Banyak Cara Mengatasi Rasa Sakit
Nyeri punggung bawah menurunkan kualitas hidup karena bisa mengganggu fungsi tubuh dan suasana hati. Sejumlah penelitian berupaya mendapatkan solusi untuk mengatasi nyeri yang menyiksa itu.
Nyeri punggung bawah kronis, yang berawal dari iritasi jangka panjang atau cedera saraf, memengaruhi emosi penderita. Kecemasan, suasana hati buruk, bahkan depresi, serta gangguan fungsi sistem tubuh seperti mual, detak jantung meningkat, peningkatan tekanan darah, adalah beberapa kondisi yang bisa disebabkan nyeri punggung bawah.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), nyeri punggung bawah adalah salah satu dari 10 penyakit dan cedera teratas di dunia yang menurunkan kualitas hidup, penyebab utama keterbatasan aktivitas dan ketidakhadiran kerja. Diperkirakan nyeri punggung bawah nonspesifik dialami 60-70 persen warga masyarakat industri. Sebagai gambaran, di Inggris, nyeri punggung bawah menyebabkan hilangnya 120 juta hari kerja per tahun, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 149 juta hari kerja.
Baca juga: Cegah Siksaan Nyeri Punggung
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia ≥15 tahun adalah 7,3 persen. Penyakit sendi termasuk osteoarthritis, nyeri akibat asam urat tinggi (hiperurisemia) akut maupun kronis, dan reumatoid artritis. Jumlah penderita nyeri punggung bawah di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan 7,6-37 persen (ECL Widiyanti dan kolega, Majalah Kedokteran Indonesia, 2009).
Obat antiinflamasi nonsteroid yang umum digunakan untuk nyeri punggung, seperti ibuprofen, hanya memberi sedikit manfaat dibandingkan efek sampingnya.
Sebuah kajian menunjukkan, obat antiinflamasi nonsteroid yang umum digunakan untuk nyeri punggung, seperti ibuprofen, hanya memberi sedikit manfaat dibandingkan efek sampingnya. Kajian sistematik Gustavo C Machado dari The George Institute for Global Health Fakultas Kedokteran Universitas Sydney, Australia, dan kolega yang diterbitkan di Annals of the Rheumatic Diseases, Februari 2017, mengungkapkan, hanya satu dari enam penderita yang diobati dengan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) signifikan berkurang rasa sakitnya.
Dari tinjauan 35 penelitian yang melibatkan lebih dari 6.000 orang, didapatkan penderita yang memakai obat antiradang 2,5 kali lebih mungkin menderita masalah gastrointestinal, seperti sakit dan pendarahan lambung.
Meski NSAID efektif mengurangi nyeri tulang belakang, hasilnya tidak berbeda signifikan dengan plasebo. Sementara parasetamol dalam penelitian sebelumnya terbukti tidak efektif dan opioid hanya memberi manfaat minimal.
Penelitian Yoni K Ashar dari Departemen Psikologi dan Neurosains, Universitas Colorado, Boulder, Amerika Serikat (AS), dan kolega yang diterbitkan secara daring pada 29 September 2021 di JAMA Psychiatry, mendapatkan, dua pertiga pasien nyeri punggung kronis yang menjalani perawatan psikologis empat minggu yang disebut pemrosesan ulang nyeri (pain reprocessing therapy/PRT) menyatakan rasa sakitnya hilang atau hampir bebas rasa sakit pascaperawatan dan bertahan hingga satu tahun.
”Perawatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa otak dapat menghasilkan rasa sakit tanpa ada cedera atau setelah cedera sembuh, dan bahwa orang dapat melupakan rasa sakit. Penelitian kami menunjukkan itu berhasil,” kata penulis utama, mahasiswa doktoral Universitas Colorado, Yoni Ashar, sebagaimana dikutip Science Daily di hari yang sama.
Sekitar 85 persen penderita nyeri punggung kronis mengalami nyeri primer, di mana pemeriksaan tidak dapat mengidentifikasi sumbernya. Diperkirakan penyebabnya adalah jalur saraf yang salah. Daerah otak yang terkait dengan ketakutan lebih aktif selama episode nyeri kronis daripada nyeri akut.
Pada penderita nyeri kronis, jaringan saraf tertentu peka untuk bereaksi berlebihan bahkan terhadap rangsangan ringan. Ibarat alarm palsu yang terjebak di posisi aktif.
Tim merekrut 151 laki-laki dan perempuan yang menderita nyeri punggung setidaknya selama enam bulan. Mereka dibagi untuk kelompok terapi, plasebo dan tanpa terapi.
Peserta diberi terapi untuk mengubah keyakinan tentang penyebab dan nilai ancaman nyeri selama empat minggu. Tujuannya, membantu pasien mengonseptualisasikan kembali rasa sakit mereka sebagai akibat aktivitas otak yang tidak berbahaya, dan tidak ada cedera.
Baca juga: Nyeri yang Mengganggu Kehidupan
Sebelum dan sesudah terapi, peserta menjalani pemindaian dengan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk mengukur bagaimana otak mereka bereaksi terhadap stimulus nyeri ringan. Terapi dan pemindaian fMRI dilakukan pada November 2017 hingga Agustus 2018, kemudian dipantau hingga November 2019.
Setelah terapi, 66 persen pasien dalam kelompok terapi bebas rasa sakit atau hampir bebas rasa sakit dibandingkan dengan 20 persen dari kelompok plasebo dan 10 persen dari kelompok tanpa terapi.
Pascaperawatan, mereka yang dalam kelompok terapi diberi stimulasi nyeri. Hasil pemindaian menunjukkan, daerah otak yang terkait dengan pemrosesan rasa sakit—termasuk insula anterior dan midcingulate anterior—tenang secara signifikan.
