Ikhtiar Jabodetabek Gencarkan Pelacakan Kontak Erat Kasus Positif Covid-19
Untuk 269 juta penduduk Indonesia, kira-kira dibutuhkan 80.000 tracer di seluruh desa. Kemenkes tidak memiliki aparat sebanyak itu, yang punya hanya Polri dan TNI. Kerjasama TNI-Polri amat dibutuhkan.
Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengerahkan 40.336 personel bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat atau bhabinkamtibmas di seluruh Indonesia untuk menjadi tenaga pelacak Covid-19. Secara keseluruhan, Indonesia butuh 80.000-an pelacak guna mencapai target mengetes 20-30 kontak erat dari satu orang yang terkonfirmasi positif.
”Sebagaimana arahan Presiden RI (Joko Widodo) bahwa, selain disiplin protokol kesehatan, penguatan 3T juga menjadi kunci dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19,” ucap Kapolri dalam amanat apel kesiapan bhabinkamtibmas dan tenaga kesehatan Polri sebagai pelacak dan vaksinator Covid-19, Kamis (11/2/2021), di markas Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jakarta.
Pengerahan anggota bhabinkamtibmas sebagai pelacak menurut Sigit merupakan bentuk keseriusan Polri membantu pemerintah menanggulangi Covid-19. Mereka bakal bekerja bersama para prajurit TNI yang juga ditugasi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai tenaga pelacak, dengan berkoordinasi kepada dinas kesehatan setempat.
Untuk 269 juta penduduk Indonesia, kira-kira dibutuhkan 80.000 tracer di seluruh desa. Kami tidak punya aparat seperti itu, yang punya hanya Polri dan TNI. (Budi Gunadi Sadikin)
Hadi memerintahkan 27.866 anggota bintara pembina desa (babinsa) TNI Angkatan Darat, 1.768 bintara pembina potensi maritim (babinpotmar) TNI Angkatan Laut, dan 102 bintara pembina potensi kedirgantaraan (babinpotdirga) di tujuh provinsi di Jawa dan Bali untuk menjadi pelacak Covid-19. Dengan demikian, total 29.736 personel bintara TNI jadi pelacak di lokasi-lokasi itu. Sebelum diterjunkan, mereka akan dilatih terlebih dahulu oleh 475 personel TNI yang diberi pembekalan sebagai pelatih pelacak (Kompas.id, 9/2).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, kebutuhan sebanyak 80.000-an pelacak Covid-19 berdasarkan pada perhitungan setiap 100.000 penduduk idealnya butuh kehadiran 30 pelacak Covid-19, Indonesia memerlukan total 80.000-an pelacak untuk disebar ke seluruh desa di Tanah Air.
”Untuk 269 juta penduduk Indonesia, kira-kira dibutuhkan 80.000 tracer di seluruh desa. Kami tidak punya aparat seperti itu, yang punya hanya Polri dan TNI,” ujarnya.
Budi mengumpamakan pelacak sebagai tim intelijen yang bertugas memetakan lokasi musuh dan bagaimana pergerakan mereka. Bedanya, tim intelijen memakai teknik-teknik interogasi, sedangkan tim pelacak menggunakan strategi tes dan lacak.
Selain strategi intelijen berupa tes dan lacak, penanganan Covid-19 juga menggunakan strategi ”membunuh musuh”. Itu analogi dari Budi terkait vaksinasi. Vaksin Covid-19 harus diberikan pada 181 juta rakyat sehingga akan ada total 362 juta-363 juta penyuntikan jika per orang mendapat dua kali suntikan.
”Jika Bapak Presiden minta satu tahun (vaksinasi selesai), artinya satu hari harus suntik satu juta. Tidak mungkin kami kuat sendiri,” kata Budi. Ini membuat
Kemenkes menggandeng TNI dan Polri juga menyediakan tenaga vaksinator.
