Yuk, Kurangi dan Daur Ulang Bungkus Plastik Belanja Daring Kita
Selama PSBB dan WFH karena pandemi, tingkat belanja daring masyarakat melonjak. Dampaknya, sampah plastik pembungkus belanjaan ikut meningkat karena warga langsung membuang tanpa memanfaatkan lagi.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI merilis, selama pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang diikuti kebijakan bekerja dari rumah, tingkat belanja daring melonjak cukup besar. Hal itu rupanya berkorelasi dengan semakin banyaknya jumlah sampah plastik pembungkus belanjaan daring.
M Reza Cordova, peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, yang dihubungi pada Sabtu (23/5/2020) menjelaskan, selama pemberlakuan PSBB dan work from home (WFH) alias bekerja dari rumah, Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI membuat survei tentang masyarakat Jabodetabek pada 20 April-5 Mei 2020.
Dari survei tersebut diketahui, perilaku mayoritas warga Jabodetabek melakukan belanja daring cenderung meningkat. Belanja daring dari 1-5 kali per bulan per orang menjadi 1-10 kali per bulan per orang semasa PSBB/WFH.
Makanan, disinfektan, dan obat-obatan adalah produk favorit dalam berbelanja daring. Sayangnya, 96 persen dari paket yang diterima dibungkus dengan bahan plastik, terutama selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap. Di kawasan Jabodetabek, sampah plastik dari pembungkus paket menyaingi sampah dari kemasan produk yang dibeli.
”Terkait tingginya sampah plastik, dalam survei, masyarakat Jabodetabek yang peduli lingkungan itu tinggi. Bahkan, hampir semua mengatakan peduli lingkungan. Namun, tidak ada tindakan nyata,” kata Reza.
Salah satu yang disampaikan adalah pentingnya memilah sampah sebelum dibuang. Fakta di lapangan, 98 persen responden menilai pentingnya memilah sampah. Kenyataannya, hanya satu dari dua responden yang memilah sampah plastik.
Terkait tingginya sampah plastik, dalam survei, masyarakat Jabodetabek yang peduli lingkungan itu tinggi. Bahkan, hampir semua mengatakan peduli lingkungan. Namun, tidak ada tindakan nyata.
Dari survei, lanjut Reza, tingginya sampah plastik pembungkus ini terjadi karena menurunnya kebiasaan masyarakat melakukan 3R, yaitu recycle (mendaur ulang), reuse (memanfaatkan kembali), dan reduce (mengurangi sampah). Karena ada pandemi Covid-19, ada kekhawatiran virus korona dapat bertahan di permukaan plastik selama tiga hari. Dibandingkan dengan kardus atau stainless, masyarakat cenderung langsung membuang plastik pembungkus.
Dalam situasi tanpa pandemi, lanjut Reza, biasanya plastik pembungkus itu akan dicuci lalu dipakai kembali. Lantaran ada pandemi dan kekhawatiran adanya virus, perilaku itu 3R itu kian menurun.
Bahkan, lanjut Reza, masih dalam kondisi PSBB/WFH, tim dari Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI yang melakukan survei di muara kali-kali Jakarta mendapati banyaknya sampah medis. Utamanya masker serta alat perlindungan diri dan jas hujan.
”Kemungkinan karena kekhawatiran, sampah yang tadinya sudah dimasukkan ke tong sampah dibuang begitu saja di kali,” katanya.
Untuk mengurangi sampah plastik, Reza melanjutkan, dirinya dan tim peneliti mengajak masyarakat Jabodetabek bersama-sama mengurangi sampah plastik dalam berbelanja daring. Caranya dengan mendukung penjual dan produk tanpa pembungkus plastik, meminta penjual mengurangi pembungkus plastik, membeli barang dalam kemasan besar atau satukan bermacam daftar belanjaan dalam satu pembelian, memanfaatkan kembali pembungkus plastik setelah dibersihkan, memilah sampah plastik untuk daur ulang, serta membeli barang dari lokasi yang lebih dekat dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Mendukung penjual dan produk tanpa pembungkus plastik, meminta penjual mengurangi pembungkus plastik, membeli barang dalam kemasan besar atau satukan bermacam daftar belanjaan dalam satu pembelian, memanfaatkan kembali pembungkus plastik setelah dibersihkan, memilah sampah plastik untuk daur ulang, serta membeli barang dari lokasi yang lebih dekat dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, selama WFH dan PSBB memang terjadi peningkatan frekuensi berbelanja secara dari daring, baik layanan antar makanan siap saji maupun belanja non-makanan. Hal ini memang berdampak terhadap peningkatan sampah plastik pembungkus paket belanja daring tersebut.
Andono mengimbau agar masyarakat mengurangi timbulan sampah plastik tersebut dengan menjalankan tips belanja daring ramah lingkungan yang direkomendasikan LIPI.
Selain itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan kembali pembungkus plastik setelah dibersihkan, memilah sampah plastik untuk didaur ulang atau ditabung di Bank Sampah terdekat.