Cegah Penularan, Aturan Main Pilkada Perlu Dipertegas
Pelaksaan pilkada sebaiknya hanya boleh dilakukan di wilayah yang angka penularan Covid-19-nya rendah. Jika dalam suatu wilayah angka penularannya masih tinggi, seharusnya dilakukan penundaan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2020 di tengah masa pandemi Covid-19 sangat berisiko menimbulkan penularan kasus baru. Hal ini karena masih banyak masyarakat yang abai pada protokol kesehatan. Untuk itu, pelaksanaan pilkada yang aman dari Covid-19 harus dipersiapkan secara menyeluruh, termasuk memerinci protokol kesehatan di setiap proses yang berlangsung.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/9/2020), menyampaikan, keamanan kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada 2020 harus dipastikan secara rinci dan ketat. Seluruh aktivitas yang berlangsung mutlak untuk menjalankan protokol kesehatan, baik protokol individu, kesehatan masyarakat, maupun petugas dan sukarelawan yang terlibat.
”Belajar dari tingginya angka kematian pada petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) pada Pemilu 2019, prosedur pelaksanaan pilkada tahun ini harus lebih ketat. Apalagi kondisi saat ini terjadi pandemi yang kasusnya masih terus meningkat. Pastikan benar protokol kesehatan dijalankan dengan optimal,” katanya.
Menurut Ede, modifikasi pelaksanaan pilkada tahun ini perlu dilakukan. Itu mulai dari pelaksanan pendaftaran peserta pilkada, proses kampanye, sampai pada pemilihan berlangsung. Jika memungkinkan, seluruh proses bisa dilakukan secara elektronik tanpa adanya tatap muka langsung.
Selain itu, Komisi Pemilihan Umum juga harus merinci seluruh prosedur yang harus ditaati dalam tahapan pilkada. Pada proses kampanye, misalnya, tidak boleh ada kerumunan massa.
Hal ini juga termasuk pada proses pemilihan. Dalam aturan yang dikeluarkan harus menjelaskan bagaimana jarak dalam pemilihan, penggunaan alat untuk mencoblos, hingga cara menggulung kertas dan menghitung suara pemilihan.
Jika dalam suatu wilayah angka penularannya masih tinggi, seharusnya dilakukan penundaan dalam proses pilkada untuk menghindari penularan yang semakin masif.
”Pelaksaan pilkada juga sebaiknya hanya boleh dilakukan di wilayah yang angka penularan Covid-19-nya rendah. Jika dalam suatu wilayah angka penularannya masih tinggi, seharusnya dilakukan penundaan dalam proses pilkada untuk menghindari penularan yang semakin masif,” ujar Ede.
Untuk memastikan laju penularan tersebut, prinsip pelacakan, pemeriksaan, serta perawatan kasus harus dilaksanakan secara optimal. Jika suatu daerah kasusnya sedikit, indikator jumlah pemeriksaan dan pelacakan kasus juga harus diperhatikan. Jumlah kasus yang sedikit tidak menjadi jaminan laju penularan rendah apabila jumlah pemeriksaan yang dilakukan minim.
Ketua Kelompok Kerja Bidang Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan berpendapat, aturan tegas harus diberlakukan dalam proses pelaksanaan Pilkada 2020. Pilkada biasanya identik dengan kerumuman massa. Padahal, kondisi ini sangat berisiko menimbulkan penularan Covid-19.
”Jangan ada kampanye yang menimbulkan kerumunan. Selain itu, jangan ada pula kerumunan saat orang-orang datang ke TPS untuk memberikan suara dalam pemilihan. Protokol ini harus diawasi ketat agar semua bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.