Siapa pun yang terpilih dari hasil penghitungan suara resmi oleh KPU, pemimpin Kota Depok ke depan harus lebih memperhatikan warga dengan turun melihat, mendengar, serta merasakan kondisi dan suara warga.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Dari penghitungan suara yang masuk ke Komisi Pemilihan Umum Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (10/12/2020) sore, pasangan nomor urut 2, Mohammad Idris-Imam Budi Hartono, memperoleh 146.087 suara atau sekitar 56 persen suara. Meski demikian, Idris-Imam dan pasangan nomor urut 1, Pradi Supriatna-Afifah Alia, tetap menunggu hasil resmi penghitungan akhir KPU.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Depok Nana Shobarna mengatakan, berdasarkan pembaruan data pada pukul 14.19, KPU Kota Depok sudah menghitung 253.161 suara pada 1.414 tempat pemungutan suara (TPS) dari 4.015 TPS. Data penghitungan juga bisa dilihat di laman pilkada2020.kpu.go.id.
Dari data itu, pasangan Idris-Imam yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memperoleh 146.087 suara atau sekitar 56 persen. Dari 11 kecamatan, Idris-Imam unggul di 10 kecamatan. Kecamatan Bojongsari menjadi wilayah perolehan suara terbanyak untuk pasangan ini dengan 9.090 suara atau 64,7 persen.
Dari 11 kecamatan di Kota Depok, Mohammad Idris-Imam Budi Hartono unggul di 10 kecamatan.
Sedangkan pasangan Pradi-Afifah yang diusung Partai Gerindra, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), memperoleh 111.233 suara atau sekitar 43,9 persen. Pasangan ini unggul jauh dalam perolehan suara di Kecamatan Limo sebanyak 5.238 suara atau 54,3 persen.
”Ini hasil sementara. Kita tunggu bersama hasil resminya. Tetap jaga protokol kesehatan dan hindari kumpul-kumpul,” kata Nana, Kamis (10/12/2020).
Idris mengatakan, meski unggul dalam penghitungan suara sementara, ia tetap meminta sukarelawan dan warga menunggu hasil resmi dari KPU sembari mengawal proses penghitungan.
Sebelumnya, Idris mengatakan, berakhirnya Pilkada Depok 2020, tidak ada lagi fase perbedaan. Semua pihak bersama-sama untuk membangun Depok. ”Kami membuka untuk berkomunikasi dengan siapa saja untuk Depok yang lebih maju, berbudaya, dan sejahtera,” katanya.
Idris melanjutkan, langkah mereka ke depan lebih berat karena ada 10 janji kampanye dan program strategis untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat yang harus dipenuhi.
Hal serupa disampaikan oleh Pradi. Ia meminta semua pihak untuk menunggu hasil penghitungan resmi KPU. ”Kami masih optimistis bahwa perhelatan ini kami adalah the winner. Selalu optimistis dan tetap semangat sambil kita membaca dan melihat hasil sebenarnya nanti,” katanya.
Idris melanjutkan, berakhirnya Pilkada 2020, sembari menunggu penghitungan dan penetapan resmi, ia harus kembali bekerja karena ia masih menjabat sebagai Wali Kota Depok hingga Febuari 2021.
”Jabatan saya masih tersisa sampai Febuari. Atas saran dan koordinasi Gubernur Jawa Barat serta Satgas Covid-19 Nasional, kami anggarkan untuk meningkatkan kapasitas tempat tidur dan ruang isolasi. Satu rumah sakit Citra Medika sudah berkerja sama. Ke depan kami akan tambah satu lagi. Dan, wisma yang akan disiapkan untuk isolasi, yaitu Wisma Studi Jepang, sebelumnya sudah beroperasi Wisma Makara (Universitas Indonesia). Wisma Jepang sudah siap, nanti kami APBD-kan melalui dana tanggap darurat (DTT). Itu sudah kami siapkan dalam rangka penanganan Covid-19,” kata Idris.
Dalam penanganan Covid-19, kata Idris, pihaknya juga bekerja sama dengan TNI-Polri melalui program kampung tangguh mandiri. Program tersebut semakin menguatkan program Pemkot Depok, yaitu program kampung siaga penanganan Covid-19. ”Dua program ini akan kita padukan. Kita lengkapi bersama dari pusat dengan dilengkapi dengan DTT yang sudah kita siapkan,” ujarnya.
Idris menuturkan, pihaknya mempunyai komitmen bersama bahwa pasangan calon yang terpilih atau yang ditetapkan pada pemilu akan diberi waktu maksimal enam bulan untuk membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima tahun ke depan. RPJMD ini sesuai dengan visi misi program yang sudah direncanakan.
Dengar suara rakyat
Sejumlah warga yang datang ke TPS harus mematuhi protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, menjalani pengukuran suhu tubuh, menggunakan sarung tangan, dan menjaga jarak. Perilaku sehat ini diharapkan warga juga berlaku untuk para pemimpin yang terpilih nanti dengan memperhatikan penanganan pandemi Covid-19 yang dirasa belum maksimal.
Mulishin (53), warga Kukusan, mengatakan, pemimpin yang terpilih harus lebih serius lagi dalam penanganan pandemi Covid-19 karena saat ini Kota Depok tercatat sebagai salah peyumbang kasus positif tertinggi di Jawa Barat.
”Semoga pandemi mereda. Kita semua letih dalam kondisi seperti ini, artinya wali kota nanti harus lebih serius. Warga diminta patuh, tetapi pemimpin harus pula melihat kondisi warganya. Protokol kesehatan jangan dipatuhi karena pilkada saja. Besok-besok tetap harus patuh dengan pengawasan dan perhatian langsung dari pemerintah,” kata Mulishin.
Mulishin juga menyinggung pembangun fisik di Kota Depok yang belum merata, penyempitan jalan, kemacetan, hingga permasalahan sampah. Mulishin menilai, tugas membangun Depok ke depan tidak mudah dan tidak bisa memikirkan politik semata serta relasi kuasa antara pemimpin dan partai pendukungnya. Komunikasi lebih luas harus dibangun dari bawah dan semua lapisan masyarakat.
Warga lainnya, Syifa (20), mengatakan, tidak masalah siapa nanti yang terpilih menjadi Wali Kota Depok, terpenting suara warga dan janji-janji kampanye dilaksanakan, tidak diingkari.
Syifa menuturkan, selain permasalahan keseriusan penanganan pandemi Covid-19, ke depan pemerintah juga harus serius dalam pelayanan publik, pendidikan, dan kemacetan.
”Kami warga tentu ingin ada perubahan, seperti SMA dan SMP di Depok ini sedikit. Ini penting karena sekolah jadi rebutan. Jadi, harus tambah sekolah lagi. Selain itu, macetnya itu lho, tolong diperhatikan. Sampah juga,” kata Syifa.
Selain itu, kata Syifa, penting bagi pemimpin untuk terjun langsung melihat permasalahan yang ada di masyarakat. Tanpa turun ke bawah dan hanya mengandalkan laporan semata, pemimpin tidak akan memahami kegelisahan dan suara masyarakat
”Ini yang harus diperbaiki ke depan. Pemimpin harus turun ke bawah untuk melihat, mendengar, dan merasakan permasalahan warga. Tanpa itu, pemimpin tidak akan bisa membangun Depok,” katanya.