Kata Pakar, Pembatasan Sosial Membawa Jakarta Keluar dari Kota Termacet
Analisis data mengungkapkan penurunan drastis ini karena adanya kebijakan bekerja dan bersekolah dari rumah serta pembatasan operasional angkutan umum.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertama kalinya dalam beberapa dekade, Jakarta keluar dari daftar sepuluh besar kota termacet dunia versi indeks lalu lintas dari lembaga statistik transportasi global, TomTom. Prestasi ini berkat pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar sepanjang tahun 2020 demi menangani pandemi Covid-19. Sembari menunggu pandemi bisa diatasi, ini kesempatan baik bagi pemerintah lintas daerah untuk membenahi kehidupan perkotaan warga.
Berdasarkan Indeks TomTom, pada tahun 2020 kemacetan Jakarta menduduki peringkat ke-31. Tahun-tahun sebelumnya Jakarta selalu berada di kategori sepuluh besar. Persentase kemacetan 2020 adalah 36 persen, artinya jika dibandingkan dengan angka kemacetan pada tahun 2019 ada penurunan 17 persen.
TomTom mencatat situasi termacet Jakarta terjadi bulan Februari 2020 dengan angka 60 persen. Sejak Maret, berbarengan dengan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) fase pertama, angka kemacetan menurun signifikan. Jumlah terendah terjadi bulan April, yaitu 11 persen. Kemacetan naik lagi per Mei seiring dengan pelonggaran PSBB. Akan tetapi, angka rata-rata sampai bulan Desember tidak pernah mencapai 40 persen.
Masa pembatasan sosial untuk pengendalian Covid-19 harus dimanfaatkan pemerintah daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk membenahi kehidupan perkotaan. (Nirwono Joga)
”Analisis data mengungkapkan penurunan drastis ini karena adanya kebijakan bekerja dan bersekolah dari rumah, juga pembatasan jumlah atau jalur angkutan umum,” kata pakar transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (18/1/2021).
Menurut dia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Penyelenggara Transportasi Jakarta tentu bisa mengambil pola pergerakan warga dan menyusunnya untuk membuat pendekatan baru pascapandemi Covid-19.
Transformasi kehidupan
Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Jakarta, Nirwono Joga, mengatakan, masa PSBB dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) harus dimanfaatkan pemerintah daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk membenahi kehidupan perkotaan. Saat ini, dengan alasan kesehatan, warga yang masih harus pergi bekerja memilih memakai kendaraan pribadi guna menghindari risiko terkena virus korona jenis baru.
”Jangan sampai kebiasaan ini berlanjut ketika pandemi sudah tertangani karena bisa mengakibatkan masalah kemacetan yang lebih buruk daripada tahun 2019,” katanya.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menata kembali wilayah permukiman. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 878 Tahun 2019 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat. Di dalamnya dirincikan ada 21 kampung kota yang menjadi prioritas penataan.
Nirwono menjabarkan, penataan selain membangun kampung susun, ruang terbuka hijau, dan lahan serap air juga harus memikirkan transportasi masyarakat. Kegiatan mendasar seperti pergi ke sekolah, pasar, dan puskesmas harus bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau bersepeda. Penganggaran diberikan untuk membangun trotoar dan jalur sepeda.
”Kebijakan zonasi sekolah adalah salah satu langkah untuk memastikan anak-anak tidak perlu menempuh jarak jauh untuk mendapat pendidikan. Harus terintegrasi dengan pembangunan sarana trotoar, jembatan, jalur sepeda, lampu lalu lintas, dan segala aspek yang menjamin keamanan dan kenyamanan mereka. Artinya, harus ada penataan dan konsolidasi lahan permukiman,” paparnya.
Ia menerangkan, hal serupa diterapkan di pasar dan berbagai pusat perbelanjaan di sekitar permukiman agar tidak menjadi simpul kemacetan akibat pedagang kaki lima yang mengokupasi jalan maupun angkutan umum ataupun pengunjung yang parkir sembarangan.
Skema penataan bisa mencontoh kampung kota di Jepang dan Korea Selatan. Nirwono menjelaskan, keterbatasan lahan di Tokyo dan Seoul mengakibatkan pemerintah tidak bisa membangun trotoar di wilayah permukiman, tetapi mereka membuat kebijakan lalu lintas pro pejalan kaki dan pesepeda. Ada jalan-jalan di permukiman yang tidak boleh dilintasi kendaraan bermotor, ada yang berupa jalan satu arah sehingga di salah satu sisi bisa dipakai oleh pedestrian dan pesepeda, dan pastinya kendaraan tidak boleh diparkir di pinggir jalan karena disediakan tempat khusus.
Aspek kedua ialah transformasi kehidupan berkarier dan bekerja. Pandemi Covid-19 hendaknya membuat Kementerian Ketenagakerjaan, dinas-dinas terkait, dan perusahaan memikirkan kembali jenis-jenis pekerjaan yang bisa dilaksanakan dari rumah. Pascapandemi harus ada kebijakan yang menjamin hak pegawai di sektor tertentu agar boleh bekerja dari rumah.
”Ini transformasi yang besar karena perubahan tidak hanya dari segi ketenagakerjaan dan industri, tetapi juga kehidupan keluarga dan pola konsumsi masyarakat. Selama pekerjaan tersebut dibuktikan bisa dilakukan dari rumah, harus ada kebijakan bagi kantor untuk mengizinkan pegawai melakukannya selama indikator capaian kinerja terpenuhi,” ujar Nirwono.
Pada bulan Oktober 2020 media Forbes dari Amerika Serikat menerbitkan artikel mengenai para pengelola kantor mulai menghitung ulang portofolio kepemilikan properti. Aspek kebutuhan gedung perkantoran kemungkinan dikurangi hanya untuk hal-hal penting yang memang tidak bisa dikerjakan dari jarak jauh. Perusahaan juga dipaksa untuk memikirkan ulang sistem gaji dan remunerasi berkeadilan bagi pegawai dengan mencakupkan aspek bekerja dari rumah.
Di sisi lain, berkarier dan bekerja dari rumah juga membuka kesempatan inklusif bagi pegawai dengan disabilitas ataupun kebutuhan khusus akibat kondisi kesehatan. Dalam hal ini, harus ada budaya produktivitas dan indikator baru yang diciptakan.
Sebelumnya, dalam ajang jejaring kolaborasi Jakarta (JDCN) Desember 2020, Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Syafrin Liputo mengatakan orientasi pembangunan lalu lintas kini adalah sistem transit. Angkutan umum seperti transjakarta dan kereta rel listrik menjadi tulang punggung mobilitas.
Akibat terjadinya pandemi Covid-19, orientasi kini digeser kepada pejalan kaki dan kendaraan ramah lingkungan seperti sepeda. Setelah itu disusul oleh angkutan umum. Kendaraan pribadi menempati urutan terakhir di skala prioritas.
"Akan ada penambahan jalur sepeda dari total 63 kilometer yang tersedia sekarang. Sistem ganjil-genap juga akan ditambah menjadi 25 ruas jalan," tuturnya.
Selain itu, menurut Syafrin akan ada disinsentif penaikan tarif parkir kendaraan, baik di parkiran pinggir jalan maupun di dalam gedung.