Dunia menghadapi ancaman tsunami kasus Covid-19 di tengah penyebaran varian Omicron dan Delta. Kesetaraan akses terhadap vaksin menjadi salah satu cara ampuh untuk mengakhiri pandemi ini pada tahun 2022.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·4 menit baca
Ancaman tsunami kasus Covid-19 akibat merebaknya kombinasi infeksi varian Omicron dan Delta membayangi dunia. Meski demikian, Organisasi Kesehatan Dunia optimistis pandemi akan bisa dikalahkan pada 2022 asalkan negara-negara bekerja sama untuk menahan penyebaran virus korona baru tersebut.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan hal itu dalam pernyataan Tahun Baru, sekitar dua tahun sejak WHO pertama kali mendapat laporan tentang temuan kasus pneumonia yang tidak diketahui di China. Kasus di Wuhan, China, itu merupakan kasus pertama Covid-19.
Sejak kasus pertama dilaporkan, penyebaran penyakit itu terus meluas. Kini, menurut data di worldometers.info, Sabtu (1/1/2022), jumlah kasus Covid-19 secara global telah mencapai 288,5 juta orang dan hampir 5,5 juta orang meninggal akibat terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Di seluruh dunia, orang-orang merayakan Tahun Baru, tetapi perayaannya tidak terdengar, seiring dengan banyaknya negara yang mencegah orang-orang untuk berkumpul. Virus korona baru tetap menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, memisahkan keluarga, dan di beberapa tempat warga harus mengenakan masker saat keluar rumah.
Afrika Selatan, tempat Omicron pertama kali dilaporkan, mencabut jam malam setelah mengumumkan negara itu kemungkinan telah melewati puncak infeksi baru. Ahli virus Jerman, Christian Drosten, kepada televisi ZDF, berharap musim dingin ”relatif normal”, menunjuk pada data bahwa kasus Omicron tidak separah itu.
Ancaman dua varian
Meski demikian, Tedros memperingatkan ancaman kembar dari dua varian yang berada di balik beban kasus keseluruhan, yakni varian Delta dan Omicron. ”Ini akan terus memberikan tekanan besar kepada petugas kesehatan yang kelelahan dan sistem kesehatan di ambang kehancuran,” ujarnya kepada BBC, Rabu (29/12/2021).
Ini akan terus memberikan tekanan besar kepada petugas kesehatan yang kelelahan dan sistem kesehatan di ambang kehancuran.
Ancaman kombinasi varian Delta dan Omicron bisa memicu tsunami berbahaya kasus Covid-19 seiring dengan rekor kasus baru terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa. Perancis, misalnya, pekan lalu melaporkan angka harian tertinggi di Eropa untuk hari kedua berturut-turut sekitar 208.000 kasus.
Polandia melaporkan 794 kasus kematian terkait Covid-19 pada Rabu lalu. Ini merupakan angka tertinggi dalam gelombang keempat pandemi. Lebih dari tiga perempat dari jumlah total korban jiwa itu belum divaksinasi.
Beberapa negara di Eropa, termasuk Inggris, Italia, Denmark, dan Yunani, juga melaporkan rekor kasus baru. Ribuan penerbangan telah dibatalkan. Pejabat kesehatan di Perancis mengatakan, Omicron kini menjadi varian dominan di negara itu. Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, beberapa minggu ke depan akan sulit, tetapi dia optimistis menyambut tahun 2022.
Studi menunjukkan, Omicron yang cepat menjadi dominan di banyak negara, lebih ringan daripada varian Delta, tetapi jauh lebih menular. Hal ini diyakini mendorong lonjakan kasus. Menteri Kesehatan Perancis Olivier Véran mengatakan, dia ”tidak lagi berbicara tentang gelombang ketika datang ke Omicron”, tetapi ”gelombang pasang”.
Saat ini, sekitar 900.000 kasus baru dilaporkan di seluruh dunia setiap hari, demikian laporan kantor berita Reuters. Dr Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka AS, mengutarakan kepada CNN bahwa infeksi Omicron kemungkinan akan mencapai puncaknya akhir Januari 2022 di AS, mengingat ukuran populasi dan tingkat vaksinasinya.
Kesetaraan akses vaksin
Terlepas dari hal itu, Tedros memberikan nada positif dalam pidatonya, sebagaimana dikutip BBC, Jumat (31/12/2021), karena kini ada lebih banyak alat untuk mengobati Covid-19. Namun, dia memperingatkan, ketidaksetaraan distribusi vaksin Covid-19 yang terus berlanjut meningkatkan risiko virus korona berkembang dan bermutasi.
”Nasionalisme sempit dan penimbunan vaksin oleh sejumlah negara merusak kesetaraan dan menciptakan kondisi ideal munculnya varian Omicron. Makin lama ketidakadilan berlanjut, kian tinggi risiko virus berkembang dengan cara yang tak bisa kita prediksi. Jika kita mengakhiri ketidakadilan, kita mengakhiri pandemi,” ungkapnya menegaskan.
Tedros menyinggung rendahnya tingkat vaksinasi. Sementara sebagian besar populasi di Eropa dan Amerika telah menerima setidaknya satu dosis, bahkan Israel akan melaksanakan vaksinasi dosis keempat. Target WHO untuk cakupan vaksinasi lengkap 40 persen di setiap negara akhir tahun 2021 tak tercapai di sebagian besar wilayah Afrika.
Sebelumnya, Tedros mengkritik negara-negara kaya karena ”melahap” pasokan vaksin global, memvaksinasi sepenuhnya sebagian besar populasi mereka, sementara yang lain menunggu dosis pertama mereka. WHO telah menetapkan tujuan baru untuk 2022, yakni memvaksinasi 70 persen orang di semua negara pada Juli untuk mengakhiri pandemi.
Beberapa negara kaya telah meluncurkan vaksinasi penguat untuk memberikan dosis ketiga vaksin Covid, termasuk Inggris di mana 57 persen dari jumlah total orang berusia di atas 12 tahun kini telah menerima tiga suntikan.
Namun, Tedros mengatakan, kampanye vaksin penguat skala besar negara-negara kaya kemungkinan akan memperpanjang pandemi. Sebab, mereka mengalihkan pasokan vaksin dari negara-negara yang lebih miskin dan kurang divaksinasi sehingga memberi virus lebih banyak kesempatan untuk menyebar dan bermutasi.
Terkait hal itu, ia meminta agar semua orang membuat resolusi Tahun Baru untuk mendukung kampanye memvaksinasi 70 persen dari total populasi dunia pada pertengahan 2022. Hal itu menjadi salah satu senjata pamungkas untuk mengakhiri pandemi.