TNI menyiapkan 10.000 vaksinator untuk disebar ke seluruh Indonesia, sedangkan Polri menyiagakan 13.500 tenaga kesehatan kepolisian untuk juga bergabung sebagai vaksinator. Sigit menuturkan, saat ini 900 tenaga kesehatan Polri sudah menerima pelatihan vaksinasi dari balai pelatihan kesehatan Kemenkes. Sebanyak 12.600 personel lainnya akan menerima pelatihan serupa dalam waktu dekat.
Baca juga : Buka Kolaborasi Seluas-luasnya untuk Pembatasan Mikro Ibu Kota
Sebelumnya, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Fadil Imran mendorong para kepala daerah di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk bermitra dengan bhabinkamtibmas dan babinsa di wilayah masing-masing guna memberdayakan masyarakat dalam menangani Covid-19. Polda menawarkan konsep Kampung Tangguh Jaya (KTJ) guna mewujudkan pemberdayaan tersebut.
Kemitraan dengan masyarakat merupakan salah satu kunci sukses pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro tanggal 9-22 Februari. Menurut Fadil, para anggota bhabinkamtibmas dan babinsa punya kecakapan memotret, mengidentifikasi, dan merespons persoalan-persoalan di masyarakat. Kecakapan itu terutama untuk menangkal gangguan ketertiban dan keamanan, tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk penanganan Covid-19 di tingkat masyarakat, termasuk guna menggugah keterlibatan warga.
Fadil menyebutkan, Polda Metro Jaya bersama Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta sudah membangun 571 KTJ di Jadetabek. Jumlahnya jauh dari memadai jika berbasis rukun warga (RW). Sebab, di DKI saja terdapat total 2.700-an RW.
Posko penanganan
Seiring perintah meningatkan pelacakan kasus dan vaksinasi, sejumlah kelurahan di Kota Tangerang Selatan, Banten, merampungkan pembentukan posko penanganan Covid-19, Kamis.
Kelurahan Setu merupakan salah satu kelurahan yang baru saja merampungkan pembentukan posko penanganan Covid-19. Pembentukan posko penanganan Covid-19 di tingkat kelurahan merujuk pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
“Baru selesai dibentuk, dikomandoi kepala seksi kesejahteraan sosial. Satgas RT/RW nanti melaporkan ke posko kalau ada warga yang terkena Covid-19,” kata Lurah Setu Naun Gunawan, saat dikonfirmasi.
Naun memandang dengan adanya posko tersebut, penanganan Covid-19 di tingkat keluraha dan di RT/RW akan lebih efektif. Sebab, keberadaan posko bisa membuat tindakan penanganan terhadap masyarakat yang terjangkit Covid-19 lebih cepat. Instruksi Mendagri itu juga mengamanatkan setiap RT/RW untuk lebih aktif melaporkan ke posko bila ada warganya yang terjangkit Covid-19.
“Kalau sebelumnya kan penanganannya umum saja, belum terlampau mikro. Sekarang dengan adanya posko bisa lebih mengawasi satgas di tingkat RT/RW,” katanya.
Di kelurahan lainnya di Tangsel, posko penanganan Covid-19 juga sudah terbentuk di Kelurahan Sawah Baru. Lurah Sawah Baru, Muslim, menyampaikan, posko penanganan Covid-19 di kelurahannya sudah terbentuk bahkan sebelum Instruksi Mendagri terbit. Posko diisi salah satunya oleh personil babinsa.
Perbedaannya, menurut Muslim, kali ini petugas yang terlibat di posko penanganan Covid-19 tingkat kelurahan dibebankan fungsi pengawasan yang lebih mikro. Fokus penanganan tidak seumum dulu lagi, melainkan lebih fokus ke tingkat RT/RW.
“Dulu posko Covid-19 kelurahan itu memang sifatnya lebih umum. Cuma pencegahan atau sosialisasi saja. Sekarang karena berskala mikro, ada fungsi penanganan,” katanya.
Baca juga : Kota Bogor dan Bekasi Perkuat Pelacakan
Instruksi Mendagri 3/2021 membuat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah hingga tingkat RT. Terdapat pembagian zona di tiap RT, yaitu zona hijau, kuning, oranye, dan merah.
