Langkah inisiatif pemerintah daerah Jabodetabek berkoordinasi langsung dengan pemerintah pusat sangat diperlukan untuk gerak cepat penambahan fasilitas kesehatan di tengah melonjaknya angka kasus positif.
Oleh
AGUIDO ADRI
·6 menit baca
Kasus harian positif yang terus meningkat menyebabkan keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 penuh. Pemerintah daerah di kawasan aglomerasi Jabodetabek perlu gerak cepat menambah fasilitas kesehatan.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, melonjaknya kasus positif harian di Kota Bogor dan kota lain di Jabodetabek menyebabkan tingkat keterisian rumah sakit rujukan sangat tinggi. Untuk itu, Pemkot Bogor terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan BNPB menyediakan fasilitas kesehatan serta memastikan setiap rumah sakit menambah kapasitas tempat tidur atau ruang isolasi. Setelah BNN Lido dan rumah sakit lapangan GOR Pajajaran, Pemkot Bogor memproyeksikan satu hotel yang dalam satu-dua minggu ke depan bisa beroperasi.
Insiatif untuk berkoordinasi langsung dengan pemerintah pusat perlu dilakukan setiap kepala daerah. Tidak hanya itu saja, pemerintah daerah juga perlu gerak cepat untuk menambah fasilitas kesehatan sangat diperlukan dalam kondisi pandemi covid-19 yang terus meningkat.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah mengevaluasi program pengendalian penyebaran Covid-19.
Di Kota Bogor yang masuk Provinsi Jawa Barat tetapi bertetangga dekat dengan DKI Jakarta ini, kasus terus meningkat. Sejak November 2020 hingga saat ini, rata-rata 100 kasus positif Covid-19 per hari. Angka keterisian tempat tidur dua minggu lalu lebih dari 80 persen dan saat ini turun 70 persen.
”Perlu penanganan cepat dari pemerintah daerah. Kita harus punya skenario terburuk menghadapi pandemi. Berdasarkan kajian epidemiolog, jika efektivitas vaksin 80 persen, Kota Bogor akan mencapai 11.000 kasus pada akhir 2020. Sebanyak 20 persen dari angka tersebut memerlukan perawatan di ICU. Artinya, kita hitung untuk menambah ruang isolasi. Harus ada perencanaan,” kata Bima, Senin (25/1/2021).
Menanggapi pernyataan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait kewenangan pemerintah pusat untuk mengoordinasi penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek karena rumah sakit rujukan khususnya di Jakarta sudah penuh oleh pasien dari wilayah Bodetabek, Bima menilai, pemerintah pusat perlu mengakselerasi dan memaksimalkan kewenangan setiap daerah untuk menggunakan fasilitas gedung untuk ruang isolasi.
”Misalnya Kota Bogor tingkat keterisian sudah tinggi. Kita butuh tempat isolasi, nih. Di situ peran pemerintah pusat mengakselerasi dengan regulasi atau izin fasilitas milik pemerintah untuk isolasi. Kewenangan sudah terbagi jadi tinggal percepatan koordinasi saja. Saat ini yang diperlukan adalah gerak cepat dari setiap pemerintah daerahuntuk menambah fasilitas kesehatan,” lanjut Bima.
Menurut Bima, selain menambah fasilitas non-kesehatan, perlu perlu koordinasi yang lebih intens untuk mengatasi kelangkaan keterisian tempat tidur salah satunya melalui aplikasi sistem rujukan sehingga warga yang terpapar Covid-19 bisa mengakses data ketersediaan ruang isolasi di rumah sakit rujukan di Jabodetabek.
”Kami saat ini sedang membangun sistem aplikasi sistem rujukan itu. Saya pikir jika di Jabodetabek ada sistem itu, penanganan akan lebih bagus dan menolong warga. Tantangannya harus update 24 jam. Harus terus diperbarui datanya secara rill time. Operator akan merespons warga yang membutuhkan rumah sakit rujukan. Namun, jika tidak ada update, sistem rujukan sulit berjalan,” kata Bima.
Sistem rujukan ini perlu diperkuat dengan komitmen pemerintah daerah untuk mau turun atau jemput bola ke lapangan. Oleh karena itu, kata Bima, pihaknya meluncurkan program Polisi Peduli Isolasi Mandiri Satgas Covid-19 Dalam program tersebut, aparatur wilayah tingkat RW harus cepat merespons jika ada warganya yang terkonfirmasi positif khsususnya yang perlu penanganan dan segera dibawa ke rumah sakit, RS Lapangan GOR Pajajaran, atau ke BNN Lido.
Dalam program tersebut, petugas membawa bantuan kebutuhan pokok untuk pasien isolasi mandiri melalui RT/RW di kota Bogor. Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro menyebutkan, ada dua permasalahan dalam menghadapi Covid-19. Pertama, kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan. Kedua, kedisiplinan warga positif Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri.
