Tanpa Diikuti Jakarta, Pembatasan di Kota Bogor dan Depok Bakal Kurang Berdampak
Kota Depok memberlakukan pembatasan sosial kampung siaga berbasis RW (RW-PSKS). Dalam aturan tersebut, Pemkot Depok membatasi aktivitas warga dan komunitas untuk menekan penyebaran Covid-19.
Kota Depok menyusul Kota Bogor memberlakukan pembatasan aktivitas warga dan pembatasan jam operasional tempat usaha. Dua kota di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta ini tidak ingin kasus Covid-19 terus bertambah. Namun, pembatasan di kedua kota dinilai tidak akan maksimal jika Jakarta sebagai episentrum Covid-19 tidak memberlakukan pembatasan jam kerja perkantoran. Hal ini karena banyak warga Jabodetabek yang bekerja di Jakarta yang masih berstatus zona merah.
Wali Kota Depok Mohammad Idris dalam keterangan resminya, Minggu (30/8/2020), mengatakan, berdasarkan data distribusi kasus konfirmasi positif, pada periode minggu ke-24 dan ke-25 terdapat lebih dari 73,14 persen bersumber dari imported case atau kasus penularan dari luar. Kasus penularan dari luar itu berasal dari kluster perkantoran, yang kemudian berdampak pada penularan di dalam keluarga.
”Untuk mengendalikan peningkatan dan penyebaran kasus di Kota Depok, kebijakan Pemkot Depok membatasi seluruh aktivitas warga maksimal sampai dengan pukul 20.00 WIB,” kata Idris saat dikonfirmasi, Senin (31/8).
Baca juga: Istri Wali Kota Depok Positif Covid-19
Idris melanjutkan, pembatasan juga berlaku untuk operasional layanan secara langsung di toko, rumah makan, kafe, minimarket, supermarket, dan mal, sampai pukul 18.00. Khusus untuk layanan antar hanya berlaku hingga pukul 21.00.
Dalam upaya menekan penyebaran, Idris melalui gugus tugasnya akan mengoptimalisasi peran Kampung Siaga Covid-19 dengan prioritas kegiatan pendataan tempat kerja warga, pengawasan masuk-keluar tamu yang datang ke rumah warga, dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat di Kampung Siaga Covid-19. Idris melanjutkan, implementasi pelaksanaan pembatasan sosial melalui kebijakan pembatasan sosial kampung siaga berbasis RW (RW-PSKS).
Untuk optimalisasi pengawasan, Idris berharap warga aktif membantu dan melaporkan jika melihat ketidaktertiban dan ketidakdisiplinan protokol kesehatan di lingkungan wilayah RT, kelurahan, ruang publik, dan tempat berkumpul di kafe yang melebihi ketentuan jam operasional.
”Kita ada aplikasi Kampung Siaga Covid-19 untuk pengaduan warga, termasuk untuk melaporkan pelanggaran protokol kesehatan. Aplikasi ini harus dioptimalkan. Kerja sama warga Kota Depok menentukan penekanan penularan Covid-19,” kata Wali Kota Depok.
Selain pengawasan dan bantuan laporan dari warga, lanjut Idris, pihaknya akan kembali mengawasi dan menertibkan penerapan protokol kesehatan secara tegas. Tidak hanya untuk warga, tetapi juga kelompok, pelaku usaha, dan perkantoran.
Untuk kepatuhan menjalankan protokol kesehatan di perkantoran, Idris sudah mengeluarkan kebijakan bekerja dari rumah (WFH) bagi aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota Depok. ASN untuk sementara tidak boleh melakukan perjalanan dinas luar daerah dan semua kegiatan rapat dilaksanakan secara virtual.
”Kebijakan WFH dan pemberlakuan pembagian jam kerja sudah kami lakukan. Selain itu, dengan meningkatnya kasus positif, kami juga akan tes usap massal terhadap kasus kontak erat, suspek, dan sasaran priorotas lainnya,” tutur Idris.
Sementara itu, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok Dadang Wihana mengatakan, pembatasan aktivitas warga untuk memastikan ketertiban dan kedisiplinan protokol kesehatan berjalan di semua elemen tanpa terkecuali. Meski begitu, lanjut Dadang, kebijakan itu tidak mengekang aktivitas warga, terutama pekerja atau pegawai, yang terpaksa pulang malam.
”Aktivitas warga maksimal sampai Pukul 20.00 WIB. Warga Depok yang berkerja dari Jakarta, misalnya, dan pulang pukul 21.00, ya, silakan. Kebijakan pembatasan aktivitas menyasar warga di Kota Depok karena bertujuan memutus penularan di tingkat lokal. Dari data gugus tugas, 25-30 persen kasus positif terdektesi merupakan transmisi lokal wilayah tempat tinggal,” kata Dadang.