Untuk wilayah zona hijau, tidak ada kasus Covid-19 di satu RT. Skenario pengendalian kemudian dilakukan dengan surveilans aktif. Seluruh suspek dites dan pemantauan kasus dilakukan rutin dan berkala.
Sebuah RT masuk dalam zona kuning jika terdapat 1-5 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam 7 hari terakhir. Skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat.
Adapun RT yang masuk zona oranye, apabila terdapat 6-10 rumah dengan kasus konfirmasi positif selama 7 hari terakhir. Skenario pengendalian dilakukan dengan menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
Sedangkan, pada RT dengan zona merah, terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 hari terakhir. Skenario pengendalian adalah pemberlakuan PPKM tingkat RT yang mencakup 6 hal, yaitu, menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, melakukan isolasi mandiri/terpusat dengan pengawasan ketat, menutup rumah ibadah, tempat bermain anak dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
Langkah lebih lanjut adalah melarang kerumunan lebih dari tiga orang, membatasi keluar masuk wilayah RT maksimal hingga pukul 20.00, serta meniadakan kegiatan sosial warga di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan.
Kendala pelacakan
Kendati posko penanganan Covid-19 sudah terbentuk, baik Muslim dan Naun Gunawan sama-sama menyebut masih ada kendala dalam upaya pelacakan kontak.
Naun mengungkapkan, upaya pelacakan kontak terhadap warga yang positif Covid-19 di wilayahnya kerap terbentur ketidakjujuran masyarakat. Beberapa warga enggan berterus terang dan menolak menjalani pelacakan kontak dari petugas. Naun menduga, sikap itu muncul lantaran masyarakat yang dari hasil pelacakan kontak ternyata positif, wajib menjalani isolasi mandiri atau terpusat.
“Kalau sudah dinyatakan positif, mereka pikirannya macam-macam. Beberapa takut di-tracing karena harus diisolasi jika hasil tesnya positif. Kalau sudah begitu, mereka tidak bisa mencari nafkah,” kata Naun.
Lebih lanjut Naun menjelaskan, fenomena itu umumnya ditemui pada warga yang berdomisili di perkampungan. Adapun untuk warga yang tinggal di perumahan justru sebaliknya. Mereka aktif melaporkan diri kepada satgas di tingkat RT/RW untuk menjalani pelacakan kontak.
Kondisi di Kelurahan Sawah Baru tak jauh berbeda. Menurut Muslim, selain keengganan warga menjalani tracing. Kendala pelacakan kontak muncul dari respons pihak puskesmas setempat yang cukup lama.
Ia mencontohkan, bila ada satu warga dinyatakan positif Covid-19, pihak kelurahan kemudian melaporkannya kepada puskesmas agar segera dilakukan tracing. “Pada kondisi itu penanganan di puskesmas agak lama. Mungkin karena prosedurnya begitu. Kalau kami lapor ada warga positif tidak langsung ditindaklanjuti. Masyarakat, kan, inginnya kalau ada laporan langsung ditangani,” ujarnya.
Baca juga: Rp 71 Miliar untuk Tiga Bulan Penanganan Wabah di Kota Bogor
Dihubungi secara terpisah, Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono berpendapat, kesuksesan pengendalian Covid-19 dengan PPKM berbasis mikro akan sangat bergantung pada masyarakat dan pihak kelurahan hingga ke tingkat RT/RW. Oleh karena itu ia meminta masyarakat turut aktif membuka diri dan membantu petugas dalam memuluskan upaya surveilans.
Kota Tangerang Selatan hingga kini masih belum berhasil menekan angka kematian akibat Covid-19. Dari laporan Satgas Penanganan Covid-19, korban meninggal per 11 Februari 2021 bertambah satu orang. Dengan demikian, total korban meninggal terkonfirmasi positif Covid-19 di Tangerang Selatan telah menembus 287 orang. Dari data yang diberikan satgas, korban meninggal selalu ada tiap harinya. Kondisi ini sudah berlangsung sejak 24 Januari 2021.