Banjir Picu Kenaikan Tingkat Keterisian Wisma Atlet
Pada Senin ini, 3.651 pasien dirawat di Wisma Atlet Kemayoran sehingga tingkat keterisiannya 60,91 persen.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat keterisian Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, naik dari kisaran 54-57 persen pekan lalu menjadi 60-an persen pada Senin (22/2/2021). Banjir diduga memicu kenaikan tersebut karena banyak warga yang terkonfirmasi positif dan sedang isolasi mandiri mesti mencari tempat karantina lain akibat rumah mereka tergenang.
”Karena kebanjiran, banyak yang isolasi mandiri di rumah lantas keluar, bingung mencari tempat, yang paling cepat, ya, ke Wisma Atlet,” ujar Letnan Kolonel Laut dokter gigi M Arifin dari Humas Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet saat dihubungi pada Senin petang.
Namun, Arifin belum mengetahui jumlah pasti pasien positif Covid-19 yang terpaksa ke Wisma Atlet karena rumah mereka terdampak banjir. Ini mengingat puskesmas perujuk kebanyakan mengirim tanpa memisahkan antara korban banjir dan nonkorban banjir. Meski demikian, terdapat 30-an pasien positif dari salah satu panti asuhan di Jakarta Timur yang juga pindah tempat isolasi ke Wisma Atlet karena panti asuhan itu turut terendam.
Data dari Wisma Atlet, sehari seusai banjir pada akhir pekan, ada lonjakan jumlah pasien baru sekitar 1 persen dari jumlah pasien eksisting.
Karena kapasitas tergolong masih lowong, RSDC Wisma Atlet Kemayoran membuka diri terhadap para pasien positif korban banjir untuk meringankan beban mereka mencari tempat isolasi yang memadai sehingga warga lain tetap aman dari risiko tertular.
Selain itu, lanjut Arifin, pihaknya bahkan menyiapkan satu lantai khusus di salah satu menara untuk menampung korban-korban banjir yang mendapatkan hasil reaktif berdasarkan tes cepat antigen, tetapi belum terkonfirmasi positif menurut tes usap reaksi rantai polimerase (PCR).
Saat ini, sekitar 100 korban banjir yang reaktif menempati lantai khusus tersebut. Keesokan paginya, mereka diminta mengikuti tes PCR untuk hasil yang lebih pasti. Jika positif tertular, mereka langsung dirawat di Wisma Atlet. Adapun yang negatif berdasarkan tes PCR bisa pulang.
Pada Senin ini, 3.651 pasien dirawat di Wisma Atlet Kemayoran, menempati Menara 4-7. Karena terdapat total 5.994 tempat tidur di sana, tingkat keterisian Wisma Atlet Kemayoran berarti 60,91 persen. Minggu (21/2/2020), atau sehari setelah banjir mula-mula menerjang, tingkat keterisian sempat lebih tinggi di angka 61,77 persen karena sebanyak 3.703 orang dirawat.
Tingkat keterisian pada Selasa, 16 Februari, sebesar 54,78 persen (3.284 pasien), lalu pada Jumat, 19 Februari, tingkat okupansi 57,95 persen (3.474 pasien). RSDC Wisma Atlet Kemayoran pun sudah menerima pasien tanpa gejala lagi, yang sebelumnya dilimpahkan ke RSDC Wisma Atlet Pademangan, Jakarta Utara.
Namun, menurut Arifin, pasien tanpa gejala di Kemayoran saat ini kurang dari 10 persen. Pasien bergejala masih jauh lebih banyak. Meski demikian, jumlah pasien kritis berkurang. Tingkat keterisian unit perawatan intensif (ICU) transisi di sana sekitar 70 persen, yang sebelumnya senantiasa penuh.
Arifin berpendapat, tingkat keterisian di Kemayoran hingga pekan lalu yang masih landai berkaitan dengan adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro pada 9-22 Februari. Ia belum melihat ada dampak dari libur panjang karena hari raya Imlek pada Jumat, 12 Februari. ”Mungkin banyak orang sudah bepergian saat libur Natal dan Tahun Baru lalu, jadi lebih bisa mengerem sekarang,” ujarnya.
Wisma Atlet Pademangan masih menerima pasien Covid-19 dengan kriteria tanpa gejala hingga bergejala ringan, dengan menyediakan tempat di Menara 8. Kepala Subdirektorat Kekarantinaan Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dokter Benget S Turnip menyampaikan, tingkat keterisian di sana pada Senin sebesar 45,27 persen. Padahal, menjelang akhir Januari lalu, tingkat keterisian Menara 8 sudah 96 persen sehingga Menara 9 juga dibuka untuk pasien Covid-19.
Saat ini, 460 orang dirawat di Menara 8 Pademangan. Wisma Atlet ini masih bisa menerima tambahan 556 pasien tanpa gejala-bergejala ringan karena terdapat total 1.016 tempat tidur yang disiapkan.
Brigadir Jenderal (Purn) dokter Alexander K Ginting, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, menyebutkan, penerapan PPKM skala mikro dari luar terlihat longgar. Mal, misalnya, masih boleh beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan.
Namun, yang tidak terlihat publik, terdapat pembatasan dan pengawasan di level rukun tetangga yang berbeda sesuai zonasinya. Contohnya, di RT zona merah terdapat enam skenario pengendalian, termasuk melarang kerumunan lebih dari tiga orang, membatasi keluar masuk wilayah RT maksimal hingga pukul 20.00, dan meniadakan kegiatan sosial yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Di RT zona hijau hanya diberlakukan skenario pengendalian surveilans aktif.
”Pengawasan dan pengendaliannya kami lihat sudah efektif sehingga untuk membatasi mobilitas penduduk bisa dilaksanakan secara efisien,” kata Alexander dalam konferensi pers yang disiarkan dari Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta.
Meski demikian, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dokter Lia G Partakusuma sebelumnya berpandangan, studi lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan ada hubungan antara penurunan tingkat okupansi tempat isolasi pasien Covid-19 dan PPKM. Namun, yang pasti, pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan lebih banyak tempat isolasi non-rumah sakit bagi pasien tanpa gejala dan bergejala ringan sehingga membantu melonggarkan kapasitas di rumah sakit rujukan Covid-19.