Beri Perlindungan Sosial dan Ekonomi di Masa Pembatasan Kegiatan Publik
Mobilitas dan kebutuhan memenuhi ekonomi membuat warga masih bebas berkegiatan. Pembatasan kegiatan dinilai tidak efektif menekan angka kasus positif Covid-19 karena tidak ada perlindungan sosial dan ekonomi kerakyatan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM dinilai tidak akan efektif menekan angka kasus jika tidak ada perlindungan sosial dan ekonomi kerakyatan.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menilai, PPKM tidak bisa hanya sekadar mengawasi kepatuhan protokol kesehatan, tetapi juga perlu dibarengi dengan perlindungan sosial dan ekonomi kerakyatan. Jika perlindungan itu diberikan dan dibarengi dengan kontrol pengawasan kedisiplinan protokol kesehatan, angka kasus harian bisa ditekan.
”Untuk menekan angka kasus penularan perlu dibarengi dengan disiplin protokol kesehatan dan perlindungan sosial ekonomi. Meski PPKM, memang mobilitas masih tinggi, warga tetap berkegiatan, terutama untuk memenuhi kebutuhan harian. Ini yang sedikit membedakan PPKM dengan PSBB pertama dulu. Harus ada perlindungan di masa PPKM agar warga tidak bermobilitas. Jika mendapat perlindungan dan penegakan disiplin prokes berjalan, angka kasus positif perlahan bisa ditekan,” kata Dedie, Kamis (21/1/2021).
Peningkatan kasus karena libur akhir tahun, mobilitas warga, dan ada kegiatan keagamaan dari luar kota. Oleh karena itu, kami tekankan lagi untuk kurangi mobilitas. Protokol kesehatan tolong ketat. (Bima Arya)
Dari sisi penindakan protokol kesehatan, lanjut Dedie, untuk di Kota Bogor pengawasan terus dilakukan. Kepolisian Resor Kota Bogor memiliki tim pemburu pelanggar PPKM. Bersama satpol PP, tim pemburu menindak setidaknya 10 kafe dan sekitar 150 pelanggaran protokol kesehatan lainnya.
”Artinya pengawasan dan tindak kedisiplinan pelanggar protokol kesehatan terus kita jalankan, tetapi kasus masih tinggi. Kenapa? Kita terus meminta warga untuk mengurangi mobilitas. Namun, realitas di lapangan warga masih beraktivitas, terutama dalam kaitanya dengan faktor ekonomi. Mereka harus memenuhi kebutuhan harian. Ini yang perlu diperhatikan dan penting. PPKM saat ini hanya pembatasan saja. Realitasnya warga perlu menggerakkan ekonomi rumah tangga,” tutur Dedie.
Menurut Dedie, jika memungkinkan langkah pemfokusan kembali anggaran ke-2 perlu dilakukan seperti saat PSBB sebelumnya melalui keputusan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat pemfokusan pertama di Kota Bogor, pemerintah setempat menganggarkan belanja tidak terduga (BTT) untuk penanganan pandemi sebesar sekitar Rp 200 miliar. Untuk anggaran BTT 2021, saat ini Pemkot Bogor masih dalam pembahasan.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Bogor Anggraeny Iswara mengatakan, penyaluran bantuan sosial tunai (BST) dari Kementerian Sosial di Kota Bogor sudah dimulai. Ada 37.014 keluarga penerima manfaat (KPM) yang akan mendapatkan bantuan tahap pertama pada 2021.
”Kami akan menyalurkan bantuan ke 37.014 KPM terhitung Januari hingga April mendatang. KPM yang terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan non-DTKS akan menerima Rp 300.000. Penyaluran bantuan langsung oleh petugas PT Pos Indonesia,” kata Anggraeny.
Anggraeny menuturkan, petugas dinsos akan memberikan graduasi mandiri kepada penerima BST dengan memberikan pendampingan penggunaan bantuan. Hal itu bertujuan agar penerima bisa mengembangkan bantuan menjadi sumber pendapatan baru. Bantuan itu diharapkan membantu warga tidak mampu yang terdampak pandemi Covid-19.
Tambahan fasilitas non-kesehatan
Berdasarkan Dinas Kesehatan Kota Bogor, pada Selasa (19/1/2021), terjadi penambahan angka positif harian 120 kasus. Sementar pada Rabu (20/1/2021), angka positif sebanyak 105 kasus. Lonjakan kasus dalam dua hari tersebut membuat total kasus terkonfirmasi sebanyak 7.041 kasus. Adapun kasus aktif atau pasien yang masih sakit 1.252 kasus, meninggal 146 kasus, dan pasien sembuh 5.643 kasus.
Wali Kota Bima Arya mengatakan, peningkatan angka kasus yang mencapai lebih 100 kasus karena keabaian protokol kesehatan dan masih tingginya mobilitas warga. ”Peningkatan kasus karena libur akhir tahun, mobilitas warga, dan ada kegiatan keagamaan dari luar kota. Oleh karena itu kami tekankan lagi untuk kurangi mobilitas. Kasus terus meningkat. Protokol kesehatan tolong ketat,” tegas Bima.
Peningkatan jumlah kasus, lanjut Bima, juga disebabkan kurangnya tempat tidur di rumah sakit rujukan. Oleh karena itu, pihaknya terus berusaha menambah tempat tidur atau ruang isolasi di rumah sakit rujukan. Bagi pasien bergejala ringan diisolasi di BNN Lido. Untuk menekan penyebaran dan melayani masyarakat yang terpapar pemerintah juga sudah menyiapkan RS lapangan GOR Pajajaran agar risiko penularan di lingkungan keluarga bisa ditekan.
”Dalam waktu dekat kami juga menyiapkan satu hotel untuk pasien Covid-19 dengan tanpa gejala atau OTG. Kami masih urus agar hotel siap beroperasi karena prokes di hotel juga perlu diperhatikan,” kata Bima.
Selain kesiapan fasilitas non-kesehatan, Pemkot Bogor saat ini juga mendorong produksi alat bantu pernapasan atau ventilator untuk mencukupi kebutuhaan perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit. Dedie mengatakan, dari 21 rumah sakit rujukan, jumlah ventilator sebanyak 95 unit. Pihaknya perlu mendorong penambahan alat ventilator karena peningkatan kasus masih terus terjadi. Bahkan, berdasarkan kajian Forkopimda, hingga Desember 2021 kasus di Kota Bogor diperkirakan mencapai 11.000.
”Ventilator ini, kan, kebutuhan penting. Kami saat ini dalam tahap uji coba ventilator buatan warga lokal Bogor. Namun, memang belum bisa diproduksi massal dan harus lolos uji coba dan sertifikasi dari Kemenkes,” kata Dedie.
Tidak hanya di Kota Bogor, Pemerintah Kota Depok juga sedang menjajaki rumah sakit darurat karena kasus positif dan penularan masih tinggi. Dadang Wihana mengatakan, tempat tidur ICU sudah mencapai 93 persen dan ruang isolasi 84 persen. Selain menambah tempat tidur, pihaknya saat ini juga sedang menyiapkan rumah sakit darurat.
”Kami koordinasi dengan sejumlah instansi untuk mengembangkan rumah sakit darurat untuk penanganan pasien dengan gejala ringan. Saat ini sudah ada tiga titik yang dibidik, yaitu di Cilodong, Bojongsari, dan Sawangan,” kata Dadang.