Baca juga: Kasus Bertambah Signifikan, DKI Jakarta Harus Ubah Strategi Penanganan
Dadang melanjutkan, kebijakan pembatasan aktivitas warga masih sebatas surat edaran Wali Kota Depok. Detail ketentuan dan pelaksanaan mengenai kebijakan tersebut masih disusun melalui peraturan wali kota. Oleh karena itu, saat ini Pemkot Depok masih menyosialisasikan dan edukasi kepada warga terlebih dahulu.
”Sosialisasi dan edukasi dulu ke warga karena masih banyak kerumunan dan aktivitas sampai larut dini hari. Nah, tidak boleh lagi itu kegiatan atau aktivitas sampai dini hari agar penularan Covid-19 pada level komunitas bisa dikendalikan. Sanksi denda bagi pelanggar jam malam hanya diberlakukan bagi pelaku usaha dan panitia acara yang membuat keramaian,” papar Dadang.
Sosialisasi dan edukasi dulu ke warga karena masih banyak kerumunan dan aktivitas sampai larut dini hari.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 pada Senin (31/8), jumlah pasien terkonfirmasi positif mencapai 2.210 kasus. Kasus positif Covid-19 di Kota Depok masih tertinggi di kota dan kabupaten di Jawa Barat.
Zona merah Bogor
Pemberlakuan pembatasan aktivitas warga juga diberlakukan di Kota Bogor sejak dua hari lalu oleh Pemerintah Kota Bogor dengan mengeluarkan aturan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK). Kebijakan ini diambil setelah Kota Bogor masuk zona merah atau daerah berisiko tinggi penyebaran Covid-19. Aturan ini berlaku hingga 11 September 2020.
Selama PSBMK, semua unit usaha, seperti mal, resto, dan kafe, diminta membatasi waktu operasional hingga pukul 18.00. Pemkot Bogor juga memberlakukan pembatasan aktivitas warga di luar rumah setelah pukul 21.00.
Berdasarkan data Satuan Tugas Covid-19 Kota Bogor pada Minggu (30/8) pukul 15.00, terjadi penambahan 23 pasien positif Covid-19, 4 di antaranya berasal dari kluster keluarga.
Dengan penambahan kasus baru itu, jumlah kasus positif di Kota Bogor mencapai 597 kasus. Data kasus positif covid-19 tersebut tersebar di 50 dari 68 kelurahan se-Kota bogor dengan 73,52 persen. Selain itu, ada 106 dari 797 RW atau sebesar 13,29 persen yang masuk zona merah.
Kecamatan Tanah Sareal menjadi wilayah terkonfirmasi tertinggi dengan jumlah kasus positif mencapai 49 kasus. Disusul Kecamatan Bogor Barat dengan 82 kasus positif, Kecamatan Bogor Selatan 27 kasus positif, Kecamatan Bogor Timur 19 kasus positif, Kecamatan Bogor Utara 40 kasus positif, dan Kecamatan Bogor Tengah 16 kasus positif.
Sementara berdasarkan data pada Senin (31/8) tercatat penambahan sebanyak 30 kasus baru sehingga total terkonfirmasi positif di Kota Bogor mencapai 627 orang. Rinciannya, pasien yang masih dalam perawatan 235 orang, dengan total 361 pasien yang dinyatakan sembuh.
”Apa yang saya khawatirkan terjadi, peningkatan kasus masih terjadi, saat ini Kota Bogor masuk Zona Merah. Kluster keluarga makin tinggi, kluster imported case tinggi. Kita dalam level kewaspadaan tinggi. Makin kita abai, justru bahaya semakin tinggi. Keabaian dan ketidakdisiplinan membahayakan keluarga kita. Penambahan kasus terbaru ini merupakan rekor tertinggi di Kota Bogor,” tutur Bima.
Selama PSBMK, Bima mengimbau warga untuk patuh dan bagi warga lanjut usia serta anak-anak agar dalam pengawasan dan tidak keluar karena status zona merah Kota Bogor.
Apa yang saya khawatirkan terjadi, peningkatan kasus masih terjadi, saat ini Kota Bogor masuk zona merah.
Bima melanjutkan, untuk menekan penularan, ia akan langsung turun ke lapangan memastikan PSBMK berjalan dan penerapan protokol kesehatan dijalankan dengan benar. ”Kemarin, saya sudah turun sidak ke sejumlah kafe, tempat usaha, dan kelurahan kampung zona merah, seperti di RW 005 Kelurahan Empang, Bogor Selatan; RW 004 Kelurahan Kebon Pedes, Tanah Sareal; dan RW 001 Kelurahan Tegallega, Bogor Tengah. Ini kami pantau terus,” kata Bima.
