Covid-19 Melonjak, Kekompakan Kepala Daerah Jabodetabek Merespons Pandemi Dinanti
Jakarta kembali menerapkan PSBB ketat mulai 4 September. Dukungan satelit Jakarta kini dinantikan agar pengendalian Covid-19 berjalan komprehensif.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Hasil koordinasi di antara para kepala daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi terkait kebijakan lanjutan pasca-pembatasan sosial bersakala besar atau PSBB ketat DKI Jakarta akan diputuskan pada Senin (14/9/2020). Para kepala daerah yang hadir secara virtual itu diklaim memiliki semangat yang sama agar pengendalian Covid-19 di Jabodetabek hingga Karawang dilakukan komprehensif dan terpusat. Kekompakan mereka dalam mengendalikan Covid-19 dinanti.
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, dalam rapat yang dihadiri para kepala daerah se-Jabodetebek, kepala daerah Karawang, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten, setiap daerah memaparkan kondisi kasus Covid-19 di daerahnya, mulai dari sebaran kasus, kesiapan rumah sakit, dan kebijakan yang sudah dilakukan di setiap daerah. Selama dua minggu terakhir, rata-rata di setiap daerah ada lonjakan kasus Covid-19.
”Semua sudah dirangkum oleh Gubernur DKI Jakarta untuk kemudian berkomunikasi dengan pemerintah pusat. Jadi, (mencari) apa yang terbaik untuk PSBB berikutnya. Keputusannya hari Senin,” kata Tri, Kamis (10/9/2020), di Bekasi.
Epidemiolog Pandu Riono mengatakan, pengendalian Covid-19 di Jabodetabek hanya bisa berhasil jika ada kekompakan dan kesamaan visi dari para kepala daerah terkait.
Tri mengatakan, di Kota Bekasi, angka penularan atau reproduksi (Ro) Covid-19 1,55. Kapasitas tampung tempat tidur untuk merawat pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit Bekasi juga tersisa 180 tempat tidur. Daya tampung itu diperkirakan penuh dalam waktu tujuh hari ke depan.
”Kalau misalnya tiap hari naik per 40 (pasien), 7 hari ke depan ada 280 pasien. Sementara kapasitas rumah sakit kami tidak mencukupi,” katanya.
Dalam rapat itu, kata Tri, Gubernur Jawa Barat juga menyampaikan agar pengendalian Covid-19 di Jabodetabek memiliki satu sistem yang sama. Sebab, Jakarta dan sekitarnya sudah menjadi bagian dari episentrum penularan Covid-19. ”Penanganan harus komprehensif, termasuk Karawang,” kata Tri.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, ditemui secara terpisah, mengatakan, kebijakan pengendalian Covid-19 di Kota Bekasi seirama dengan DKI. Namun, cara penanganannya berbeda karena setiap daerah memiliki fasilitas kesehatan, tim medis, dan sarana yang berbeda pula.
”Seirama dengan DKI, tetapi caranya berbeda. Kalau sama, kami duplikat, dong,
Rahmat mengatakan, di Kota Bekasi, lonjakan kasus terbanyak berasal dari kluster keluarga, yaitu mencapai 519 jiwa dari total 196 keluarga. Adapun cara pengendaliannya dilakukan dengan memperbanyak tes cepat dan tes usap menggunakan alat tes PCR.
Berdasarkan data pada 6 September 2020, akumulasi kasus Covid-19 di Kota Bekasi dari Maret hingga September 2020 sebanyak 2.072 kasus. Dari angka itu, ada 1.746 kasus sembuh, 72 kasus meninggal, dan 254 kasus masih dirawat atau isolasi mandiri.
Selain lonjakan kasus Covid-19, angka kepositifan (positivity rate) di Kota Bekasi juga tinggi, yakni mencapai 10,4 persen. Persentase ini jauh lebih tinggi daripada standar yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 5 persen. Positivity rate adalah perbandingan antara kasus konfirmasi positif dan jumlah sampel yang telah diperiksa dengan metode tes usap.
Butuh kekompakan
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, pengendalian Covid-19 di Jakarta dan daerah sekitarnya hanya bisa berhasil jika ada kekompakan dan kesamaan visi dari para kepala daerah terkait. PSBB ketat juga bukan hanya satu-satunya cara mengendalikan Covid-19 di Jabodetabek.
”Surveilans, testing, dan isolasi juga harus diperketat, sama, dan serentak. Jadi, kalau Jakarta tesnya sudah sedemikian bagus, Bekasi dan daerah sekitarnya juga harus sama. Jadi, kerja samanya bukan hanya soal PSBB, melainkan juga kerja sama merespons pandemi,” kata Pandu.
Kerja sama merespons pandemi secara bersama, kata Pandu, hanya bersifat sementara dengan kurun waktu paling lama dua minggu jika dilaksanakan serius, cepat, dan tepat. Kegiatan ekonomi juga tidak akan mati, tetapi hanya beristirahat sementara dan saat Covid-19 berhasil dikendalikan, pemulihan ekonomi akan berlangsung lebih cepat dan lebih baik.
”Ini jangan dianggap maunya satu kepala daerah saja, tetapi ini karena dorongan yang tidak bisa dihindari. Jadi, rem dulu, istirahat, dan kita akan berjalan lebih cepat karena sudah istirahat,” katanya.