Pemerintah membolehkan masyarakat mudik asalkan sudah mendapat dua kali vaksin dan vaksin penguat serta menerapkan protokol kesehatan ketat. Potensi penularan Covid-19 di tengah mobilitas tinggi tetap harus diantisipasi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait dengan kebijakan pelaku perjalanan luar negeri dan panduan protokol kesehatan Ramadhan dan Idul Fitri 1443 Hijriah dalam konferensi pers dari Istana Merdeka, Jakarta, pada 23 Maret 2022 lalu menarik perhatian publik. Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, ada optimisme seiring situasi pandemi yang belakangan ini mulai membaik.
Seperti disampaikan Presiden, tahun ini umat Muslim dapat kembali menjalankan ibadah salat tarawih berjamaah di masjid dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. ”Bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik Lebaran juga dipersilakan, juga diperbolehkan, dengan syarat sudah mendapatkan dua kali vaksin dan satu kali booster serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” katanya.
Sebelumnya, saat menjawab pertanyaan pers terkait dengan imbauan penyelenggaraan ibadah menjelang Ramadhan, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan bahwa karena kasus Covid-19 mulai turun dan dianggap hampir terkendali, tempat ibadah pun juga mulai diberikan kelonggaran. Apalagi, karantina juga tidak diberlakukan bagi pelaku perjalanan luar negeri.
Bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik Lebaran juga dipersilakan, juga diperbolehkan, dengan syarat sudah mendapatkan dua kali vaksin dan satu kali boosterserta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan fatwa, masjid-masjid bisa menyelenggarakan ibadah seperti biasa, tetapi tetap menaati protokol kesehatan. ”Protokol kesehatan ini seperti menggunakan masker, terutama, kemudian mencuci tangan, dan juga vaksinasi,” ujar Wapres Amin pada sesi keterangan pers seusai meresmikan Digitalisasi Pertanian di Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Selasa (22/3/2022).
Wapres Amin menuturkan, vaksinasi menjadi faktor penting untuk menciptakan kekebalan komunitas. ”(Vaksinasi) Untuk yang lansia itu akan terus didorong. (Selain itu) Juga yang masih baru satu kali vaksin itu menjelang bulan Ramadhan ini kita dorong untuk bisa 70 persen tervaksin. Dan, kemudian juga booster. Bahkan, nanti booster itu kita ingin menjadikan sebagai syarat kalau nanti orang mau mudik,” katanya.
Selain vaksinasi sudah lengkap dua kali, orang yang mau mudik juga harus sudah mendapatkan vaksin penguat. ”Sehingga dengan demikian, tidak perlu lagi ada semacam di-PCR atau diantigen. Ini kalau tidak terjadi lonjakan-lonjakan, kalau suasana terus landai seperti yang sekarang,” kata Wapres.
Apabila dicermati, syarat telah memperoleh vaksin pertama, vaksin kedua, vaksin penguat, serta disiplin menerapkan protokol kesehatan ketat, seperti dituturkan Presiden Jokowi dan Wapres Amin, ini harus dibaca sebagai ”satu paket lengkap” syarat. Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa pandemi Covid-19 belumlah usai. Faktanya, mereka yang sudah mendapat dua kali vaksin dan vaksin penguat, toh, masih tetap berpotensi tertular virus Covid-19.
Perhatian terhadap pemenuhan syarat mudik dan mekanisme atau teknis pengawasannya kelak di lapangan kiranya perlu disiapkan sejak dari sekarang. Apalagi, kegiatan mudik berurusan dengan mobilitas sedemikian banyak orang dalam durasi waktu yang relatif terkonsentrasi hanya di beberapa hari sekitar Lebaran. Bagaimana memastikan mereka yang bergerak lintasdaerah itu benar-benar memenuhi syarat mudik menjadi pertanyaan yang mesti dijawab.
Potensi mudik
Sebagai gambaran, berdasarkan hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan, potensi masyarakat yang akan mudik mendekati 80 juta orang jika diberlakukan syarat perjalanan dalam negeri berupa sudah vaksin dua kali dan tidak dibutuhkan tes antigen/PCR. Lalu, seberapa besar potensi masyarakat yang akan mudik ketika ada tambahan syarat, yakni sudah mendapat vaksin penguat?
