Bertaruh Nyawa dalam Impitan Transportasi Publik Saat Wabah Covid-19
Tidak semua orang memiliki privilese untuk diam dan bekerja di rumah. Sejumlah pencari nafkah harus berimpitan di gerbong kereta sambil berdoa agar dirinya tidak terpapar Covid-19.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·4 menit baca
Jam belum genap menunjukkan pukul 06.00, tetapi Stasiun Tangerang sudah dipenuhi para komuter yang hendak pergi ke Jakarta. Kepadatan terjadi akibat pembatasan jam operasional kereta yang ditetapkan PT Kereta Commuter Indonesia.
Kereta yang semula beroperasi pada pukul 04.00-24.00 dibatasi menjadi pukul 06.00-20.00 per hari ini, Senin (23/3/2020). Tujuannya untuk mengurangi potensi penyebaran virus SARS-CoV-2.
Padma (26) adalah salah satu komuter yang resah. Ia harus berdesakan dan saling dorong dengan ratusan orang lain demi bisa masuk ke gerbong kereta. Ia tidak punya pilihan lain karena tarif KRL adalah yang paling ramah di kantongnya.
Tubuh Padma mau tak mau menempel dengan tubuh penumpang-penumpang lain. Risiko penularan virus korona baru membayangi Padma selama perjalanan menuju ke Stasiun Palmerah. Masker dan jaket yang ia kenakan pun beralih fungsi menjadi alat pelindung diri darurat.
”Kebijakan pengurangan jam operasional membuat stasiun jauh lebih padat dibanding hari biasa. Sebelumnya, kondisi gerbong lengang sehingga kami bisa melakukan pembatasan sosial (social distancing),” kata Padma di Jakarta, Senin.
Selain mengenakan masker dan jaket, Padma melindungi diri dengan mengurangi kontak fisik. Ia tidak mau menyentuh barang apa pun yang berpotensi menjadi sumber penyebaran virus. Jika ada penumpang yang tidak menerapkan etika batuk atau bersin, Padma sebisa mungkin pindah ke gerbong lain.
Bekerja ke kantor
Naik transportasi umum adalah risiko yang harus ditempuh Padma sebagai karyawan di bidang teknologi informasi. Pekerjaannya tidak memungkinkan ia bekerja dari rumah (work from home/WFH) sesuai imbauan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Data yang ia pegang adalah data krusial perusahaan yang tidak boleh dibawa pulang. Selain Padma, masih ada ratusan, bahkan ribuan, pekerja lain yang terpaksa pergi ke kantor.
Ia harus berdesakan dan saling dorong dengan ratusan orang lain demi bisa masuk ke gerbong kereta. Ia tidak punya pilihan lain karena tarif KRL adalah yang paling ramah di kantongnya.
”Sejauh ini belum ada imbauan WFH dari kantor. Untuk antisipasi, meja satu dengan lain diberi jarak 1 meter dengan sekat. Jaket yang digunakan karyawan juga tidak boleh masuk kantor. Jaket harus dititipkan di loker. Ada cairan pembersih tangan di kantor. Walaupun begitu, saya masih takut karena harus ke kantor pakai kereta,” tutur Padma.
Rio (27), karyawati asal Bekasi, juga mengaku masih harus bekerja di kantor. Upaya pencegahan yang dilakukan perusahaan tempatnya bekerja antara lain memberi jarak minimal 1,5 meter antarmeja, memberlakukan sistem sif, mengurangi jumlah pegawai harian yang piket, pembatasan kunjungan tamu, dan penyemprotan disinfektan.
”Perusahaan bergerak di bidang pabrikasi. Kebijakan WFH kemungkinan tidak akan diterapkan,” kata Rio.
Ia mengaku waswas bekerja di kantor. Kendati perusahaan telah melakukan upaya pencegahan penyebaran virus, Rio harus tetap menempuh perjalanan dengan kereta dari Tangerang ke Bekasi.
”Aku berencana beralih pakai sepeda motor pribadi. Walaupun jarak tempuh jauh, aku tidak perlu bersinggungan dengan keramaian dan fasilitas umum,” katanya.
Sementara itu, kebijakan bekerja di rumah diterapkan secara bergantian di tempat Shifa Maulina (27) bekerja. Minggu ini adalah gilirannya bekerja di kantor. Untuk tiba di kantor, ia juga harus berimpitan dengan ratusan orang di kereta pagi ini.
Aku berencana beralih pakai sepeda motor pribadi. Walaupun jarak tempuh jauh, aku tidak perlu bersinggungan dengan keramaian dan fasilitas umum.
Shifa mengaku waswas ketika harus berada di tempat ramai seperti stasiun dan kereta. Pasalnya, ia tidak pernah tahu orang yang benar-benar sehat dan tidak. Ia pun membekali diri dengan baju lengan panjang, cairan pembersih tangan, masker, dan tisu basah.
Kebijakan dievaluasi
Keluhan Padma dan ratusan komuter lainnya tentang kekacauan pada Senin pagi didengar PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Kebijakan dievaluasi setelah berlaku selama setengah hari. Jam operasional KRL akan kembali seperti semula, yakni pukul 04.00-24.00 dengan 991 perjalanan per hari.
”Jadwal KRL akan kembali normal pukul 15.00 dan berlanjut normal hingga seterusnya,” kata Vice President Corporate Communications PT KCI Anne Purba.
Sebelum kebijakan dievaluasi, sejumlah komuter mengadukan keluhan ke PT KCI melalui Twitter. Kepadatan kereta membuat mereka tidak bisa berjarak dengan penumpang lain. Hal ini meningkatkan potensi penyebaran SARS-CoV-2.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat untuk melakukan pembatasan sosial di tempat umum. Ada pula imbauan untuk melakukan aktivitas di dalam rumah guna menekan infeksi Covid-19 di masyarakat.
Hingga hari Senin (23/3/2020), ada 579 orang di Indonesia yang dinyatakan positif korona. Dari jumlah itu, 49 orang meninggal dan 30 orang sembuh.
Untuk menekan penyebaran Covid-19, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun mengeluarkan Seruan Gubernur Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Perkantoran dalam Rangka Mencegah Penyebaran Wabah Covid-19. Seruan ini berlaku pada 20 Maret 2020 hingga 2 April 2020.
Seruan tersebut mengimbau agar perusahaan secara serius segera menghentikan seluruh kegiatan perkantoran untuk sementara waktu, menutup fasilitas operasional, dan melakukan kegiatan berusaha dari rumah. Namun, belum semua perusahaan mengikuti seruan tersebut.