Kota Depok Siaga Satu, Keterisian Ruang Isolasi Dekati 90 Persen
Kota Depok dan Karawang berstatus Siaga Satu karena sudah satu bulan terakhir masuk zona merah. Di daerah lain, sebagian rumah sakit telah terlampaui kapasitasnya dan memberlakukan daftar antrean.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Empat pekan terakhir, Kota Depok, Jawa Barat, belum lepas dari status zona merah atau paparan tinggi Covid-19. Tingginya angka kasus positif mengakibatkan ketersedian ruang perawat pasien Covid-19 di rumah sakit semakin penuh.
Kasus positif Covid-19 di Kota Depok terus mengalami lonjakan. Berdasarkan data pembaruan, jumlah pasien aktif 3.623 kasus. Sementara jumlah pasien yang terkonfirmasi 18.514 dan jumlah pasien meninggal 441 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Novarita mengatakan, tingginya jumlah kasus aktif Covid-19 membuat rumah sakit rujukan pasien mendekati 90 persen. ”Sekarang makin mencekam. Artinya, meningkat terus persentase keterisian tempat tidur isolasi, mendekati 90 persen,” kata Novarita, Selasa (5/1/2021).
Novarita menuturkan, saat ini pihaknya fokus untuk menambah ruang isolasi di rumah sakit rujukan dan di Wisma Makara Universitas Indonesia dan Wisma Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, Kota Depok dan Karawang berstatus Siaga Satu karena sudah satu bulan terakhir masuk zona merah. Penanganan Covid-19 di dua daerah itu akan dimaksimalkan dengan melibatkan Polda Jabar, Polda Metro Jaya, Kodam III Siliwangi, dan Kodam Jaya.
”Kami akan optimalkan penanganan di Karawang dan Depok. Sebab, keterisian ruang isolasinya (pasien Covid-19) juga sudah darurat. Dari awal Desember sampai awal Januari, Depok masih zona merah dan Karawang masih zona merah,” kata Kamil.
Sejak 2 Desember, Kamil sudah menyatakan, okupansi ruang isolasi Covid-19 di Kota Depok telah mencapai sekitar 80 persen.
Situasi Bogor
Kasus harian di Kota Bogor yang mencapai rata-rata 70 kasus per hari juga berdampak pada rumah sakit rujukan. Data pembaruan Senin (4/1/2021), jumlah tempat tidur ruang isolasi yang terisi mencapai 499 dari 591 tempat tidur atau sekitar 84,4 persen.
Keterisian ruang ICU mencapai sekitar 90 persen. Dari 499 pasien, 257 pasien (51,5 persen) merupakan pasien dari Kota Bogor. Sementara pasien dari Kabupaten Bogor yang dirawat di rumah sakit rujukan Kota Bogor mencapai 167 pasien (33,5 persen) dan pasien kota lainnya 75 pasien (15 persen).
Wali Kota Bima Arya mengatakan, pihaknya saat ini segera menyiapkan rumah sakit darurat Covid-19 di Kantor Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) di Kompleks GOR Pajajaran sebagai Rumah Sakit Lapangan (RSL) untuk perawatan pasien positif COVID-19. ”Minggu kedua Januari ditargetkan sudah bisa beroprasi. Sekarang sedang mengejar persiapan,” kata Bima.
Selain mempersiapkan rumah sakit lapangan di GOR Pajajaran, sambung Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, pihaknya mendapat bantuan PCR mobile container dari pemerintah pusat melalui Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Alat itu akan membantu penanganan Covid-19 di Kota Bogor karena mampu memeriksa hingga ratusan spesimen.
Kepayahan
Berdasarkan Laporcovid19.org, memasuki 2021, lonjakan kasus Covid-19 menyebabkan rumah sakit dibanjiri pasien. Sebagian rumah sakit telah terlampaui kapasitasnya dan memberlakukan daftar antrean.
Tim BantuWarga Lapor Covid19 terus mendapatkan laporan warga yang mengeluhkan betapa sulitnya mencari tempat isolasi terpusat dan mencari rumah sakit, salah satunya rumah sakit di Kota Depok. Bahkan, Laporcovid19 menerima laporan warga, pada Minggu lalu salah satu warga meninggal di taksi daring setelah ditolak di 10 rumah sakit di daerah Kota Depok. Alasannya, rumah sakit sudah penuh. Laporan peristiwa tersebut, terjadi pada 20 Desember 2020.
Dokter Tri Maharini dari Laporcovid mengatakan, Laporcovid menerima sejumlah laporan adanya pasien Covid-19 yang meninggal karena tidak mendapat pertolongan medis karena rumah sakit penuh. Kejadian pasien meninggal tidak hanya terjadi di Kota Depok, tetapi juga di Jabodetabek.
”Kami mendapat laporan banyak sekali pasien yang meninggal di perjalanan dengan ambulans. Saya mendapat laporan enam pasien meninggal di IGD karena tidak mendapatkan ICU (intensive care unit) dan sudah penuh di seluruh Jabodetabek,” kata Tri.
Dalam webinar (Menghindari) Robohnya Layanan Kesehatan Kita, Tri menuturkan, pada Sabtu (2/1/2021), seorang warga Tangerang belum mendapatkan ruang rawat di rumah sakit. Warga itu pun harus menjalani isolasi mandiri bersama anggota keluarga lainnya. Meski kondisinya membaik, ia masih merasakan sesak napas.
Selanjutnya pada Minggu (3/1/2021), Laporcovid mendapat laporan dari salah satu warga Jakarta yang mencari rumah sakit dengan menggunakan data ketersediaan rumah sakit di laman EIS Dinkes Jakarta. Dari laman itu disebutkan, rumah sakit masih terdapat ruang ICU. Namun, setelah menghubungi rumah sakit terkait, salah satu pelapor harus menunggu 15 antrean.
Pada hari yang sama, seorang warga Jakarta Barat sulit mendapatkan rumah sakit. Meski sudah menghubungi 119, pelapor harus menunggu hingga Senin (4/1/2021). Namun, hingga kini rumah sakit di Jakarta masih penuh. Warga tersebut, sebelumnya diimbau untuk pergi ke puskesmas.
Tingginya jumlah pasien di rumah sakit rujukan Covid-19, lanjut Tri, membuat tenaga kesehatan kewalahan. ”Tenaga kesehatan yang masuk ke ICU dan isolasi mandiri sangat banyak,” lanjut Tri. Berdasarkan data Laporcovid hingga 5 Januari 2021, total kasus kematian nakes 540 kasus.
Tri mengatakan, banyak warga positif kesulitan mendapatkan rumah sakit dan harus pulang tanpa mendapatkan rumah sakit bisa meningkatkan risiko penularan di dalam keluarga. Penambahan tempat tidur maupun alat kesehatan tidak akan mampu mengatasi lonjakan pasien Covid-19.
Oleh karena itu, solusinya dengan memperketat pembatasan sosial dan meningkatakan 3T (testing, tracing, dan treatment), serta meningkatkan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Selain itu, sistem rujukan rumah sakit yang hampir tidak berfungsi harus segera diperbaiki.