Para peneliti menekankan, terapi ini hanya untuk nyeri kronis, bukan nyeri akibat cedera atau penyakit akut.
Latihan dan peregangan
Untuk mencegah nyeri punggung disarankan latihan peregangan sebagai penyeimbang otot yang tidak aktif. Albertus Are Satriadi dan kolega dari Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, meneliti pekerja sebuah industri karet di Pontianak. Aktivitas pekerja bagian produksi terdiri dari mengangkat, menarik, dan mendorong secara manual dengan tangan, berpeluang menimbulkan gangguan muskuloskeletal.
Para pekerja diminta melakukan peregangan teratur di sela pekerjaan untuk mengurangi ketegangan otot, memperbaiki peredaran darah, mengurangi kecemasan, perasaan tertekan, kelelahan, dan membuat pekerja merasa lebih baik.
Hasil penelitian, yang diterbitkan di jurnal Cerebellum, Mei 2018, menunjukkan, keluhan nyeri punggung bawah pekerja setelah latihan peregangan, 55,6 persen menjadi kategori tidak nyeri, 25 persen kategori ringan, dan 19,4 persen kategori sedang.
Baca juga: Gaya Hidup Pengaruhi Penurunan Fungsi Tulang
Ilmuwan Lituania, Irina Kliziene dari Fakultas Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Universitas Teknologi Kaunas (KTU) bersama kolega dari KTU dan Saule Sipaviciene dari Universitas Olahraga Lituania merancang latihan stabilisasi yang bertujuan memperkuat otot-otot yang menopang tulang belakang. Tepatnya di daerah lumbar, yakni bagian terendah tulang punggung yang terdiri dari lima ruas, termasuk tulang kelangkang dan tulang ekor. Program latihan didasarkan pada metode Pilates.
Sebanyak 70 perempuan relawan yang bekerja dengan banyak duduk dan menderita nyeri punggung bawah dibagi ke kelompok program latihan stabilisasi lumbar dan kelompok program latihan penguatan otot lumbar. Latihan dilakukan dua kali seminggu selama 45 menit dalam 20 minggu. Selama itu dilakukan pemindaian ultrasonografi pada otot.
Hasilnya dilaporkan di Clinical Biomechanics, 5 Januari 2020. Setelah empat minggu, luas penampang otot multifidus pada lumbar peserta kelompok stabilisasi meningkat signifikan. Hal ini tidak teramati pada kelompok penguatan. Efek latihan stabilisasi bertahan tiga kali lebih lama, yakni 12 minggu seusai program dibandingkan empat minggu setelah program penguatan otot.
Sebelumnya, kajian sistematis Susan Wieland dari Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, AS, dan kolega peneliti dari Jerman dan Inggris, yang diterbitkan di Cochrane Library, 12 Januari 2017, menunjukkan, yoga dapat mengurangi rasa sakit pada orang dengan nyeri punggung bawah nonspesifik kronis dalam jangka pendek dibandingkan tanpa olahraga.
Kajian itu merangkum hasil 12 percobaan acak pada 1.080 laki-laki dan perempuan berusia rata-rata 34-48 tahun. Uji coba dilakukan di India, Inggris, dan AS.
Kajian serupa dilakukan Juyoung Park dan kolega dari Florida Atlantic University dan dipublikasi di jurnal Holistic Nursing Practice, Januari/Februari 2020. Tim meneliti yoga; tai chi, yang menggabungkan latihan fisik yang lembut dan peregangan dengan perhatian penuh; serta qigong, meditasi tradisional China yang berfokus pada kesadaran dan perhatian tubuh dengan gerakan berulang yang lambat, santai, dan mengalir. Tinjauan mencakup penelitian dengan 3.484 subyek berusia 33-73 tahun.
Para peneliti menemukan, durasi yang lebih lama dan intervensi yoga mengurangi nyeri punggung. Sementara tai chi mengurangi nyeri punggung bawah pada pria muda (usia 20-an tahun). Karena hanya ada tiga penelitian qigong, belum jelas bagi peneliti apakah intervensi tersebut bermanfaat mengatasi nyeri punggung bawah kronis.
Terapi denyut radiofrekuensi
Cara lain mengatasi nyeri punggung bawah adalah terapi denyut radiofrekuensi. Penelitian dipresentasikan pada pertemuan tahunan Perhimpunan Radiologi Amerika Utara (RSNA), 29 November 2017.
”Akar saraf adalah struktur sensitif yang ketika terjepit menjadi meradang dan menyebabkan rasa sakit,” kata peneliti utama Alessandro Napoli, ahli radiologi intervensi Universitas Sapienza Roma, seperti dikutip Science Daily, 29 November 2017. ”Tubuh bereaksi dengan penyempitan otot yang mengurangi jarak antara tulang belakang.”
Penelitian melibatkan 80 pasien yang minimal tiga bulan menderita nyeri punggung bawah karena cakram tulang belakang mengalami hernia dan tidak merespons pengobatan konservatif, termasuk olahraga dan pengobatan.
Mereka kemudian menjalani prosedur radiologi intervensi invasif minimal dibantu pencitraan tomografi terkomputerisasi. Jarum dipandu ke lokasi cakram tulang belakang yang menonjol dan akar saraf. Sebuah probe dimasukkan melalui ujung jarum untuk memberikan energi denyut radiofrekuensi yang lembut ke area tersebut selama 10 menit.
Hasilnya, 81 persen pasien bebas rasa sakit satu tahun setelah satu sesi pengobatan 10 menit. Enam pasien membutuhkan sesi denyut radiofrekuensi kedua, dan 90 persen pasien tidak perlu menjalani pembedahan.
Baca juga: Waspadai Nyeri Pinggang akibat Radang