Covid-19 Kluster Keluarga di Bekasi Meningkat, Tugas RW Kian Berat
Penambahan kasus Covid-19 dari kluster keluarga menambah beban kerja pengurus RW di Kota Bekasi. Mereka tak hanya dipusingkan dengan warga yang apatis, tetapi ikut mencari cara mengisolasi pasien Covid-19.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kasus baru Covid-19 dari kluster keluarga yang kian meningkat di Kota Bekasi menambah beban kerja pengurus RW. Mereka tak hanya berperan mengingatkan warga untuk patuh pada protokol kesehatan, tetapi ikut mencari cara mengisolasi pasien yang dinyatakan positif Covid-19. Pemerintah didesak untuk segera mengevaluasi RW siaga yang dijadikan sebagai garda terdepan melawan penyebaran Covid-19.
Jumlah kasus Covid-19 dari kluster keluarga di Kota Bekasi mencapai 437 jiwa dari 115 keluarga. Kasus penularan di lingkungan keluarga paling banyak berasal dari warga Kota Bekasi yang baru datang dari luar daerah seusai mengunjungi kerabat atau saudaranya.
Di RW 011 Kelurahan Jatimekar, Kecamatan Jatiasih, salah satu warga setempat dinyatakan positif Covid-19 pada 19 Agustus 2020, setelah kembali dari Pekalongan, Jawa Tengah. Warga yang positif Covid-19 itu merupakan pembantu rumah tangga di salah satu perumahan warga di wilayah RW itu.
”Ketika kembali ke Bekasi, majikannya tidak mau agar dia langsung kembali bekerja. Majikannya minta untuk dia dites Covid-19 dulu,” kata Ketua RW 011 Samsudin Panji, Senin (24/8/2020), di Kota Bekasi.
Pembantu rumah tangga itu pun kemudian mengikuti tes usap tenggorokan dan dinyatakan positif Covid-19. Kasus itu merupakan kasus pertama Covid-19 di wilayah RW 011. Beban pengurus RW pun bertambah lantaran mereka harus mencari tempat isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 tanpa gejala itu.
Pengurus RW harus mencari tempat isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 tanpa gejala.
”Kami terpaksa menyewa salah satu rumah kontrakan untuk mengisolasi pembantu rumah tangga tersebut. Biaya sewa dari khas RW dan uang pribadi. Kami juga menyiapkan seluruh kebutuhan makan dan minum pasien tersebut selama masa isolasi,” tutur Samsudin.
Ikut terlibat menangani pasien positif Covid-19, menurut Samsudin, diakui kini memberatkan tugas pengurus RT dan RW. Sebab, mereka setiap hari sudah dipusingkan dengan berbagai sifat dan tingkah laku warga yang sebagian tidak peduli atau tidak patuh pada protokol kesehatan.
”Banyak warga yang percaya dengan isu yang beredar bahwa Covid-19 itu hanya konspirasi. Pada akhirnya mereka bersikap apatis dan tidak peduli,” ucapnya.
Tes massal
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, untuk melacak kemungkinan transmisi Covid-19 dari kluster keluarga yang tersebar di 32 kelurahan, Pemerintah Kota Bekasi kembali menggelar tes massal Covid-19. Tes cepat itu digelar di 259 wilayah RW yang tersebar pada 53 kelurahan dari total 56 kelurahan di daerah itu.
”Tes cepat sedang berjalan sekarang. Kami siapkan 7.000 stok alat tes cepat dan 7.000 kit PCR bantuan dari Bandung (Pemerintah Provinsi Jawa Barat). Ini dilaksanakan di wilayah RW yang selama ini menyebabkan kluster baru,” katanya.
Akumulasi kasus Covid-19 di Kota Bekasi, hingga 18 Agustus mencapai 1.324 kasus. Dari jumlah itu, ada 225 kasus aktif Covid-19. Adapun hingga Senin, jumlah pasien yang masih dirawat atau menjalani isolasi mandiri tersisa 50 kasus.
Selain menggencarkan tes masif, untuk menekan kasus baru Covid-19 di wilayah RW, warga yang datang dari luar daerah diharapkan memiliki kesadaran untuk terlebih dahulu melaporkan kedatangannya ke pengurus wilayah di tingkat RT dan RW. Laporan itu akan ditindaklanjuti pihak RT dan RW dengan membawa warga tersebut untuk mengikuti tes cepat di puskesmas.
Pemerintah Kota Bekasi juga kini memperketat aktivitas yang mengundang kerumunan di kawasan permukiman. Untuk setiap kegiatan atau hajatan yang berpotensi menghadirkan banyak orang, pihak penyelenggara kegiatan harus terlebih dahulu mengajukan izin ke kecamatan dan kepolisian sektor.
”Saya perintahkan ke camat, saya keluarkan instruksi kalau ada yang mengumpulkan orang untuk hajatan, harus mempertimbangkan luas wilayah yang dipakai dan jumlah orang yang hadir. Kalau ada acara dangdutan, harus izin ke polsek,” ucap Rahmat.
Saya perintahkan ke camat, saya keluarkan instruksi kalau ada yang mengumpulkan orang untuk hajatan, harus mempertimbangkan luas wilayah yang dipakai dan jumlah orang yang hadir. (Rahmat Effendi)
Evaluasi RW siaga
Pengamat sosial dari Institute Bisnis Muhammadiyah Bekasi, Hamluddin, menambahkan, meningkatnya kasus baru Covid-19 di Kota Bekasi tidak terlepas dari abainya sebagian masyarakat untuk tidak lagi mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Di Kota Bekasi, tradisi pertemuan rutin warga dengan bertatap muka di tingkat RT dan RW pun sudah kembali berlangsung normal.
”Pertemuan yang sempat terhenti selama tiga atau empat bulan itu kembali terjadi lagi. Orang-orang yang tinggal di wilayah RT atau RW itu aktivitasnya beragam. Ada yang ke Jakarta, ke luar kota, sehingga tidak ketahuan siapa yang menjadi pembawa di antara sesama warga itu," katanya.
Hamluddin menambahkan, peran RW sebagai ujung tombak sosialisasi Covid-19 selama masa adaptasi tatanan hidup baru melalui program RW siaga dinilai belum optimal. Ada banyak persoalan sosial yang muncul di tingkat RT dan RW.
”Jadi, program RW siaga ini perlu dievaluasi. Perlu dilihat kembali apakah selama ini rambu-rambu edukasi protokol kesehatan sudah optimal atau belum. Sebab, perilaku warga di tingkat RT dan RW itu berbeda dengan perilaku dan pola sosial secara umum masyarakat di tingkat kota,” kata Hamluddin.
Ia menambahkan, gagasan RW siaga tak bisa sepenuhnya jadi tanggung jawab pengurus RT dan RW. Pemerintah perlu hadir dan bersama-sama masyarakat menyukseskan program RW siaga yang digagas Pemerintah Kota Bekasi.
”Program penyuluhan apa pun, kalau diserahkan tanpa ada pendampingan, tidak akan sukses. Makanya, harus ada pihak dari pemerintah yang mengawal setiap RW untuk aktif menjadi penyuluh di tempat-tempat tersebut,” tuturnya.