Pemda Diminta Segera Siapkan Aturan Terkait Pembatasan Sosial
Pemerintah daerah di wilayah PSBB Jawa-Bali agar segera menyiapkan dan menetapkan aturan pelaksanaan pembatasan tersebut. Terutama dari sisi pengawasan dan penganggaran untuk menurunkan laju penularan Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah di wilayah yang menjadi prioritas penerapan pembatasan sosial berskala besar diminta untuk segera menyusun dan menetapkan peraturan daerah terkait. Hal ini termasuk pada aturan terkait pengawasan serta penganggaran yang dapat mendukung keberhasilan penurunan laju penularan Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, dalam konferensi pers di Kantor BNPB Jakarta, Kamis (7/1/2021), menuturkan, kepala daerah di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota diharapkan sudah menyiapkan peraturan daerah terkait pembatasan sosial berskala besar sebelum pelaksanaan pembatasan tersebut berlaku. Menurut rencana, pembatasan ini akan berlangsung pada 11-25 Januari 2021.
”Satu daerah yang sudah mengeluarkan (peraturan) adalah Gubernur Bali dan juga direncanakan keluar hari ini dari Gubernur DKI kemudian juga Gubernur Banten, Jawa Tengah, serta Jawa Timur. Selain regulasi, setiap daerah juga harus mempersiapkan petugas satpol PP untuk menjaga kedisiplinan masyarakat,” tuturnya.
Pembatasan sosial berskala besar akan diberlakukan secara terbatas di Jawa dan Bali. Adapun daerah prioritas meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta; sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, dan wilayah Bandung Raya Kota Bogor, Bekasi, dan Depok; serta sebagian wilayah Banten, yakni Kabupaten Tangerang, KotaTangerang, dan Kota Tangerang Selatan.
Sementara itu, untuk Provinsi Jawa Tengah, daerah prioritas pembatasan ialah Semarang Raya, Banyumas Raya, dan Kota Surakarta. Di DI Yogyakarta, pengetatan diutamakan di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulonprogo. Selain itu, pembatasan juga berlaku di Jawa Timur dengan daerah prioritas Surabaya Raya dan Malang Raya, serta di Bali di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.
”Ditegaskan, (pembatasan) ini bukan seluruh Jawa dan Bali, tetapi penanganan secara mikro di kabupaten/ kota dengan melihat kriteria, seperti tingkat kematian, kesembuhan, dan keterisian rumah sakit. Ini juga sudah dibahas secara mendalam berdasarkan data yang ada dan mengantisipasi lonjakan akibat liburan dan memperhitungkan situasi kegiatan sosial ekonomi masyarakat,” kata Airlangga.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menambahkan, langkah yang tepat dan terukur amat dibutuhkan untuk menghadapi peningkatan kasus aktif Covid-19. Kasus aktif pada awal Januari 2021 meningkat dua kali lipat dari dua bulan sebelumnya menjadi sekitar 112.000 orang.
Menurut dia, peningkatan kasus aktif ini menimbulkan konsekuensi penambahan pasien yang signifikan di rumah sakit. Meskipun pemerintah sudah berupaya untuk menambah jumlah tempat tidur, fasilitas yang tersedia tidak akan mampu melayani pasien jika jumlah kasus terus mengalami lonjakan. Ketersedian tenaga kesehatan serta dokter yang terbatas juga menjadi persoalan yang dihadapi.
”Dengan pembatasan sosial diharapkan persentase kasus aktif bisa diturunkan lebih dari 20 persen. Hal ini merujuk pada upaya pembatasan sosial yang diberlakukan pada September 2020 lalu yang kasus aktifnya bisa turun sampai 20 persen,” ujar Doni.
Ia menyampaikan, pemerintah daerah juga diharapkan bisa kembali mengaktifkan posko Covid-19 untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Kementerian Dalam Negeri pun sudah meminta gubernur serta bupati dan wali kota untuk mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung aktivitas dari posko Covid-19.
”Posko ini terdiri dari berbagai unsur, termasuk adari TNI dan Polri. Sistem yang berjalan di posko ini jangan sampai berhenti. Kita butuh stamina dan konsisten untuk terus mengedukasi masyarakat dalam menanggulangi pandemi Covid-19,” tuturnya.