Berbagai gerakan hingga kebijakan dan peraturan di negara lain bisa diadaptasikan di Indonesia. Itu bisa membantu Indonesia mengatasi pencemaran plastik di lingkungannya.
Di tahun 2020, Garnier Indonesia mencanangkan kampanye Green Beauty. Masyarakat diajak memilah sampah dan mendaftarkan pengangkutan sampah yang dapat didaur ulang lewat aplikasi eRecycle.
Perhatian pemerintah saat ini masih menganggap masalah plastik ada di kemasan sekali pakai dan kantong keresek yang menumpuk di dalam sampah rumah tangga.
Jane dan Alif mendirikan usaha rintisan Siklus Refill untuk mengurangi penggunaan sampah plastik di Indonesia. Usaha rintisan ini menyediakan beberapa produk rumah tangga tanpa kemasan, melalui cara isi ulang.
Pemerintah diminta terus mengantisipasi pengiriman sampah plastik secara ilegal dari luar negeri. Hal itu dilakukan dengan memperkuat pengawasan, mendata perusahaan daur ulang plastik, dan sosialisasi aturan baru.
Indonesia termasuk 10 besar negara pengimpor plastik, termasuk limbah plastik, terbanyak di dunia. Impor ini perlu dikurangi dengan pembatasan impor dan memperkuat industri daur ulang.
Penanganan sampah yang melibatkan produsen, pemerintah, serta masyarakat belum berjalan seiring. Sementara produsen yang turut aktif menghasilkan sampah masih kurang dilibatkan.
Komitmen dan konsistensi serta aksi bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah dan produsen, dibutuhkan untuk mengatasi persoalan sampah. Pemerintah dan produsen didesak agar lebih bertanggung jawab.
Produsen berkontribusi meminimalkan produksi yang menghasilkan sampah, termasuk sampah plastik, di antanya melalui inovasi kemasan. Agar sampah tidak jadi masalah, penanganannya membutuhkan kolaborasi dan konsistensi.
Produsen barang konsumsi berupaya menekan timbulan sampah plastik yang hingga kini angka daur ulangnya masih 10-11 persen. Salah satu upaya itu, mendesain ulang kemasan produk agar lebih ramah lingkungan.