Kasus Positif Terus Bertambah, Pemkot Bogor Siapkan Tambahan Ruang Isolasi
Sejak 29 Agustus 2020, angka kasus positif di Kota Bogor terus bertambah. Pemkot Kota Bogor pun menyiapkan tambahan ruang isolasi pasien Covid-19 sebagai antisipasi lonjakan kasus ekstrem.
BOGOR, KOMPAS — Dalam pelaksanaan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas, Pemerintah Kota Bogor terus berupaya menekan penambahan jumlah kasus positif. Berbagai tindakan tegas pun dilakukan. Namun, hingga lima hari penetapan zona merah, penerapan pembatasan aktivitas, dan pembatasan jam operasional tempat usaha, kasus positif masih terus terjadi. Pemkot Bogor pun bersiap menambah ruang isolasi pasien Covid-19 sebagai antisipasi lonjakan ekstrem.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, berdasarkan data terakhir pada 31 Agustus 2020, ada 115 RW di 51 kelurahan berstatus zona merah karena ada kasus positif yang cukup signifikan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor menerapkan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK).
”Kota Bogor saat ini menerapkan PSBMK selama dua minggu ke depan sampai 11 september. Sebanyak 115 RW zona merah dari total 397 RW di Kota Bogor. Jadi RW yang masuk zona merah harus membatasi orang masuk-keluar. Tidak boleh ada kegiatan yang dapat mengumpulkan massa. Zona merah itu dijaga RW Siaga dan dibantu Babinsa, Babinkamtibmas, camat, dan lurah untuk memonitor,” kata Bima, Rabu (2/9/2020).
Baca juga: Waspadai Lonjakan Kasus Covid-19 di Daerah
Dalam pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas dan status zona merah di Kota Bogor, lanjut Bima, Pemkot Bogor memberlakukan pembatasan jam operasional bagi semua unit usaha hingga pukul 18.00 dan pembatasan aktivitas warga di luar rumah hingga pukul 21.00.
”Sekali lagi pembatasan ini bukan pelarangan karena di atas pukul 21.00 masih memungkinkan warga beraktivitas mencari nafkah atau hal yang mendesak. Jika ada kerumunan, perkumpulan, dan keramaian, itu pasti dibubarkan. Ini adalah strategi dan ikhtiar untuk mengurangi aktivitas warga di luar yang bisa menimbulkan potensi penularan Covid-19 di Kota Bogor,” kata Bima.
Meski pemberlakuan PSBMK sudah berjalan sejak 29 Agustus, angka kasus positif di Kota Bogor belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor mencatat, pada 29 Agustus-1 September 2020, terjadi penambahan 102 kasus sehingga total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 berjumlah 655 orang, kasus meninggal 32 orang, kasus sembuh 387 orang, dan kasus positif aktif 236 orang.
Apa yang saya khawatirkan terjadi, peningkatan kasus masih terjadi, saat ini Kota Bogor masuk zona merah. Kluster keluarga makin tinggi, kluster imported case tinggi. (Bima Arya)
Catatan tertinggi atau rekor penambahan kasus terkonfirmasi positif terjadi pada Senin (31/8/2020), yaitu 30 kasus sejak pandemi Covid-19 merebak.
”Apa yang saya khawatirkan terjadi, peningkatan kasus masih terjadi, saat ini Kota Bogor masuk zona merah. Kluster keluarga makin tinggi, kluster imported case tinggi. Kita dalam level kewaspadaan tinggi. Makin kita abai, justru bahaya semakin tinggi. Keabaian dan ketidakdisiplinan membahayakan keluarga kita. Penambahan kasus pada Senin merupakan rekor tertinggi di Kota Bogor,” ujar Bima.
Baca juga: Antisipasi Situasi Terburuk, Pemkot Bogor Siapkan Ruang Isolasi di Rusunawa
Bima memprediksi kasus Covid-19 di Kota Bogor masih akan terus bertambah. Oleh karena itu, pihaknya saat ini sedang mempersiapkan langkah strategi salah satunya penambahan ruang isolasi. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan ekstrem tersebut.
