Kemungkinan Akan Terjadi Penambahan Kasus yang Cepat akibat Omicron
Varian Omicron memiliki tingkat penularan yang tinggi, tapi dengan risiko sakit berat yang rendah. Walaupun begitu, masyarakat tetap harus waspada karena situasi dapat berubah dengan cepat.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, kemungkinan akan terjadi penambahan kasus Covid-19 yang cepat akibat varian Omicron. Prediksi ini berdasarkan perhitungan peningkatan kasus akibat Omicron dibandingkan dengan Delta, juga dengan mempertimbangkan tingkat penularan dan risiko keparahannya.
Peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron terus terjadi di dalam negeri. Hingga Jumat (31/12/2021), kasus Omicron di Indonesia bertambah 68 orang sehingga total kasus konfirmasi akibat varian ini sebanyak 136 orang.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menjelaskan, 68 kasus baru tersebut berasal dari pelaku perjalanan luar negeri dan 11 di antaranya merupakan warga negara asing (WNA). ”Semua kasus merupakan pelaku perjalanan luar negeri dengan asal negara kedatangan paling banyak dari Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat,” ujarnya, Sabtu (1/1/2022).
Dari 68 kasus konfirmasi Omicron tersebut, 29 orang tidak bergejala, 29 orang sakit dengan gejala ringan, 1 orang sakit dengan gejala sedang, dan 9 orang lainnya tanpa keterangan.
Varian Omicron memiliki tingkat penularan yang tinggi, tapi dengan risiko sakit berat yang rendah. Walaupun begitu, masyarakat tetap harus waspada karena situasi dapat berubah dengan cepat.
Meskipun jumlah kasus terus bertambah, tingkat penggunaan tempat tidur rumah sakit dan intensive care unit (ICU) pada kasus varian Omicron lebih rendah dibandingkan dengan periode Delta. Artinya, varian Omicron memiliki tingkat penularan yang tinggi, tapi dengan risiko sakit berat yang rendah. Walaupun begitu, masyarakat tetap harus waspada karena situasi dapat berubah dengan cepat.
Menurut Nadia, upaya pencegahan dan pengendalian serta upaya mitigasi lainnya harus tetap berjalan. Nadia mengimbau masyarakat untuk menahan diri tidak bepergian ke negara-negara dengan transmisi penularan Omicron yang sangat tinggi.
”Jangan egois, harus bisa menahan diri untuk tidak bepergian dulu ke negara dengan transmisi penularan Covid-19 yang sangat tinggi, seperti Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Kita harus bekerja sama melindungi orang terdekat kita dari tertular Covid-19. Mari kita menahan diri,” katanya.
Pada Sabtu (1/1/2022), jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia bertambah 274 kasus sehingga total kasus konfirmasi Covid-19 sebanyak 4.262.994 kasus. Adapun kemarin tercatat ada 2 pasien Covid-19 yang meninggal sehingga total penderita Covid-19 yang meninggal sampai saat ini sebanyak 144.096 orang.
Secara terpisah, mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, pertengahan 2022 ini, WHO menargetkan semua negara sudah memvaksinasi setidaknya 70 persen penduduknya. Khusus Indonesia, angka cakupannya akan melebihi target tersebut.
Vaksinasi yang memadai yang disertai dengan penerapan protokol kesehatan, menurut Tjandra, akan mempunyai tiga dampak penting. Tiga dampak tersebut, yaitu mengurangi kemungkinan tertular, mengurangi penularan di masyarakat sehingga situasi epidemiologi di dalam negara dan antarnegara lebih terkendali, dan dengan terbatasnya penularan di masyarakat, maka kemungkinan terjadi mutasi virus baru lebih kecil.
Memasuki tahun2022, Tjandra berharap akan ada jenis vaksin baru Covid-19 yang lebih mudah digunakan, tanpa suntikan, misalnya dalam bentuk inhalasi atau oral. Diharapkan pula akan ada vaksin yangt lebih baik tingkat efikasinya.
Selain itu, cara diagnosis Covid-19 yang lebih mudah juga diharapkan terus berkembang, sesuai perkembangan teknologi diagnostik yang ada. Setidaknya diharapkan akan ada metode pengambilan sampel yang lebih nyaman.
”Dengan pengalaman tantangan berat pada 2020 dan 2021, maka kita dapat berharap agar dunia dapat meningkatkan kolaborasi dan kerja samanya dalam menjaga kesehatan dunia pada tahun 2022 ini. Dalam hal ini, Indonesia yang memegang Presidensi G-20 jelas punya peran amat besar untuk memimpin tata ulang arsitektur kesehatan global,” kata Direktur Pascasarjana Universitas YARSI tersebut.