Sepanjang Bulan Ini, Polisi Gerebek Empat Pabrik Rumahan Tembakau Gorila
Salah seorang pekerja pada pabrik rumahan tembakau gorila mengaku menerima upah Rp 3 juta sekali produksi. Ia belajar dengan dipandu pengendalinya lewat panggilan video.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Personel Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya sepanjang Maret ini menggerebek empat pabrik rumahan tembakau gorila, mulai dari daerah Jakarta Utara hingga ke Bandung Jawa Barat. Semua pabrik, kecuali satu tempat yang ada di Bogor, saling terkait lewat proses produksi dan jual-beli yang dikendalikan seorang narapidana serta satu pemilik akun media sosial yang masih buron.
“Jadi ada dua pengendali yang melatih, mengajarkan, kemudian membantu mengadakan bahan baku,” ucap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Senin (22/3/2021), dalam konferensi pers di Jakarta. Keduanya yakni seorang narapidana di salah satu lembaga pemasyarakatan di Jakarta berinisial V, serta seorang pemilik akun media sosial penyuplai tembakau gorila yang sedang dikejar polisi. Ia juga menyebut terdapat beberapa orang lain yang masuk daftar pencarian orang.
Jadi ada dua pengendali yang melatih, mengajarkan, kemudian membantu mengadakan bahan baku
Yusri menjelaskan, dari jaringan ini, petugas menangkap total tujuh pelaku di lima tempat tanggal 2-17 Maret. Mereka yaitu HA yang ditangkap di Margahayu Jaya Bekasi Timur, EM di salah satu apartemen di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, M dan RZ di Kramat Jati Jakarta Timur, NPS di Baleendah Bandung, serta RSW dan EA di Bandung.
Tersangka HA merupakan kurir yang mengambil dan mengantar tembakau gorila sesuai perintah napi V. Ia menyatakan hendak mengirim ke Ambon Maluku menggunakan jasa pengiriman. Polisi mengecek di salah satu kantor jasa pengiriman itu di Jakarta Timur dan mendapati ganja sintetis berbobot 2,5 gram yang terbukti positif mengandung MDMB-4en-PINACA atau tergolong narkotika berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
HA mengaku mengambil ganja sintetis dari seorang perempuan berinisial EM. Polisi lantas menggerebek satu unit apartemen di Jakarta Utara yang jadi pabrik rumahan tembakau gorila. Di sana, EM bekerja memproduksi sesuai arahan V.
“Sekali memproduksi, EM menerima upah Rp 3 juta,” ujar Yusri. EM belajar membuat dengan dipandu V melalui panggilan video. Ia mampu membuat tembakau gorila dua kali sepekan, dengan kapasitas produksi 3 kilogram sekali membuat. EM mengaku terlibat bisnis haram itu sejak akhir 2020. Dari pabrik ini, tembakau gorila menyebar ke Pulau Jawa, Bali, Lampung, dan Kalimantan Timur.
Pelaku HA juga mengaku memasok tembakau gorila ke M dan RZ. Polisi pun meringkus keduanya di Kramat Jati. Di rumah kontrakan yang digunakan mereka, petugas mendapati ada bibit sintetis dan peralatan produksi tembakau gorila. Mereka rupanya juga produsen seperti EM.
Selain dari HA, tersangka M dan RZ mengaku membeli tembakau gorila dari akun media sosial yang kemudian diketahui dikelola NPS. Polisi menangkapnya di Bandung. Ia ternyata dipasok oleh RSW dan EA yang berproduksi juga di Bandung. Pabrik rumahan keduanya menyuplai barang haram berdasarkan perintah seorang pengelola media sosial yang masih buron tadi.
Wakil Direktur Resnarkoba Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Suhermanto menuturkan, EM rupanya juga memproduksi ganja sintetis dengan bahan kimia lain yang diduga tergolong narkotika tetapi belum ditetapkan dalam Permenkes 5/2020. Efek jika mengonsumsi bahan dengan rumus kimia 4-fluoro MDMB-BUTICA itu sama dengan yang mengandung MDMB-4en-PINACA.
Diberitakan sebelumnya, tembakau gorila memiliki efek halusinogen, yaitu menimbulkan halusinasi yang bersifat mengubah perasaan, pikiran, dan dapat menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga menyebabkan seluruh perasaan dapat terganggu (Kompas, 22/2/2016). Saat sudah kecanduan, perilaku penggunanya lebih kacau, lebih mudah curiga, dan berpotensi melukai orang lain (Kompas, 6/3/2018).
Terkait narkotika jenis baru (new psychoactive substance/NPS) yang dibuat EM, Suhermanto mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Markas Besar Polri, Badan Narkotika Nasional, hingga Kementerian Kesehatan. Tujuannya, merekomendasikan Kemenkes merevisi lagi peraturan tentang penggolongan narkotika agar bahan 4-fluoro MDMB-BUTICA dimasukkan sehingga pengedar ganja sintetis berbahan itu nanti bisa ditindak.
V dan tujuh tersangka yang ditangkap dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 113 Ayat 1 lebih subsider Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman bagi mereka, penjara minimal 5 lima tahun dan maksimal hukuman mati.
Yusri menambahkan, tim lain dari Ditresnarkoba juga membekuk tujuh orang yang saling terkait dalam produksi dan transaksi tembakau gorila. Pengendali jaringan ini adalah produsen berinisial AR, yang memiliki pabrik rumahan tembakau gorila di Cisarua. AR mengaku baru lima kali memproduksi sejak Januari.
Adapun tersangka lain berinisial Y sebagai pengecer serta EY, RAP, ADF, OAF, dan FE sebagai kurir. Konsumen mereka membeli seharga Rp 450.000 per 5 gram. Setiap kurir menerima bagian Rp 100.000 per 5 gram.
Polisi menjerat AR dan enam tersangka lain menggunakan Pasal 113 Ayat 2 subsider Pasal 114 Ayat 2 lebih subsider Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 UU 35/2009. Mereka terancam dipenjara 5-20 tahun.