”Kami siapkan ruang isolasi tambahan di seluruh rumah sakit rujukan. Khusus untuk orang tanpa gejala atau OTG disiapkan nonfasilitas kesehatan. Untuk OTG yang menurut rencana dipusatkan di Lido, Kabupaten Bogor. Ini untuk antisipasi lonjakan kasus ekstrem,” ujar Bima.
Untuk mengantisipas lonjakan pasien Covid-19 di Kota Bogor, kata Bima, ia sudah mengecek kesiapan di dua rumah sakit, yaitu di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi dan Rumah Sakit Hermina. Pasalnya, saat ini ruang isolasi khusus Covid-19 sudah terisi 84 persen dari 258 tempat tidur.
Bima melanjutkan, 60 persen pasien positif merupakan kategori usia produktif dari 20 tahun hingga 60 tahun yang memiliki aktivitas di luar rumah. Sementara 80 persen lansia dan 15 persen anak-anak yang terkonfirmasi positif juga mempunyai riwayat aktif di luar rumah. Dari data tersebut, lanjut Bima, siapa saja yang berkegiatan di luar rumah memiliki risiko tinggi tertular. Ia pun mengimbau warga agar tidak banyak berkegiatan di luar rumah jika tidak ada keperluan yang mendesak.
Jika melihat tren kenaikan positif di Kota Bogor, jelas Bima, pada Maret-April ada 107 persen kasus positif. Persentase kasus cukup tinggi karena pada bulan pertama belum ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Setelah ada kebijakan PSBB dari April-Mei, kasus positif turun 50 persen.
Namun, setelah ada pelonggaran dengan kebijakan relaksasi dari Mei-Juni, kasus positif naik 154 persen. Tren kenaikan drastis pada Agustus adalah 215 persen. Menurut Bima, tinggi kasus kenaikan karena kesadaran dan kedisiplinan protokol kesehatan yang menurun atau sikap abai.
”Kasus Covid-19-nya naik, kesadaran dan kedisiplinan penerapan protokol kesehatan menurun. Jika kita lihat data secara keseluruhan, penyumbang nomor satu dari Covid-19 di kota Bogor adalah kluster rumah tangga sebesar 58 persen. Padahal sebelumnya kluster terbanyak disebabkan dari luar kota. Saat ini penularan dari luar kota sebesar 8 persen. Saat ini di kota Bogor kondisinya adalah trasmisi lokal. Penularan di rumah tangga menjadi kasus yang paling utama yang menjadi perhatian kita bersama,” ujar Bima.
Bima melanjutkan, 54 persen kasus positif merupakan orang yang memiliki gejala, 46 persen tanpa gejala. ”Warga Bogor, kita jaga keluarga tercinta, kita sama-sama ikhtiar secara maksimal untuk memenangi pertarungan melawan Covid-19.
Penegakan aturan
Sejumlah tempat usaha di Kota Bogor pun mulai merasakan dampak dari kebijakan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK). Dalam inspeksi mendadak yang dipimpin Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Senin (31/8/2020), empat tempat usaha mendapat sanksi denda Rp 1 juta hingga Rp 3 juta setelah melanggar aturan jam operasional. Empat rumah makan tersebut masih beroperasi melebihi pukul 18.00.
Pemkot Bogor memberikan sanksi denda kepada empat tempat usaha itu sesuai dengan Peraturan Wali Nomor 107 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Penanggulangan Covid-19.
”Kami menduga, mereka menilai kebijakan Pemkot Kota Bogor sekadar main-main, jadi kami buktikan ada penindakan tegas dan sanksi denda. Kami tidak akan berhenti memantau, warga juga bisa aktif memantau dan melaporkan. Kita jaga Kota Bogor bersama-sama,” kata Dedie.
Ia mengatakan, Pemkot Bogor tidak sedang main-main dalam menjalani PSBMK karena peningkatan jumlah kasus yang terus bertambah. Oleh karena itu, Pemkot Bogor tidak menoleransi sikap sepele dan abai dari pelaku usaha dan masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan.
Dedie menegaskan, masyarakat dan pelaku usaha harus mengerti kondisi Kota Bogor dalam status zona merah atau tingkat penularan tinggi sehingga jika terjadi kerumunan dan penerapan protokol kesehatan tak dijalankan, potensi penularan juga tinggi dan bisa tidak terkendali.