Kota Bogor yang kini berstatus zona merah Covid-19 membuat Bima mengeluarkan kebijakan tegas demi menekan laju penyebaran Covid-19. Bima melanjutkan, selain memantau langsung dan menerjunkan petugas gabungan, pihaknya akan mengambil sikap tegas berupa aturan sanksi denda bagi yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Aturan tersebut teruang dalam Peraturan Wali Kota Nomor 107 Tahun 2020 tentang Penerapan Sanksi Administrasi bagi Pelanggar Protokol Kesehatan. Aturan itu sudah berlaku mulai Sabtu (29/8).
”Kami memberlakukan Perwali No 107 untuk menerapkan sanksi dengan cepat karena landasan yang digunakan kemarin masih agak berjenjang dan lama dalam penindakan. Jadi, dari perwali bisa langsung menerapkan sanksi kepada warga dan tempat usaha yang melanggar protokol kesehatan,” ujar Bima.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor Dedie A Rachim melanjutkan, Pemkot Bogor menerapkan sanksi bagi yang tidak mengenakan masker dengan landasan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 60 Tahun 2020.
Dalam pergub itu, pelanggar, misalnya, baru bisa dikenai sanksi denda setelah melewati empat tahapan teguran, yaitu teguran lisan, teguran tertulis, penahanan identitas, dan sanksi denda. Namun, dalam Perwali 107, terdapat dua pemberian sanksi, yaitu sanksi denda atau sanksi sosial. Dalam pemberian sanksi, tidak ada lagi teguran lisan atau tertulis.
Dalam Perwali No 107/2020 tertulis, pemberlakuan denda sebesar Rp 50.000 hingga Rp 250.000 kepada pejalan kaki di tempat atau fasilitas umum. Sanksi serupa juga berlaku kepada pengemudi atau penumpang mobil pribadi yang tidak bermasker dan ojek daring dan penumpang yang tidak bermasker.
Adapun bagi pengemudi atau penumpang yang berada di dalam mobil pribadi ataupun mobil angkutan umum yang tidak mengenakan masker mendapat denda Rp 100.000 hingga Rp 1 juta.
Selain penerapan sanksi, lanjut Dedie, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memasok satu unit alat uji reaksi berantai polimerase (PCR) portabel untuk Kota Bogor yang kini sudah bersatus zona merah. Alat tes itu diklaim tidak membutuhkan waktu lama untuk mengetahui hasil tes usap.
”Kita dapat bantuan PCR portabel satu unit dari Pemprov Jabar. Nilainya hampir Rp 1 miliar. Kapasitas 36 sampel setiap hari dan hasilnya tidak sampai sehari keluar,” kata Dedie.
Dedie melanjutkan, hingga saat ini, Pemkot Bogor sudah melakukan tes usap kepada 10.350 sampel spesimen. Pemkot menargetkan 11.000 kali tes usap. Namun, melihat kasus lonjakan terus terjadi dan belum meredanya penyebaran, target 11.000 bisa bertambah.
”Target ini untuk memetakan potensi kasus dan sebaran. Saat ini, dari 11.000 sudah dilakukan 10.350 sampel spesimen dari tes usap. Jika sudah mencapai target, tentu pemetaan kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 akan terus dilakukan selama pandemi masih terjadi,” kata Dedie.
Terkait zona merah dan terus bertambahnya kasus positif di Kota Bogor, kata Dedie, selain faktor kedisiplinan protokol kesehaatan, lonjakan kasus terjadi karena kasus impor yang kemudian menyebar masuk ke lingkungan sehingga tercipta kluster keluarga.
Menurut Dedie, PSBMK menjadi salah satu cara untuk menekan penularan di Kota Bogor. Namun, akan jauh lebih maksimal jika penekanan penularan dilakukan bersinergi seluruh Jabodetabek. Mengingat banyak warga Kota Bogor yang bekerja di Jakarta sebagai episentrum Covid-19. Oleh karena itu, pembatasan jam kerja harus menjadi perhatian semua kepala daerah.
”Memang, penanganan kasus di kluster keluarga dan imported case menjadi perhatian kami. Dua kasus ini saling terkait. Kita tentu tidak ingin ada kasus penambahan, terutama dari kluster keluarga, karena anak-anak dan lansia sangat rentan. Ini pekerjaan bersama, memang harus saling bersinergi, tidak hanya untuk Bogor, tetapi daerah Jabodetabek secara keseluruhan,” papar Dedie.
Baca juga: Kota Bogor Terancam Masuk Zona Merah
Sementara itu, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, kebijakan pembatasan jam kerja dan jumlah karyawan harus diambil karena angka kasus di Jabodetabek terus meningkat.
”Kluster perkantoran ini bahaya karena dari mereka bisa menyebabkan kluster baru di keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal, apalagi jika pemerintah tidak ketat mengawasi. Lebih baik putus di hulunya. Jika sudah di hilir, akan susah dikendalikan,” kata Tri.