Varian baru SARS-CoV-2 yang ditemukan di Perancis mampu lolos dari tes PCR. Apabila jenis baru ini tersebar luas, upaya pengendalian pandemi akan semakin sulit karena tak bisa dideteksi dengan PCR sekalipun.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Varian baru SARS-CoV-2 yang ditemukan di Perancis bisa lolos dari pemeriksaan reaksi rantai polimerase atau PCR. Jika menyebar luas, varian ini bakal mempersulit upaya pengendalian wabah Covid-19.
Kementerian Kesehatan dan Sosial Perancis telah mengumumkan temuan varian baru di wilayah Brittany, Perancis, Senin (15/3/2021). Dari 79 kasus yang ditemukan di daerah itu, delapan di antaranya terinfeksi varian baru yang belum memiliki sebutan alfanumerik itu.
Awalnya, varian baru ini lolos dari pemeriksaan PCR, tetapi pasien memiliki gejala Covid-19 sehingga dilakukan pemeriksaan menggunakan urutan total genom (whole genome sequencing/WGS) yang kemudian menemukan varian baru. Brittany sebelumnya juga memiliki kasus Covid-19 relatif kecil yang diduga di antaranya karena keberadaan varian baru yang lolos tes PCR.
Kemunculan berbagai varian baru yang memiliki berbagai karakteristik seperti lebih menular dan mematikan hingga mampu menyiasati antibodi dan pemeriksaan PCR ini menuntut penguatan surveilans genomik.
Disebutkan dalam laporan Kementerian Kesehatan dan Sosial Perancis, varian baru ini memiliki beberapa mutasi pada protein paku yang membantunya menghindari deteksi dengan tes diagnostik PCR. ”Penyelidikan mendalam sedang dilakukan untuk lebih memahami varian ini dan dampaknya. Eksperimen juga akan dilakukan untuk menentukan bagaimana varian ini bereaksi terhadap vaksinasi dan antibodi yang dikembangkan selama infeksi sebelumnya,” sebut pernyataan itu.
Sebelumnya, bulan lalu, peneliti Finlandia mengumumkan bahwa mereka telah mengidentifikasi strain bernama Fin-796H dengan mutasi yang juga membuatnya sulit dideteksi dengan beberapa tes usap hidung.
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota Konsorsium Covid-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto, Jumat (19/3/2021), mengatakan, mutasi yang terjadi terus-menerus, terutama yang terjadi di daerah yang jadi sasaran PCR (polymerase chain reaction), bakal membuat virus ini bisa tidak terdeteksi.
”Kemungkinan varian baru ini bermutasi di daerah ini sehingga menyebabkan sulit terdeteksi PCR. Namun, data genomnya belum ada di GISAID sehingga belum bisa disimpulkan,” kata Riza.
Dengan temuan varian baru di Perancis, yang saat ini dalam status variant under investigation (VUI), maka bertambah panjang daftar varian yang muncul karena mutasi SARS-CoV-2. Tiga varian baru yang paling diawasi dan saat ini mendominasi kasus Covid-19 secara global adalah B.1.1.7 dari Inggris, B.1.135 dari Afrika Selatan, dan B.1.1.248, juga dikenal sebagai P.1 dari Brasil.
Kemunculan berbagai varian baru yang memiliki berbagai karakteristik seperti lebih menular dan mematikan, hingga mampu menyiasati antibodi dan pemeriksaan PCR ini, menuntut penguatan surveilans genomik. Berdasarkan data dari Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, Indonesia saat ini baru mendaftarkan 782 genom SARS-CoV-2 di GISAID, 749 di antaranya merupakan genom lengkap.
Dari pemeriksaan ini ditemukan tujuh sampel berisi varian B.1.1.7. Ketujuh sampel ini didaftarkan Litbang Kementerian Kesehatan dari sampel yang dikumpulkan selama bulan Januari dan Februari. Tiga sampel dianalisis di Jakarta, tetapi pasiennya berasal dari Jawa Barat. Satu sampel dari Kalimantan Utara, 1 sampel dari Kalimantan Selatan, 1 sampel dari Sumatera Utara, dan 1 sampel dari Sumatera Selatan.
Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, sampel yang mengandung B.1.1.7 di Kalimantan Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara diambil dari pasien di rumah sakit dan tidak memiliki memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri. Hal ini memicu kekhawatiran varian baru yang lebih menular dan memicu tingkat kematian lebih tinggi ini sudah menyebar di komunitas.
Kasus menurun
Meski demikian, di tengah penyebaran varian baru, jumlah kasus aktif di Indonesia cenderung turun. ”Saat ini jumlah kasus aktif cenderung turun. Pada Januari 2021 yang merupakan puncaknya, kasus aktif 175.000, sekarang sekitar 130.000. Angka kematian juga cenderung turun mengikuti penurunan kasus,” kata Ketua Bidang Data dan Informasi Teknologi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah dalam diskusi daring.
Menurut Dewi, rasio kasus positif di Indonesia juga cenderung turun, saat ini 17 persen. ”Namun, kita harus waspada karena kasus aktif biasanya melonjak setelah libur panjang,” ujarnya.
Epidemiolog lapangan dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Yudhi Wibowo, mengatakan, penurunan kasus aktif di Indonesia harus disikapi hati-hati karena hal ini terjadi seiring dengan penurunan tes PCR. Sementara tes cepat antigen masih mengalami masalah dalam pelaporannya. ”Ada kecenderungan under reported,” ujarnya.
Data Satgas Covid-19 menyebutkan, jumlah kasus di Indonesia pada Jumat bertambah 6.279 dalam sehari sehingga totalnya menjadi 1.450.132 kasus. Jumlah kasus ini didapatkan dengan pemeriksaan 45.963 orang, di mana 27.199 di antaranya menggunakan PCR. Sementara korban meninggal bertambah 197 orang dalam sehari sehingga totalnya menjadi 39.339 orang.