobaan. Meskipun begitu, ada berbagai satuan pendidikan yang menunggu giliran menerapkan PTM. Alasannya adalah mereka merasa telah siap secara sarana dan prasanara serta ada permintaan dari orangtua murid untuk segera melakukan pembelajaran secara langsung di lokal.
Salah satu sekolah yang menunggu giliran melaksanakan PTM adalah SMA Negeri 97 Jakarta yang terletak di Brigif, Jakarta Selatan. ”Kami sudah dinyatakan lulus untuk kelayakan PTM. Akan tetapi, kami masih harus menunggu waktu pelaksanaannya dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 97 Jakarta Ruslan ketika ditemui pada Selasa (6/4/2021).
Kami sudah dinyatakan lulus untuk kelayakan PTM. Akan tetapi, kami masih harus menunggu waktu pelaksanaannya dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Ia menjelaskan, berdasarkan daftar Disdik DKI Jakarta, untuk percobaan yang dimulai pada 7 April ada 85 sekolah negeri dan swasta yang memulai PTM. Di luar kelompok itu masih ada 15 sekolah yang dinyatakan telah lulus penilaian dan menunggu keputusan Disdik terkait dengan pelaksanaan PTM. SMA Negeri 97 Jakarta termasuk di dalam 15 sekolah tersebut.
Kriteria kelayakan sekolah melakukan PTM ialah sekolah telah mengisi penilaian berupa daftar periksa dan menyerahkannya kepada Disdik yang kemudian melakukan verifikasi lapangan. Selain itu, guru dan tenaga pendidikan sudah mendapat vaksinasi Covid-19. Dari sisi wali murid, orangtua murid juga harus merestui ada PTM. Sisa kriteria itu adalah kesiapan sarana dan prasarana sekolah untuk pencegahan penularan virus korona jenis baru, seperti ada tempat cuci tangan lengkap, masker, termometer, dan satuan tugas anti-Covid-19.
Ruslan mengungkapkan, pihak sekolah melakukan dua kali survei kepada 1.006 orangtua dan wali murid secara daring. Dalam survei pertama, 672 orangtua menyatakan setuju PTM dilakukan kembali. Namun, ketika survei kedua dilaksanakan, jumlahnya berkurang menjadi hanya 348 orangtua yang menyetujui diadakan PTM.
”Tidak apa-apa. Kami tidak memaksa. PTM tetap dilaksanakan hanya untuk orangtua yang sudah siap secara mental dan sarpras (sarana prasarana). Toh, PJJ (pembelajaran jarak jauh) akan terus dilaksanakan. Mengikuti PTM ini sepenuhnya pilihan bagi anak dan orangtua,” kata Ruslan.
Menurut rencana, lama pelajaran akan dikurangi. Apabila satu jam pelajaran biasanya 45 menit, untuk PTM ini berkurang menjadi 25-30 menit. Murid akan berada di sekolah selama 180 menit atau tiga mata pelajaran setiap hari. Pada saat yang sama, kelas daring tetap dilaksanakan bagi para murid yang memilih tetap berada di rumah atau belum mendapat jadwal PTM ke sekolah karena setiap hari hanya 50 persen dari setiap kelas yang diperbolehkan datang.
”Kami juga sudah bermusyawarah dengan orangtua soal antar-jemput murid. Kami dorong setiap murid diantar dan dijemput langsung oleh orangtua. Jika hal itu tak memungkinkan, disarankan memesan ojek daring. Selama proses pemesanan dan menunggu jemputan dilakukan di tempat khusus yang diawasi oleh anggota satgas. Jadi, akan kami pastikan anak tidak keluyuran sepulang sekolah,” ujar Ruslan.
Menunggu panggilan
Kepala SMP Negeri 58 Jakarta Budiyana mengaku mengharapkan agar PTM dilaksanakan di sekolahnya. Namun, satuan pendidikan itu belum masuk dalam daftar uji coba PTM Disdik DKI Jakarta.
”Dari 45 guru, hanya 11 orang yang belum mendapat panggilan vaksinasi Covid-19 karena mereka guru-guru yang baru masuk di tahun ajaran ini dan ada pula yang masih calon pegawai negeri sipil. Akan tetapi, kami terus meminta kepada Disdik agar mereka segera dimasukkan ke dalam daftar vaksinasi,” katanya.
Dari sisi sarana dan prasarana, SMP Negeri 58 Jakarta tergolong lengkap. Mereka memiliki bak cuci tangan sebanyak 32 unit, berkotak-kotak masker cadangan kalau-kalau ada murid lupa membawa, termometer digital, dan satgas Covid-19 internal. Sekolah juga sudah mengatur rute keluar dan masuk serta lokasi istirahat bagi murid sehingga menghindari terjadi kerumunan.
Mereka juga telah melakukan dua kali survei daring terhadap orangtua murid. Terungkap 92 persen orangtua setuju PTM segera dilaksanakan dan menyatakan siap dengan keharusan memastikan anak-anak mereka memakai atribut pelindung diri lengkap serta proses perjalanan pergi dan pulang tidak terpapar risiko penularan Covid-19.
”Seandainya SMPN 58 diperbolehkan melakukan PTM, rencananya hanya Senin sampai dengan Kamis. Dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 11.30. Sisa waktunya untuk pembelajaran daring dan aktivitas di rumah,” kata Budiyana.
Tidak mau divaksin
Salah satu syarat melakukan PTM ialah para guru dan tenaga pendidikan di sekolah tersebut sudah divaksin Covid-19. Pada bulan Maret, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melakukan survei terhadap 2.406 guru se-Indonesia. Terungkap ada 8,17 persen guru tidak mau divaksin.
”Angka ini kecil, tapi jangan dianggap remeh,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo.
Menurut survei itu, guru-guru tidak mau mengikuti imunisasi Covid-19 karena khawatir dengan efek samping vaksin. Namun, sebanyak 22,11 persen dari guru-guru yang menolak divaksin itu mengutarakan alasannya karena pemberitaan negatif terkait dengan program imunisasi dan vaksin. Sisanya mengaku tidak takut pada virus korona jenis baru dan merasa diri mereka tidak akan tertular sehingga menganggap vaksinasi tidak perlu mereka dilakukan.
”Selain memberi izin PTM, Disdik dan pemerintah daerah juga harus memastikan setiap guru memperoleh informasi akurat mengenai vaksinasi karena jika gurunya tidak terlindungi, akan sukar memastikan sekolah-sekolah siap untuk PTM,” ujarnya.