”Melalui kegiatan Polisi Peduli Isolasi Mandiri, kami menindak tegas pelanggar prokes. Namun, di sisi lain juga memikirkan masyarakat yang harus menjalani isolasi mandiri agar mereka tidak keluar rumah jadi kebutuhan sembako harus terpenuhi. Kita harus bantu warga yang isolasi mandiri. Hari ini kami membagikan 1.200 bantuan sembako ke RT/RW yang warganya sedang isolasi mandiri,” kata Susatyo.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah mengevaluasi program pengendalian penyebaran Covid-19. Melalui pembentukan tim yang bertugas untuk melihat kontributor penyebaran kasus, diharapkan setiap program pengendalian penularan Covid-19 dapat efektif dilakukan.
Hal itu disampaikannya dalam Dialog Nasional yang diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dengan tema ”Penguatan Pemerintah Daerah dalam Penanganan dan Pasca-Pandemi Covid-19”, secara virtual, Senin (25/1/2021).
”Kalau kita melihat terjadi angka kenaikan, buat tim untuk mengetahui terjadinya peningkatan itu karena apa, karena daerah itu tidak sama. Kenapa digunakan istilah PPKM? PPKM itu top down, instruksi, perlu keserempakan, dan bersifat umum. Tiap-tiap daerah belum tentu kontributor peningkatan angka positivity rate itu sama. Oleh karena itu, tiap-tiap kota itu memiliki tim yang bekerja untuk mendalami, mengevaluasi apa kontributor utama dari kenaikan angka di daerah Bapak dan Ibu sekalian,” kata Tito.
Misalnya dalam kepatuhan menggunakan masker, kepala daerah diharapkan dapat bersinergi dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat, Forkopimda, serta aparat keamanan dan penegak hukum, untuk menegakkan kedisipinan masyarakat menggunakan masker.
”Mungkin masalah maskernya yang belum disiplin digunakan. Kalau belum, di mana? Di sektor apa? Di bidang apa? Atau di lokasi mana? Di kegiatan apa? Itu yang diserang dan dikeroyok dengan cara-cara pembagian masker, kampanye, dan lain-lain, dengan tokoh-tokoh agama dan dilakukan penegakan, kerja sama dengan aparat penegak hukum, Satpol PP kemudian TNI dan Polri. Ini perlu kekompakan. Oleh karena itu, perlu membangun hubungan yang baik dengan Forkopimda, tidak akan bisa kerja sendiri, tidak akan mampu,” tutur Tito.
Kepala daerah juga diminta untuk menyisir daerah yang memiliki kerendahan dalam penerapan protokol kesehatan, seperti penyediaan tempat mencuci tangan di fasilitas umum dan tempat publik.
Kepala daerah juga diminta untuk menyisir daerah yang memiliki kerendahan dalam penerapan protokol kesehatan, seperti penyediaan tempat mencuci tangan di fasilitas umum dan tempat publik. Tak kalah penting, kepala daerah juga perlu mengampanyekan untuk menjaga jarak, terutama tempat-tempat yang rentan atau berpotensi menimbulkan kerumunan. Efektivitas kampanye dalam menjaga jarak juga perlu didukung dengan produk kebijakan publik untuk mendukung program tersebut.
”Kemudian jaga jarak, jaga jarak ini tidak hanya kampanye, tetapi juga perlu ada kebijakan publik yang dibuat oleh para kepala daerah, yaitu dengan membuat di tempat-tempat kerumunan, fasilitas umum, baik transportasi maupun yang lain, diberikan tanda sekaligus penegakannya, jarak 2 meter,” ujar Tito.
Sementara itu, perlu ada identifikasi kerumunan di setiap daerah. Seperti kerumunan keagamaan, pernikahan, resepsi, kerumunan di perkantoran atau kerumunan di fasilitas publik lainnya atau demo.
”Nah, ini perlu juga, kalau sudah tahu mana kerumunan itu, buat aturan jika perlu, Bapak-bapak Wali Kota bisa membuat perwali, kemudian bisa diangkat menjadi perda, why not? Sepanjang itu tidak bertentangan dengan UU yang lain,” lanjut Tito.
Selain evaluasi dalam program pengendalian kasus penularan Covid-19, upaya 3T atau tindakan melakukan tes Covid-19 (testing), penelusuran kontak erat (tracing), dan tindak lanjut berupa perawatan pada pasien Covid-19 (treatment) adalah salah satu upaya utama penanganan Covid-19. ”Kemudian treatment juga sama, treatment ini rumah sakit kemampuan bed-nya termasuk tempat ICU-nya dan fasilitas sarana dan prasarana yang bisa dikerjakan oleh kota silahkan. Jika tidak mampu dengan pihak ketiga, tidak mampu juga bisa minta bantuan provinsi, tidak mampu juga buat minta ajukan kepada pemerintah pusat, karena pemerintah pusat juga memiliki tanggung jawab untuk mendukung daerah-daerah yang tidak mampu kapasitas fiskalnya,sehingga tingkat kematian bisa menjadi menurun karena treatment-nya baik,” kata Tito.