Ia melanjutkan, tempat usaha yang mendapat sanksi wajib membuat pernyataan tidak mengulangi kesalahan dengan melanggar batas jam operasional. Setelah itu, tempat usaha dizinkan buka lagi dengan syarat menerapkan protokol kesehatan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bogor Agustiansyah mengatakan, hingga saat ini sudah ada 13 tempat usaha yang mereka tindak karena melanggar aturan pembatasan jam operasional.
”Sudah ada 13 tempat usaha uang kami denda, mulai dari Rp 250.000 hingga Rp 3 juta. Namun, ada satu rumah makan tidak mau bayar denda, kami akan segel nanti. Kami akan awasi dan patroli rutin,” kata Agustiansyah.
Empat tempat usaha mendapat sanksi denda Rp 1 juta hingga Rp 3 juta setelah melanggar aturan jam operasional.
Selain pengawasan pembatasan jam operasional tempat usaha, Pemkot Bogor juga mengawasi pembatasan aktivitas warga. Dari razia satpol PP, masih banyak ditemukan warga yang beraktivitas tanpa menggunakan masker. Dari razia tersebut ada 546 pelanggaran.
Dedie melanjutkan, Pemkot Bogor akan terus mengencarkan tes usap masif. Tercatat saat ini sudah 11.377 tes usap. Terlebih, Pemkot Bogor mendapatkan pasok satu alat uji reaksi berantai polimerase (PCR) portabel dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Alat tes itu diklaim tidak membutuhkan waktu lama untuk mengetahui hasil tes usap.
”Sudah mencapai target 11.000 tes, tentu pemetaan kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 akan terus dilakukan selama pandemi masih terjadi,” kata Dedie.
Terkait zona merah dan terus bertambahnya kasus positif di Kota Bogor, kata Dedie, selain faktor kedisiplinan protokol kesehatan, lonjakan kasus terjadi karena kasus impor yang kemudian menyebar masuk ke lingkungan sehingga tercipta kluster keluarga.
Menurut Dedie, PSBMK menjadi salah satu cara untuk menekan penularan di Kota Bogor. Namun, akan jauh lebih maksimal jika penekanan penularan dilakukan bersinergi seluruh Jabodetabek. Mengingat banyak warga Kota Bogor yang bekerja di Jakarta sebagai episentrum Covid-19. Oleh karena itu, pembatasan jam kerja harus menjadi perhatian semua kepala daerah atau pemerintah pusat.
”Memang, penanganan kasus di kluster keluarga dan imported case menjadi perhatian kami. Dua kasus ini saling terkait. Kita tentu tidak ingin ada kasus penambahan, terutama dari kluster keluarga, karena anak-anak dan lansia sangat rentan. Ini pekerjaan bersama, memang harus saling bersinergi, tidak hanya untuk Bogor, tetapi daerah Jabodetabek secara keseluruhan,” kata Dedie.
Kota Depok
Aturan pembatasan aktivitas warga dan pembatasan jam operasional tempat usaha juga diterapkan di Kota Depok. Penerapan sanksi denda terhadap pelanggar aturan direncanakan mulai berlaku Kamis (3/9/2020).
Diberitakan sebelumnya, Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, berdasarkan data distribusi kasus konfirmasi positif, pada periode minggu ke-24 dan ke-25 terdapat lebih dari 73,14 persen bersumber dari imported case atau kasus penularan dari luar. Kasus penularan dari luar itu berasal dari kluster perkantoran, yang kemudian berdampak pada penularan di dalam keluarga. Sementara persentase penularan dari kasus transmisi lokal mencapai 26,86 persen.
Baca juga: Tanpa Diikuti Jakarta, Pembatasan di Kota Bogor dan Depok Bakal Kurang Berdampak
Sementara berdasarkan data terbaru pada Selasa (1/9), tercatat 47 kelurahan dari 11 kecamatan di Kota Depok masuk dalam kategori zona merah penularan Covid-19. Berdasarkan standar Kota Depok, kelurahan zona merah merupakan kelurahan yang mencatat minimal 6 kasus aktif atau pasien positif Covid-19 yang sedang ditangani, baik isolasi mandiri atau dirawat di rumah sakit. Kecamatan yang masuk zona merah tersebut, yaitu kecamatan Cilodong, Pancoran Mas, Cimanggis, dan Limo.
