Tanpa aksi nyata dan berkelanjutan, krisis ekologi di Jakarta dan sekitarnya akan terus terakumulasi berikut risikonya.
Oleh
SUCIPTO/STEFANUS ATO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banjir yang menggenangi sejumlah wilayah DKI Jakarta menewaskan lima warga. Bencana ini dinilai sebagai peringatan serius bagi pemerintah terkait situasi darurat ekologis dan krisis iklim yang kian parah.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta Sabdo Kurnianto mengatakan, korban jiwa akibat banjir di DKI Jakarta itu terdiri dari 1 orang dewasa dan 4 anak-anak. Salah satu korban laki-laki berumur 67 tahun terkunci di dalam rumah di Jatipadang, Jakarta Selatan.
”Selain itu ada empat anak. Mereka adalah 3 anak laki-laki di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat yang hanyut terseret arus banjir saat sedang bermain. Terakhir, satu anak perempuan berusia tujuh tahun yang tenggelam di Jakarta Barat,” kata Sabdo di Jakarta, Minggu (21/2/2021), dalam siaran pers yang diterima Kompas.
Ia mengimbau petugas dan seluruh orangtua mengawasi anak-anak yang bermain genangan air. Meskipun genangan banjir tak berarus, Sabdo mengatakan, kewaspadaan tetap penting di tengah banjir. Untuk sementara, hindari bermain di genangan air, terutama genangan yang memiliki arus dan di jalan raya.
Mulai surut
Banjir menggenangi 200 RT setelah wilayah DKI Jakarta diguyur hujan hingga enam jam, Sabtu lalu. BPBD DKI Jakarta mencatat, mulai pukul 09.00, Minggu (21/2/2021), banjir mulai surut di beberapa titik. Tersisa 49 RT yang masih terdampak banjir dari total 30.470 RT di Jakarta.
Adapun jumlah pengungsi hanya terdapat di Jakarta Timur, yakni 1.722 jiwa dari 514 keluarga. Sabdo mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan 10 lokasi pengungsian baru di beberapa wilayah yang memiliki potensi banjir. Itu dilakukan sebagai antisipasi jika banjir terjadi lagi.
”Sejak pagi hari didistribusikan makanan dan perlengkapan untuk proses pembersihan banjir. Kami terus upayakan agar penanganan dengan mengutamakan keselamatan jiwa,” ujar Sabdo.
Meski demikian, air masih terlihat menggenangi sejumlah jalan protokol Jakarta. Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut, penyebab genangan di sisi Jalan Sudirman adalah luapan air dari Kali Krukut. Luapan air Kali Krukut juga terlihat di Jalan Kemang, Jalan Widya Chandra, serta Jalan Tendean.
Anies menilai luapan Kali Krukut ini ditengarai menampung pertambahan debit air dari hujan lokal dari kawasan Depok, Jawa Barat. ”Di hulunya terjadi curah hujan yang sangat tinggi, tercatat 136 mm/hari,” kata Anies.
Ia mengatakan, pembersihan sampah di jalan dan lingkungan warga terus dilakukan seiring surutnya air di sejumlah titik. Di jalan yang banyak dilalui kendaraan, seperti di kawasan Sudirman dan Kemang, dikerahkan pompa untuk mengalirkan air ke Kanal Banjir Barat sebab, air tergenang di jalan raya 20-30 cm.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, hujan disertai kilat dan angin kencang masih berpotensi terjadi hingga Selasa (23/2/2021). Hujan diperkirakan turun hampir di semua wilayah, seperti Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Kepulauan Seribu.
Untuk memaksimalkan penanganan, bantuan juga datang dari luar Jakarta. Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas A Balikpapan (Basarnas Kaltim) menugaskan enam personel untuk membantu penanganan banjir.
”Keenamnya sudah berangkat pagi tadi ke Jakarta dengan pesawat. Personel kami dibekali perlengkapan pribadi dan juga alat komunikasi agar mudah melaporkan kejadian di lapangan kepada tim lain di Jakarta,” ujar Kepala Basarnas Kaltim Melkianus Kotta.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, jika terus dibiarkan, berbagai krisis lingkungan hidup yang terjadi di Jakarta dan wilayah penyangga akan terus terakumulasi. Hal itu juga dinilai bisa memicu bencana ekologis yang semakin parah dan menelan korban yang tidak sedikit.
”Alih-alih melakukan tindakan mitigasi dan adaptasi untuk meminamilisasi dampak bencana ekologis, pemerintah tak juga memiliki political will untuk melakukan koreksi terhadap arah kebijakan ruang yang semakin eksploitatif terhadap alam,” kata Tubagus.
Menurut dia, krisis iklim juga disebabkan kebijakan pembangunan dan ekonomi yang terus menggerus alam. Oleh karena itu, Walhi DKI Jakarta meminta pemerintah melakukan penanggulangan bencana dan upaya penyelamatan terhadap kelompok rentan, seperti lansia dan anak-anak.
Ia mendesak pemerintah agar mengevaluasi kebijakan pembangunan yang berisiko terhadap lingkungan dan keselamatan warga. Beberapa yang krusial adalah proyek reklamasi dan pemberian izin bangunan di Jakarta.