Rasio Positif Covid-19 Kota Bekasi di Atas Standar WHO
Presentase kasus positif di Kota Bekasi capai 7,7 persen atau lebih tinggi daripada Jakarta. Kemampuan melacak kasus Covid-19 di daerah itu pun tertinggal jauh dari Ibu Kota.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Kota Bekasi, Jawa Barat, mulai berdampak pada peningkatan kasus Covid-19 di daerah itu. Hingga Selasa (18/8/2020), jumlah kasus aktif Covid-19 mencapai 225 kasus. Adapun presentase kasus positif di Kota Bekasi sebesar 7,7 persen, atau bahkan lebih tinggi daripada Jakarta.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, akumulasi kasus Covid-19 di Kota Bekasi mencapai 1.324 orang dengan rincian 1.044 orang sembuh, 225 kasus positif aktif, dan 55 orang meninggal. Peningkatan kasus Covid-19 di Kota Bekasi mulai terjadi sejak tiga minggu terakhir.
”Jadi, sekarang ini kami minta juga kepada rumah sakit swasta untuk dapat melakukan kegiatan perawatan dan isolasi karena biayanya juga ditanggung oleh Kementerian Kesehatan. Kluster keluarga yang ada meningkat, ada pertambahan 155 keluarga dengan jumlah 437 orang. Ini tinggi,” tutur Rahmat di Kota Bekasi, Selasa pagi.
Kasus dari kluster keluarga itu tersebar di 32 kelurahan pada 10 kecamatan dari total 12 kecamatan di daerah itu. Penambahan kasus dari kluster keluarga itu diklaim dapat disembuhkan dengan cepat dan dalam jangka waktu penyembuhan paling lama satu minggu.
Penularan dari kluster keluarga terjadi akibat banyaknya warga Kota Bekasi yang melakukan perjalan ke luar daerah untuk kepentingan silaturahmi dengan keluarga. Penularan itu tak bisa dihindari lantaran adaptasi tatanan hidup baru selama masa PSBB proporsional dianggap masyarakat sudah tidak ada lagi risiko penularan Covid-19.
”Transmisi sekarang ini pada saat kita lepas, jadi masa adaptasi tatanan hidup baru itu semua menganggap tidak ada lagi virus. Namun, kami masih punya kemampuan swab, tim medis, dan punya kemampuan infrastruktur,” kata Rahmat.
Persentasi positif tinggi
Rahmat menambahkan, positivity rate atau persentase kasus positif atau angka kepositifan di Kota Bekasi hingga saat ini sebesar 7,7 persen. Persentase kasus positif ini meningkat tajam lantaran daerah itu pernah mencatatkan positivity rate 4,2 persen, atau di bawah 5 persen sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Jika membandingkan dengan DKI Jakarta, angka kepositifan Kota Bekasi masih lebih tinggi. DKI Jakarta, hingga 17 Agustus 2020, persentase kasus positif dalam sepekan terakhir sebesar 5,9 persen.
Kota Bekasi juga masih tertinggal jauh dari DKI Jakarta dalam melacak sebaran kasus Covid-19 di daerah itu, terutama dengan alat tes usap tenggorokan (PCR). Hingga saat ini, jumlah keseluruhan alat tes PCR yang sudah digunakan untuk melacak kasus Covid-19 di Kota Bekasi sebanyak 26.000 PCR dan 53.025 alat tes cepat. Adapun di Jakarta, hanya dalam sepekan, sudah 39.671 orang yang dites dengan PCR.
Menurut Rahmat, Kota Bekasi masih memiliki stok PCR sebanyak 11.000 alat dan 60.735 alat tes cepat. Pemerintah Kota Bekasi juga mendapat tambahan satu unit portable PCR dan 1.000 kit PCR dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
”Jadi, per hari ini ada 200 spesimen yang harus diperiksa. Makanya, nanti saya minta ke dinas kesehatan untuk entah sewa atau beli lagi portable PCR agar di Labkesda Kota Bekasi pemeriksaan spesimen berjalan 24 jam,” katanya.
Fokus sosialisasi
Sebelumnya, anggota Komisi I DPRD Kota Bekasi, Nicodemus Godjang, mendesak Pemerintah Kota Bekasi menggencarkan kembali sosialisasi kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan. Ia menilai, semangat edukasi dari aparatur pemerintah kian mengendur selama masa adaptasi tatanan hidup baru.
”Semangat sosialisasi hanya di awal-awal. Pemerintah Kota Bekasi harus segera kembali mengawasi dan meningkatkan sosialisasi di tempat keramaian, mal, dan pertokoan. Ini harus kembali jalan seperti awal karena masyarakat kalau tidak diingatkan sering lupa,” ucap politikus PDI-P itu.
Pengamat kebijakan publik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, meminta Pemerintah Kota Bekasi mulai menerapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan Covid-19. Dasar hukum sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan yang diteken Gubernur Jawa Barat dapat dijadikan Pemerintah Kota Bekasi sebagai pedoman.
Menanggapi desakan itu, Rahmat mengatakan, Pemerintah Kota Bekasi akan kembali menggiatkan sosialisasi di tingkat RT dan RW. Saat ini, 40 persen aparatur sipil negara Kota Bekasi juga sudah disebar ke wilayah tingkat RT dan RW untuk mengajak warga mematuhi protokol kesehatan. Daerah itu juga berkomitmen untuk tetap mengutamakan pendekatan preventif dibandingkan penerapan sanksi.
”Ini bukan persoalan pengetatan, melainkan bagaimana mengingatkan kembali pada status siaga RW. Kembali kepada karantina wilayah di tingkat RT dan RW,” ujar Rahmat.