Nyeri pinggang inflamasi yang dibiarkan berlarut-larut bisa berakibat fatal. Tak hanya keterbatasan gerak, peradangan akibat otoimun bisa menyebabkan gangguan jantung dan pembuluh darah, saluran cerna, serta ginjal.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Nyeri pinggang, terutama di pagi hari, yang membaik setelah beraktivitas, makin lama makin terasa kaku, disertai sering meriang dan mudah lelah, hati-hati. Bisa jadi itu gejala nyeri pinggang inflamasi (peradangan). Jika nyeri datang pergi hingga tiga bulan, sebaiknya segera periksakan ke dokter.
Laman Komunitas Spondiloartritis Aksial Nasional (National Axial Spondyloarthritis Society) Inggris menyebutkan, peradangan terjadi di tempat ligamen atau tendon menempel pada tulang. Hal ini dikenal sebagai entesis. Peradangan diikuti tergerusnya tulang tempat ligamen atau tendon melekat (entesopati). Saat radang mereda, seiring proses pemulihan, tulang tumbuh kembali. Jika jaringan elastis dari ligamen atau tendon tergantikan tulang, gerakan menjadi terbatas.
Pada spondiloartritis, peradangan terjadi pada jaringan lunak yang menghubungkan ruas tulang belakang. Peradangan berulang menyebabkan jaringan lunak tergantikan dengan tulang. Akibatnya, ruas tulang belakang menyatu tanpa bantalan lagi sehingga terjadi keterbatasan gerak dari leher hingga punggung. Fenomena ini disebut sebagai bamboo spine alias tulang belakang kaku seperti batang bambu.
Menurut Rudy Hidayat, ahli penyakit dalam konsultan reumatologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, dalam seminar daring nyeri pinggang inflamasi yang diselenggarakan Perhimpunan Reumatologi Indonesia dan Novartis, Kamis (28/1/2021), spondiloartritis ditandai nyeri pada sendi sakroiliaka (sendi yang menghubungkan tulang belakang bawah dengan panggul), tulang punggung bawah, serta sendi kaki, yang bersifat kronis.
Jenis nyeri pinggang
Nyeri pinggang banyak macamnya, demikian Laniyati Hamijoyo, ahli penyakit dalam konsultan reumatologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-RSUP Hasan Sadikin, pada kesempatan yang sama. Bisa akibat mekanik, seperti otot tegang karena salah posisi duduk atau tidur, trauma (otot tertarik atau keseleo), herniated nucleus polposus (bantalan ruas tulang belakang bergeser dan menekan saraf tulang belakang).
Penyebab nonmekanik, misalnya penyebaran tumor, infeksi (osteomielitis), nyeri pinggang inflamasi (spondiloartritis aksial dan spondilitis ankilosa). Bisa juga karena gangguan pada organ dalam, seperti batu ginjal. ”Karena itu, nyeri harus segera dicari penyebabnya sehingga bisa diterapi secara tepat,” kata Laniyati.
Nyeri pinggang inflamasi merupakan penyakit autoimun, yakni kekebalan tubuh menyerang sel dan jaringan tubuh sehingga terjadi peradangan pada sendi tulang belakang. Umumnya muncul pada usia kurang dari 45 tahun, bahkan bisa pada anak-anak.
Hal itu sering kali disertai gejala lain, seperti uveitis (radang mata), gangguan kulit seperti psoriasis, diare kronis, nyeri tumit, daktilitis (pembengkakan jari akibat radang). Penyebab gangguan tersebut, antara lain, genetik (riwayat keluarga), lingkungan (infeksi, racun, polusi), dan gangguan sistem imun.
Laniyati menyatakan, belum ada data prevalensi di Indonesia. Di Asia Tenggara, prevalensinya 2 persen. Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (3:1). Berdasarkan data CreakyJoints, organisasi global penderita artritis dan reumatik, sekitar 5,5 persen, juga penduduk Amerika Serikat (AS), menderita spondiloartritis aksial.
”Karena terjadi pada usia muda, maka akan mengganggu produktivitas, menimbulkan kecacatan, dan penurunan kualitas hidup,” ujar Laniyati.
Gangguan ini sering terlambat diketahui. Umumnya karena penderita tidak tahu, menganggap biasa, atau takut periksa. Kalaupun diperiksa, pada tahap awal gangguan ini tidak tampak lewat pemeriksaan rontgen. Baru bisa terdeteksi setelah 6-10 tahun ketika kekakuan tulang belakang sudah lanjut menjadi spondilitis ankilosa. Pada tahap itu, kekakuan sudah sulit diperbaiki.
Kesulitan lain, lanjut Laniyati, tidak ada petanda laboratorium yang spesifik. Sekitar 90 persen penderita memiliki gen HLA B27. Akan tetapi, tidak semua orang dengan HLA B27 positif menderita nyeri pinggang inflamasi. Untuk memastikan, orang yang diduga menderita spondiloartritis diperiksa menggunakan alat pencitraan resonansi magnetik (MRI).
Komplikasi
Rudy memaparkan, spondiloartritis memicu berbagai komplikasi. Selain kecacatan, seperti postur bungkuk, peradangan bisa memicu osteoporosis dan meningkatkan risiko patah tulang belakang. Peradangan yang menjalar pada otot jantung menyebabkan gangguan jantung dan pembuluh darah. Peradangan juga bisa terjadi pada saluran pencernaan dan ginjal. Semua itu menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan kualitas hidup.
Peradangan yang menjalar pada otot jantung menyebabkan gangguan jantung dan pembuluh darah. Peradangan juga bisa terjadi pada saluran pencernaan dan ginjal.
Nyeri, gangguan tidur, mudah lelah, dan kekakuan tulang belakang menyulitkan orang untuk bekerja, bepergian, dan bergaul. Dampaknya, penderita mengalami penurunan motivasi, kecemasan, dan depresi. Survei di AS menunjukkan, perempuan merasakan dampak lebih berat.
”Terapi ditujukan untuk memaksimalkan kualitas hidup, mencegah kerusakan struktur, serta memelihara fungsi tubuh,” kata Rudy. Dengan demikian, penderita bisa beraktivitas normal. Pilihan terapi berupa obat antiinflamasi nonsteroid, obat antireumatik otoimun (disease modifying anti rheumatic drugs/DMARDs), dan agen biologis.
Selain obat, juga dilakukan modifikasi gaya hidup dengan berolahraga secara rutin (jalan kaki dan peregangan), menerapkan pola makan sehat, berhenti merokok, menjalani fisioterapi untuk meredakan rasa sakit, meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot, serta memperbaiki postur tubuh.
Karena itu, dengarkan tubuh Anda. Segera perbaiki jika ada masalah. Jangan sampai terlambat. Sebagaimana halnya penyakit otoimun lain, gaya hidup sehat dan pengobatan rutin menjadi penting untuk menjamin kualitas hidup serta mencegah kekambuhan.