Fibromialgia belum mendapat banyak perhatian. Padahal, nyeri kronis ini bisa menurunkan kualitas hidup, mengganggu pekerjaan, hubungan keluarga, serta menyebabkan kecemasan dan depresi pada penderita.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·5 menit baca
Pernahkah Anda merasa nyeri dan kaku di sekujur tubuh, letih dan lesu yang tidak hilang walau sudah tidur cukup lama. Jika berlangsung tiga bulan atau lebih tanpa ada penyakit lain yang mendasari, bisa jadi itu adalah gejala fibromialgia.
Penyakit ini belum mendapat banyak perhatian karena dianggap ringan dan tidak menyebabkan kecacatan atau kematian. Survei persepsi dan kesadaran di kalangan ahli reumatologi Asia Tenggara yang dilaporkan Anwar Arshad dan Kok Ooi Kong dari Malaysia di Journal of Clinical Rheumatology, Juni 2007, mendapatkan, sebagian besar ahli reumatologi (92,5 persen) dari Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan Indonesia, menganggap fibromialgia adalah entitas klinis yang berbeda berupa campuran faktor medis dan psikologis. Hanya 60 persen pengajar di universitas memasukkan fibromialgia dalam kuliah kedokteran umum.
Belum ada pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis fibromialgia. Akibatnya, penderita sering terlambat mendapat diagnosis dan terapi yang tepat. Secara psikologis, gangguan ini menyebabkan kecemasan, depresi, bahkan penderita terdorong bunuh diri.
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS), fibromialgia dialami sekitar 2 persen dari populasi atau sekitar 4 juta orang dewasa di AS. Perempuan jauh lebih banyak mengalami fibromialgia ketimbang laki-laki. Meski bisa menyerang orang pada segala usia, kebanyakan orang didiagnosis pada usia paruh baya atau lebih tua.
Gejala fibromialgia bisa terasa lebih buruk pada perempuan pascamenopause atau dalam proses menopause. Hal itu karena penurunan kadar estrogen yang berperan mengendalikan serotonin yang mengontrol rasa sakit dan suasana hati.
Diperkirakan ada 40 juta penderita fibromialgia di seluruh dunia. Di Indonesia belum ada data statistik kasus fibromialgia. Namun, nyeri otot, kaku, dan kram umum dikeluhkan orang lanjut usia.
Nyeri merupakan gejala khas fibromialgia yang terasa di berbagai otot dan jaringan lunak di sekujur tubuh. Derajatnya terasa sebagai pegal ringan hingga nyeri yang menyakitkan.
Rasa nyeri paling umum dirasakan di punggung. Jika di dada, rasanya mirip nyeri serangan jantung. Tajam, menusuk, seperti sensasi terbakar, dan membuat sulit bernapas. Rasa sakit bisa menjalar ke bahu dan lengan. Berbeda dengan serangan jantung, nyeri dada pada fibromialgia berpusat pada tulang rawan yang menghubungkan tulang rusuk ke tulang dada.
Selain itu, nyeri bisa terasa di wajah atau rahang, sakit kepala, masalah pencernaan, seperti sakit perut, kembung, sembelit, sindrom iritasi usus besar, dan gangguan berkemih. Nyeri juga bisa terasa pada otot dan jaringan lunak kaki, mirip otot tertarik atau kaku artritis. Bisa pula seperti kesemutan atau mati rasa.
Fibromialgia menyebabkan titik nyeri, biasanya di dekat persendian yang terasa sakit saat ditekan atau disentuh. Para peneliti mengidentifikasi 18 kemungkinan titik tersebut. Perempuan rata-rata melaporkan dua titik nyeri lebih banyak daripada laki-laki.
Titik nyeri bisa ada di beberapa atau semua bagian tubuh, seperti belakang kepala, bahu, leher bagian depan, dada bagian atas, bagian luar siku, bagian atas dan samping pinggul, sekitar panggul, serta bagian dalam lutut.
Gejala fibromialgia mirip gangguan autoimun. Namun, laman Rheumatology.org menyebutkan, fibromialgia bukan penyakit autoimun. Pada fibromialgia tidak ada peradangan dan tidak ada autoantibodi seperti ditemukan pada penderita autoimun. Meski bukan bentuk artritis, tetapi lupus atau artritis reumatik dapat meningkatkan risiko fibromialgia.
