Sebelum Ditangkap KPK, Panitera Pengganti Temui Advokat
Oleh
DD06
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Panitera pengganti Pengadilan Negeri Tangerang Tuti Atika diduga bertemu advokat di ruang kerjanya sebelum terkena operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, Panitera Pengganti dan Hakim tidak boleh menerima tamu apalagi advokat di ruang kerjanya.
Sebelumnya, Senin (12/3) sore, KPK telah menetapkan tujuh orang untuk pemeriksaan awal atas dugaan suap perkara perdata. Selain Panitera Pengganti (PP) Tuti, enam orang lain yang diperiksa adalah Hakim PN Tangerang Wahyu Widya Nurfitri serta advokat dan pihak swasta.
Menurut sejumlah pegawai di PN Tangerang, Tuti ditangkap KPK di ruang kerjanya, di lantai 3 Gedung PN Tangerang, pada pukul 16.35 atau lima menit usai pulang kerja. Salah seorang petugas PN Tangerang mengungkapkan, Tuti bertemu dengan advokat sekitar pukul 16.00, di ruang kerjanya.
“Advokat itu bilang ingin bertemu Bu Tuti. Kemudian setelah disampaikan ke Bu Tuti, advokat itu dipersilakan masuk ke ruangan kerjanya,” kata pegawai tersebut saat ditemui di Gedung PN Tangerang, Selasa (13/3).
Advokat itu kemudian turun ke lobi usai selesai bertemu Tuti. Ketika turun, dia sudah ditunggu oleh KPK, yang langsung menangkapnya saat itu juga. Setelah itu, anggota KPK naik ke lantai 3 untuk menangkap Tuti.
Tuti bersama advokat tersebut dibawa ke mobil hitam yang sudah disediakan KPK. “Yang saya tahu hanya dua orang yang dibawa saat itu. Tidak tahu sisanya, mungkin yang lain sudah ditangkap sebelumnya” kata pegawai itu.
Pertemuan Tuti dan advokat itu sebetulnya dilarang. Sejak adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tamu tidak boleh menemui PP maupun hakim di ruangannya.
Larangan itu disampaikan Ketua Pengadilan Tinggi Banten Sri Sutatiek, saat kunjungan ke PN Tangrang, Selasa sore. Sri mengatakan, sudah mencegah dan mengingatkan larangan menerima tamu setiap dua minggu sekali.
“Hakim dan PP dilarang menerima tamu. Ada kursi tamu saja di ruangan mereka, saya minta singkirkan. Itu semata-mata untuk kebaikan kita semua,” ucap Sri, yang langsung melakukan pembinaan pada PN Tangerang usai terjadinya OTT.
Menurut Sri, pertemuan panitera dan hakim dengan mereka yang tengah berperkara di pengadilan dilarang untuk menghindari persekongkolan pada perkara. Apalagi, saat ini sudah ada PTSP. “Semua pencari keadilan itu masuk lewat PTSP, yang berurusan dengan perkara di situ. Tidak bisa naik ke lantai dua ke atas (ruang Hakim dan PP). Tidak ada akses untuk ke sana,” ucapnya.
Akses ke ruang Hakim dan PP itu dibatasi dengan satu penjaga dan pemindai sidik jari yang terdapat di depan pintu kaca. Sementara itu, pendaftaran PTSP berada di lantai satu.
Sementara itu, Hubungan Masyarakat PN Tangerang Irfan Siregar mengatakan, tidak mengetahui advokat ataupun pihak swasta yang ditangkap KPK. Dia hanya mengetahui penangkapan Tuti.
“Saya sebagai humas belum mendengar yang lain. Satu lagi, katanya ada juga seorang Hakim PN Tangerang Wahyu, tetapi dia tidak di tempat ini karena sudah cuti atau izin dua hari,” ucap Irfan.
Irfan menambahkan, saat ini ruang kerja Tuti dan Wahyu telah disegel. Sementara itu, Irfan belum memastikan hal terkait penyebab, barang bukti, dan jenis perkara yang dipermasalahkan. Dia menyerahkan hal tersebut pada KPK.
Sementara itu, penangkapan Wahyu diketahui tidak terjadi di PN Tangerang. Berdasarkan keterangan salah seorang pegawai PN Tangerang, Wahyu ditangkap KPK karena laporan dari Tuti. Saat digrebek KPK, Tuti kaget dan histeris. Tuti dengan spontan menyatakan itu bukanlah tindakannya.
“Tuti mengatakan dia tidak bersalah. Dia hanya diminta melakukannya oleh Wahyu. Tuti juga meminta untuk tidak dibawa,” ucap pegawai itu.
Minta dihentikan
Pada Selasa pagi, PN Tangerang dikunjungi oleh Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari. Dia datang untuk berkoordinasi langsung dengan petinggi di PN Tangerang.
Dalam pertemuan itu, Aidul meminta seluruh elemen di PN Tangerang untuk menghentikan seluruh perbuatan koruptif. “Saya meminta untuk dihentikan, tidak usah hati-hati lagi. Kalau hati-hati kan masih ada kesempatan,” ucapnya.
Menurut Aidul, hal itu sebaiknya dilakukan karena KY, KPK, dan MA sudah memantau pengadilan yang berpotensi melakukan tindak korupsi. Aidul menungkapkan, KY memiliki mata-mata yang berada di seluruh wilayah.
Aidul menambahkan, dugaan suap itu merupakan masalah integritas. Gaji hakim yang terkena OTT sekitar Rp 25 juta. Untuk itu, dia tidak melihat ada masalah kurangnya kesejahteraan.
Di sisi lain, Sri mengatakan, kejadian ini adalah pelajaran berharga. “Yang sudah terjadi biarlah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Yang penting kita semangat menjaga moralitas dan jaga kinerja ke depannya,” katanya.
Menurut Sri, PT Banten kerap melakukan pembinaan, di tingkat Ketua PN dan bawahannya. Namun, dia tidak bisa memastikan integritas dari setiap Hakim dan PP yang ada.
“Kalau mengunjungi sudah sering. Kita kan ada empat PN, yaitu PN Tangerang, PN Serang, PN Rangkas, dan PN Pandeglang. Semuanya akreditasinya sempurna,” kata Sri.
Adapun, kasus dugaan suap itu telah mencoren PN Tangerang sekali lagi. Sebelumnya, pada 2010, Ketua PN Tangerang Asnun Muhtadi dicopot dari jabatannya karena menerima uang dalam perkara penggelapan Gayus Tambunan. (DD06)