Rakyat di kalangan akar rumput atau sering disebut sebagai ”wong cilik” berharap pemerintahan Joko Widodo-Ma\'ruf Amin fokus menangani pandemi Covid-19. Mereka ingin kembali menggerakkan roda perekonomian keluarga.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wong cilik belum begitu merasakan dampak kebijakan pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin setahun terakhir. Hal itu disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini sejak Maret lalu. Mereka berharap pemerintah fokus menangani pandemi supaya roda kehidupan mereka kembali normal.
Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya, 20 Oktober 2019, menyatakan akan menitikberatkan kerja periode kedua ini pada lima sektor utama, yaitu sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, perbaikan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Setahun berlalu, jajak pendapat Litbang Kompas lewat telepon menunjukkan, 52,5 persen responden tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Amin dalam setahun terakhir. Hanya 45,2 persen menyatakan puas. Wawancara lewat telepon berlangsung pada 14-16 Oktober. Sebanyak 529 responden berusia minimal 17 tahun di lebih dari 80 kota berpartisipasi. Adapun tingkat kepercayaan mencapai 95 persen dengan nirpencuplikan 4,3 persen.
Sehari-hari Beni Haryadi (37) bekerja sebagai penyapu jalan dan pemulung. Menyapu jalan sekaligus mengumpulkan botol dan plastik berlangsung pagi hingga siang hari di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat. Setelahnya berlanjut memulung di sekitaran Palmerah, Jakarta Barat, dan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
”Saya tidak merasakan kebijakan pemerintah setahun ini. Sama saja dari presiden yang satu ke presiden berikutnya. Saya kerja seperti biasa, sapu jalan, lanjut memulung. Ketimbang tidak kerja, menganggur, tidak bisa makan,” kata Beni, Selasa (20/10/2020).
Semenjak pandemi, pemasukannya berkurang dampak dari pembatasam sosial berskala besar. Pasar sempat tutup, buka dalam sistem ganjil genap, dan pulungan berkurang karena warga lebih banyak di rumah saja.
Program bantuan sosial berupa bahan makanan pokok dan uang tunai pun belum sampai ke rumahnya. Warga Grogol Utara ini tidak tahu alasannya dan hanya mereka-reka bahwa belum terdaftar sebagai penerima bantuan. ”Belum dapat program bantuan pemerintah. Untungnya kebutuhan sehari-hari masih tercukupi. Ada saja pemasukan kecil-kecil,” katanya. Harapannya hanya satu. Pemerintah fokus menangani pandemi supaya cepat berlalu.
Heri Ulung (35) harus kucing-kucingan dengan petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) supaya bisa berjualan minuman di trotoar seputaran Stasiun Palmerah. Hasil jualan menjadi andalan karena sebagai satu-satunya sumber pemasukan.
Jualan sembari awas dari razia tidak lepas dari kesehariannya di tengah seretnya pemasukan. Situasi pandemi membuat pemasukan turun dari Rp 100.000 ke Rp 70.000.
”Harga barang di pasar sama saja. Tidak kesulitan untuk modal. Tetapi, susah di jualan karena dilarang pemerintah, satpol PP bisa razia kapan saja,” ucap Heri. Harapannya, pemerintah memberikan keringanan atau menata supaya tetap bisa berjualan di lokasi keramaian.
Bagi Stephanie Kumala (21), berbagai kebijakan dalam kurun waktu setahun pemerintahan Jokowi-Amin tidak begitu terasa karena pandemi di berbagai belahan dunia. Harapannya, pemerintah fokus menangani pandemi supaya lekas usai.
Mahasiswi tingkat akhir ini khawatir sulit mendapatkan pekerjaaan atau berusaha jika pandemi berlarut-larut. ”Saya, menurut rencana, mau bisnis. Kalau harus kerja, semoga apa yang didapat sesuai dengan apa yang sudah dikerjakan,” ujar Stephanie.
Hasil jajak pendapat menunjukkan apresiasi publik terhadap kinerja kesejahteraan sosial. Ada 52,2 persen responden yang menyatakan puas berbanding 46,5 persen yang tidak puas. Namun, gejolak akibat RUU Cipta Kerja berdampak signifikan. Ketidakpuasan terhadap kinerja penegakan hukum pemerintah mencapai 64,6 persen. Hanya 32,3 persen yang menyatakan puas.
Ketidakpuasan ini juga terjadi dalam bidang lain. Ada 55,9 persen responden tidak puas terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi. Sisanya 42,6 persen responden merasa puas. Sama halnya dengan perbaikan stabilitas politik. Kepuasan publik terhadap kinerja bidang politik 44,1 persen, sedangkan yang tidak puas mencapai 52,7 persen.
Menurut Azri Fadhullah (25), pemerintahan Jokowi-Amin sudah berusaha semaksimal mungkin lewat berbagai kebijakan di tengah pandemi meski tak lepas dari pro dan kontra. Karena itu, pemerintah dalam berbagai program hendaknya lebih membuka ruang dan memperhatikan keberadaan warga sekitar karena tujuan akhir adalah kesejahteraan.
”Saya berharap presiden dan jajaran serta berbagai pemimpin dapat lebih bijak dalam mengelola sumber daya dan pengambilan keputusan. Jangan sampai lebih banyak bentrokan kepentingan,” ucap Azri.
Pandemi pun membuat Khusniatul Amri (25) tidak merasakan dampak kebijakan Jokowi-Amin. Akan tetapi, tidak tahu situasi ke depan seiring Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi undang-undang. ”Cuma tidak tahu ke depannya karena masih abu-abu. Semoga ada kejelasan RUU Cilaka,” ujar Khusniatul.
Ada kekhawatiran kesejahteraan buruh tergerus. Sebaliknya, hanya menguntungkan pengusaha. Misalnya, upah minimum, besaran pesangon, status kontrak kerja, dan hak lainnya.
Kelompok buruh dan mahasiswa pun berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja di sejumlah daerah bertepatan dengan setahun pemerintahan Jokowi-Amin. Di Ibu Kota, unjuk rasa berlangsung di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia meminta Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam jangka waktu 8 x 24 jam. Koordinator BEM SI Remy Hastian menuturkan, akan ada aksi lebih besar bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober jika pemerintah tidak memenuhi permintaan mahasiswa.
Jajak pendapat merekam pandangan positif publik terhadap upaya pemerintah menyelesaikan persoalan strategis. Lebih dari 60 persen responden yakin pemerintah dapat mengatasi persoalan pandemi Covid-19 dan perekonomian.
Di sisi lain, sebagian warga memandang ada persoalan yang paling mendesak untuk segera diselesaikan. Persoalan itu di antaranya kebebasan berpendapat, pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, pembukaan lapangan pekerjaan, serta pengangguran.