Ketika hal ini ditanyakan Kompas kepada Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, Kamis (24/3/2022), diperoleh jawaban bahwa belum dilakukan survei lagi mengenai hal tersebut. ”Kami tengah persiapkan materi survei untuk dapat gambaran lebih akurat potensi mobilitas masyarakat untuk mudik dengan adanya ketentuan baru,” ujarnya.
Sebelumnya, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menekankan bahwa setiap orang yang sudah divaksin—bahkan telah mendapatkan vaksin penguat—tetap harus disiplin memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Vaksin penguat dan protokol kesehatan adalah dua kunci tak terpisahkan.
”Sebab, faktanya, potensi kenaikan kasus masih tetap ada jika vaksin booster tidak dibarengi dengan disiplin protokol kesehatan. Perlu untuk dipahami, setiap upaya pengendalian pandemi memiliki fungsi masing-masing yang saling melengkapi agar tercapai perlindungan optimal dan bukan saling meniadakan,” kata Wiku saat menyampaikan keterangan pers, 23 Maret 2022, yang juga diunggah kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Pada kesempatan tersebut, Wiku juga menyampaikan data yang mendasari arti penting vaksin penguat dan disiplin protokol kesehatan dilakukan secara bersama-sama. Saat ini, di tengah keterbatasan vaksin dunia, Indonesia dengan jumlah penduduk cukup besar telah mengupayakan program vaksinasi penguat untuk masyarakat.
”Saat ini capaian (vaksin) booster Indonesia sebesar 6,06 persen. Dan, kita harus bergotong royong untuk terus meningkatkannya. Di tingkat dunia, saat ini capaian vaksin booster telah mencapai 18,55 persen dengan 15 negara memiliki rentang capaian antara 30-80 persen,” kata Wiku.
Wiku mengingatkan, belajar dari beberapa negara dengan capaian vaksin penguat yang tinggi, apabila tidak dibarengi dengan pertahanan protokol kesehatan yang disiplin, potensi peningkatan kasus akan tetap ada. Sebagai contoh, kenaikan kasus karena longgarnya protokol kesehatan terjadi pada lima dari 15 negara dengan capaian vaksin penguat di atas angka dunia.
Kelima negara dengan persentase capaian vaksin penguat tinggi per populasi penduduk tersebut, yaitu Italia (63,6 persen), Jerman (57,64 persen), Inggris (56,59 persen), Vietnam (44,88 persen), dan Thailand (31,54 persen). Negara-negara itu menyesuaikan berbagai kebijakan, seperti penghapusan karantina, tetapi tidak dibarengi dengan protokol kesehatan yang disiplin dan ketat. Akibatnya, terjadi peningkatan kasus.
”Berkaca pada hal tersebut, tentunya kita harus belajar untuk tetap mempertahankan disiplin protokol kesehatan sembari tetap berupaya meningkatkan cakupan vaksinasi booster. Peningkatan pengawasan terhadap implementasi prokes di tempat-tempat umum juga penting untuk terus ditingkatkan,” kata Wiku.
Saat ini terdapat sekitar 6.000 desa—dari total lebih dari 80.000 desa atau kelurahan di Indonesia—yang melaporkan tingkat kepatuhan protokol kesehatan, yakni memakai masker. Dari data laporan yang masuk masih terdapat 29 persen atau 1.811 desa atau kelurahan yang kepatuhan memakai maskernya masih rendah.
Merujuk data tersebut, saat ini waktunya mengencangkan lagi masker, rutin mencuci tangan, serta sebisa mungkin menghindari kerumunan atau menjaga jarak. Jangan sampai ketidakpatuhan menerapkan protokol kesehatan memberi ruang penularan yang berpotensi menimbulkan kenaikan kasus Covid-19. Saatnya terus berjuang agar pandemi Covid-19 lekas usai. Mudik Lebaran pun akan aman ketika kasus telah melandai.