Dua Kasus Mutasi Korona asal Inggris Terdeteksi di Indonesia
Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia akan semakin berat. Hal itu seiring dengan terdeteksinya varian baru SARS-CoV-2 dari Inggris yang terbukti lebih menular dan menimbulkan tingkat keparahan lebih tinggi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tepat satu tahun pandemi Covid-19 di Indonesia, dua kasus mutasi virus korona asal Inggris B.1.1.7 juga turut terdeteksi. Pengembangan riset dan inovasi terkait Covid-19 mutlak dilakukan seiring dengan penemuan dua kasus mutasi virus ini.
”Tadi malam saya mendapat informasi bahwa tepat satu tahun ini ditemukan dua kasus mutasi B.1.1.7 UK Mutation di Indonesia. Ini artinya, kita akan menghadapi pandemi dengan tingkat kesulitan semakin berat,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam acara peringatan satu tahun pandemi Covid-19 di Indonesia yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Selasa (2/3/2021).
Tepat satu tahun ini ditemukan dua kasus mutasi B.1.1.7 UK Mutation di Indonesia. Ini artinya, kita akan menghadapi pandemi dengan tingkat kesulitan semakin berat.
Menurut Dante, dua kasus mutasi virus korona SARS-CoV-2 asal Inggris ini ditemukan dari hasil pemeriksaan terhadap 462 sampel dengan metode penguatan genom menyeluruh atau whole genome sequence (WGS) selama beberapa bulan terakhir. Lima provinsi yang paling banyak diambil sampel meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan DI Yogyakarta.
Dari hasil penelitian yang dilakukan sejumlah negara, varian mutasi B.1.1.7 dari Inggris memiliki penularan dan peningkatan risiko keparahan yang lebih tinggi. Varian baru asal Inggris ini dan dua mutasi virus lainnya, yakni B.1351 asal Afrika Selatan serta P.1 asal Brasil, juga berpotensi mengurangi efikasi atau kemanjuran vaksin Covid-19 yang telah ditemukan saat ini.
Dante menyatakan, pengembangan riset dan inovasi terkait Covid-19 mutlak dilakukan seiring dengan penemuan dua kasus mutasi virus korona B117 ini. Riset dan inovasi ini dapat diwujudkan melalui model penanganan Covid-19 maupun studi epidemiologi secara analitis yang lebih baik.
Selain penguatan riset dan inovasi, kata Dante, penerapan protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan) dan praktik 3T (testing, tracing, treatment) juga perlu menjadi fokus. Vaksinasi yang tengah dijalankan saat ini berpotensi gagal jika pengujian dan pelacakan Covid-19 tidak kuat.
Riset dan inovasi
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengemukakan, Kemenristek melalui Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 diminta untuk segera meneliti vaksin tidak lama setelah kasus Covid-19 pertama terdeteksi di Indonesia satu tahun lalu. Di sisi lain, konsorsium juga mengembangkan alat penguji dan penyaring Covid-19 mengingat riset vaksin membutuhkan waktu yang panjang dan mendalam.
”Hanya dalam waktu tiga sampai empat bulan, kita sudah melahirkan paling tidak rapid test (tes cepat) antibodi yang dikembangkan dari nol oleh para peneliti UGM, Unair, dan didukung penuh oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi),” katanya.
Selain alat penguji dan penyaring Covid-19, konsorsium mengembangkan inovasi lainnya yang dapat membantu menangani pasien, salah satunya ventilator. Alat ini dikembangkan karena persediaan ventilator di Indonesia yang sangat terbatas dan karakter virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang menyerang saluran pernapasan.
Namun, Bambang menilai bahwa saat ini Indonesia belum optimal dalam hilirisasi inovasi yang dihasilkan. Sebab, sinergi antara peneliti dan industrialisasi masih lemah. Berkaca dari produk inovasi luar negeri, setiap manufaktur memiliki atau bekerja sama dengan tim riset dan pengembangan sehingga proses hilirisasi berjalan optimal.
Bambang menegaskan, setiap inovasi yang dikembangkan maupun hilirisasi tetap harus mengikuti standar dan prosedur yang berlaku. Setiap inovasi harus mendapat izin dari Kementerian Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) jika terdapat ketentuan tersebut dalam standar yang berlaku.
”Kita harus bisa mengadopsi apa yang telah dikembangkan dan terus melakukan perbaikan. Ini merupakan hal yang selalu ditekankan kepada peneliti, dosen, dan perekayasa yang terlibat dalam konsorsium. Jangan pernah puas dengan hasil yang sudah dihilirisasi, apalagi cuma prototype (model awal),” ungkapnya.
Tahun ini, kata Bambang, konsorsium juga tetap didorong untuk mengembangkan inovasi yang membantu penanganan Covid-19 dalam upaya mendukung vaksinasi maupun memudahkan tes usap reaksi rantai polimer (PCR). Selain itu, pengembangan ventilator unit perawatan intensif (ICU) secara mandiri terus didorong untuk mengurangi ketergantungan impor.