”Untuk mengendalikan peningkatan dan penyebaran kasus di Kota Depok, kebijakan Pemkot Depok membatasi seluruh aktivitas warga maksimal sampai dengan pukul 20.00 WIB,” kata Idris.
Idris melanjutkan, pembatasan juga berlaku untuk operasional layanan secara langsung di toko, rumah makan, kafe, minimarket, supermarket, dan mal, sampai pukul 18.00. Khusus untuk layanan antar hanya berlaku hingga pukul 21.00.
Dalam upaya menekan penyebaran, Idris melalui gugus tugasnya akan mengoptimalisasi peran Kampung Siaga Covid-19 dengan prioritas kegiatan pendataan tempat kerja warga, pengawasan masuk-keluar tamu yang datang ke rumah warga, dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat di Kampung Siaga Covid-19. Idris melanjutkan, implementasi pelaksanaan pembatasan sosial melalui kebijakan pembatasan sosial kampung siaga berbasis RW (RW-PSKS).
Untuk optimalisasi pengawasan, Idris berharap warga aktif membantu dan melaporkan jika melihat ketidaktertiban dan ketidakdisiplinan protokol kesehatan di lingkungan wilayah RT, kelurahan, ruang publik, dan tempat berkumpul di kafe yang melebihi ketentuan jam operasional.
”Kita ada aplikasi Kampung Siaga Covid-19 untuk pengaduan warga, termasuk untuk melaporkan pelanggaran protokol kesehatan. Aplikasi ini harus dioptimalkan. Kerja sama warga Kota Depok menentukan penekanan penularan Covid-19,” kata Wali Kota Depok.
Selain pengawasan dan bantuan laporan dari warga, lanjut Idris, pihaknya akan kembali mengawasi dan menertibkan penerapan protokol kesehatan secara tegas. Tidak hanya untuk warga, tetapi juga kelompok, pelaku usaha, dan perkantoran.
Sementara itu, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok Dadang Wihana mengatakan, pembatasan aktivitas warga untuk memastikan ketertiban dan kedisiplinan protokol kesehatan berjalan di semua elemen tanpa terkecuali. Meski begitu, lanjut Dadang, kebijakan itu tidak mengekang aktivitas warga, terutama pekerja atau pegawai, yang terpaksa pulang malam.
”Aktivitas warga maksimal sampai pukul 20.00 WIB. Warga Depok yang bekerja dari Jakarta, misalnya, dan pulang pukul 21.00, ya, silakan. Kebijakan pembatasan aktivitas menyasar warga di Kota Depok karena bertujuan memutus penularan di tingkat lokal. Dari data gugus tugas, 25-30 persen kasus positif terdeteksi merupakan transmisi lokal wilayah tempat tinggal,” kata Dadang.
Dadang melanjutkan, sebelum penerapan sanksi denda, Pemkot Depok masih terus menyosialisasikan pembatasan aktivitas warga dan pembatasan jam operasional tempat usaha untuk meningkatkan kedisiplinan dan kepatuhan.
”Rencana Kamis (3/9/2020) besok, penerapan sanksi sudah berlaku,” kata Dadang.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Budi Haryanto mengatakan, untuk memutus atau mengurangi risiko tinggi penularan, pemerintah daerah harus mampu mengendalikan potensi kerumunan massa.
”Lonjakan kasus akan terjadi minimal sepekan setelah keluar hasil tes usap. Risiko penularan sangat besar karena orang abai dan sulit menerapkan protokol kesehatan dalam keramaian. Jika dalam keramaian ada yang bawa virus atau orang tanpa gejala, akan terjadi risiko penularan tinggi,” kata Budi.
Menurut Budi, pembatasan aktivitas warga dan jam operasi tempat usaha di Kota Depok dan Kota Bogor bisa dicontoh sebagai upaya menekan keramaian dan risiko penularan. ”Kita lihat nanti dalam sepekan pembatasan di Kota Depok dan Kota Bogor, terjadi penurunan kasus positif atau tidak. Kalau tidak, harus pembatasan sosial berskala besar,” ujarnya.