Kepatuhan Pakai Masker Mengendur Saat Pembatasan Makin Ketat
Ketatnya pembatasan sosial di Jakarta per 14 September tidak membuat warga kian waspada. Masih ada yang kerap mengabaikan protokol kesehatan dengan tidak pakai masker.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Makin ketatnya pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Jakarta, Senin (14/9/2020) ini, ternyata tidak membuat sebagian orang waspada. Kepatuhan memakai masker di sebagian wilayah Jakarta masih kendur saat protokol PSBB menjadi lebih ketat.
Kendurnya kepatuhan pakai masker tampak di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sejumlah pengendara, pekerja, serta pengunjung pasar kerap melepas masker saat beraktivitas. Selain itu, petugas yang berwenang mengingatkan protokol kesehatan juga tampak membiarkan warga tak bermasker.
Hamdani (38), pedagang kembang tahu, menunggu sekitar dua jam di salah satu sudut pasar tanpa pakai masker. Selama waktu itu pula, dia melayani sejumlah pelanggan tanpa teguran soal protokol kesehatan dari petugas berwenang. ”Maskernya saya simpan di kantong, niatnya tadi hanya lepas sebentar,” ujar Hamdani.
Selain Hamdani, ada pula sekumpulan pengojek di depan Stasiun Pasar Minggu yang tidak pakai masker. Ridho (27), pengojek yang melepas masker, menyebut dirinya baru akan pakai masker saat mengantar orang.
”Kalau saya sih sehat-sehat saja, Insya Allah. Jadi masih berani kumpul sama teman-teman di dekat stasiun. Tapi kalau sudah ngantar orang, ya, pasti pakai masker supaya orang ngerasa aman,” ucap Ridho.
Kumpulan pengojek yang tidak pakai membuat calon penumpang khawatir. Fiyah (29), pekerja yang bertolak dari Stasiun Pasar Minggu menuju Kalibata, cemas apabila terjadi penularan Covid-19 saat berkendara dengan orang asing. ”Ya, wajar kalau cemas karena kita enggak tahu mereka sebelumnya bepergian ke mana,” katanya.
Selain di sekitar stasiun dan pasar, sebagian pengendara yang melintasi Jalan Raya Pasar Minggu juga terpantau tidak pakai masker. Keberadaan mereka pun kerap lolos dari pantauan petugas yang berwenang.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai masih kerap terjadi celah pelanggaran saat protokol kesehatan berlaku. Hal ini menyebabkan pengetatan PSBB cenderung tidak terlalu berdampak dengan fase sebelumnya.
Trubus memandang pengabaian protokol kesehatan menjadi cerminan bahwa masih ada warga yang tidak mengerti risiko dari pandemi Covid-19. Penyebaran informasi terkait risiko Covid-19 semestinya terus dilakukan hingga publik mengerti. Selain itu, pengawasan juga harus tetap berjalan dengan setegas mungkin.
”Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus lebih serius menegur warga yang melanggar regulasi. Intinya harus jelas tersampaikan bahwa saat PSBB sedang berlaku ketat. Jangan sampai warga merasa situasi saat ini tidak ada beda dengan yang sebelumnya,” katanya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menegaskan fase PSBB transisi berakhir pada Minggu (13/9/2020) dan berganti dengan PSBB secara ketat. Hal tersebut lantaran terjadi peningkatan kasus positif Covid-19 yang sangat signifikan selama Agustus-September ini. Keputusan kembali menerapkan PSBB ketat adalah untuk memastikan keselamatan warga yang beraktivitas di Ibu Kota.
Dasar hukum kebijakan PSBB ketat tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Rangka Penanganan Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta, Pergub DKI No 79/2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan, dan Pergub No 88/2020 tentang Perubahan atas Pergub No/33 2020.
”PSBB kembali dilakukan karena ada kondisi wabah yang berbeda dengan situasi sebelumnya. Wabah ini dinamis, ada masa jumlah kasus aktif menurun, ada masa jumlah kasus aktif meningkat,” kata Anies dalam konferensi pers daring, Minggu.