Belum diketahui penyebabnya
Sejauh ini belum diketahui penyebab fibromialgia. Namun, diduga berasal dari respons sistem saraf yang abnormal. Otak dan saraf salah menafsirkan atau bereaksi berlebihan terhadap sinyal nyeri normal. Orang dengan fibromialgia lebih sensitif terhadap rasa sakit.
Banyak peneliti meyakini stimulasi saraf yang berulang menyebabkan otak dan sumsum tulang belakang penderita berubah. Terjadi ketidakseimbangan kimiawi di otak. Penelitian masih dilakukan untuk memahami hal tersebut.
Salah satu penyebab fibromialgia adalah genetik (keturunan). Pemicu munculnya, antara lain, infeksi, trauma, atau stres. Infeksi flu, radang paru, dan infeksi saluran cerna bisa memicu timbulnya nyeri kronis. Demikian juga trauma fisik, seperti pembedahan, cedera berulang pada sendi atau kecelakaan, juga trauma emosional yang parah serta stres.
Penderita fibromialgia bisa mengalami fibrofog atau kabut otak. Terjadi penurunan fungsi kognitif, sering lupa, sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian, serta merasa kebingungan. Kajian Howard M Kravitzdan Robert S Katz dari Fakultas Kedokteran Universitas Rush, AS, di Rheumatology International, 13 Januari 2015, menyatakan, gejala ini dirasakan lebih mengganggu daripada rasa sakit dan dapat mengubah hidup penderita secara dramatis.
Fibromialgia menurunkan kualitas hidup, karier, serta hubungan dengan pasangan dan sosial.
Survei 2018 yang diterbitkan American Journal of Public Health mendapati, fibromialgia menurunkan kualitas hidup, karier, serta hubungan dengan pasangan dan sosial.
Tidak mudah mendiagnosis fibromialgia karena gejalanya mirip dengan gangguan lain. Diagnosis didasarkan pada gejala yang relevan. Tes laboratorium dan pemindaian sinar-X digunakan untuk memastikan tidak ada masalah kesehatan lain.
Dokter mempertimbangkan diagnosis fibromialgia jika nyeri muskuloskeletal dirasakan meluas, yakni di kedua sisi tubuh dan di atas serta di bawah pinggang. Atau seperti disebut laman Mayo Clinic, nyeri dirasakan di empat dari lima area, yakni daerah kiri atas, termasuk bahu, lengan atau rahang. Daerah kanan atas, termasuk bahu, lengan atau rahang. Daerah kiri bawah, termasuk pinggul, pantat atau tungkai. Daerah kanan bawah, termasuk pinggul, pantat atau tungkai. Daerah aksial meliputi leher, punggung, dada atau perut.
Belum ada obatnya
Sampai saat ini belum ada obat untuk fibromialgia. Terapi berfokus pada pengurangan gejala dan peningkatan kualitas hidup lewat obat, strategi perawatan diri, dan perubahan gaya hidup.
Obat, seperti pereda nyeri, antidepresan, dan obat antikejang dapat mengurangi gejala. Latihan fisik meningkatkan kekuatan otot dan mengurangi stres pada tubuh. Menurut laman Rheumatology.org, penelitian menunjukkan, terapi paling efektif adalah latihan fisik seperti latihan aerobik teratur. Tai chi dan yoga dapat meredakan gejala fibromialgia.
Terapi perilaku kognitif yang berfokus pada pemahaman bagaimana pikiran dan perilaku memengaruhi rasa sakit, juga meditasi dan mindfulness, membantu penderita mempelajari keterampilan untuk mengurangi gejala dan rasa sakit. Terapi komplementer dan alternatif, seperti akupunktur, chiropraktik, dan pijat juga berguna.
Pola makan sehat berupa konsumsi buah dan sayuran, biji-bijian, produk susu rendah lemak, dan protein tanpa lemak, minum banyak air dan mengurangi gula, akan sangat membantu. Hal ini untuk mempertahankan berat badan ideal dan mencegah obesitas.