Pemerintah Pangkas Proses Adaptasi Dokter Lulusan Luar Negeri
Adaptasi bagi lulusan kedokteran luar negeri diupayakan lebih mudah secara birokrasi. Ini merespons keluhan terkait lamanya pengurusan berkas agar seorang lulusan luar negeri bisa menjadi dokter di Indonesia.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
KOMPAS/DIV
Seorang laki-laki mengunjungi Unit Layanan Terpadu Pendidikan Tinggi di Kantor Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Rabu (12/7/2023). Tempat ini kerap dikunjungi mahasiswa lulusan kedokteran universitas luar negeri untuk proses penyetaraan ijazah.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana memangkas birokrasi program adaptasi bagi lulusan kedokteran luar negeri. Langkah ini disiapkan untuk merespons keluhan lamanya pengurusan berkas seorang lulusan luar negeri agar bisa menjadi dokter di Indonesia.
Program adaptasi dokter luar negeri sebelumnya diamanatkan dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 41 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Program Adaptasi Dokter dan Dokter Gigi Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri. Adaptasi bermaksud menyesuaikan kompetensi dan kemampuan dokter terhadap kondisi di Indonesia.
Dalam peraturan, disebutkan bahwa waktu pelaksanaan program adaptasi dokter dan dokter spesialis lulusan luar negeri paling singkat adalah enam bulan, sedangkan paling lama adalah dua tahun. Nyatanya, tiap tahapan dari prosedur itu bisa memakan waktu lebih lama bagi peserta adaptasi, tergantung kemampuan dari tiap-tiap peserta.
Pemerintah berencana memangkas proses adaptasi yang lama dan melibatkan banyak institusi. Penyederhanaan itu akan berimbas pada waktu adaptasi yang semakin singkat. “Pengaturannya ke depan akan berada di tangan pemerintah,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Jumat (14/7/2023).
Untuk proses awal, kata Nadia, pemerintah akan menguji warga Indonesia lulusan kedokteran luar negeri. Jika lolos ujian, yang bersangkutan hanya perlu melakukan proses adaptasi di fasilitas kesehatan. Mereka tidak perlu melakukan adaptasi di perguruan tinggi. “Pertimbangannya, kompetensinya dinilai cukup,” kata Nadia.
Begitu pun juga mahasiswa Indonesia yang lulus dari perguruan tinggi berkualitas di luar negeri, mereka tidak perlu adaptasi lagi. Syaratnya, dia harus memiliki pengalaman berpraktik selama dua tahun. Daftar kampus luas negeri yang dianggap berkualitas akan ditentukan pihak Kemenkes.
Mahasiswa Indonesia yang lulus dari perguruan tinggi berkualitas di luar negeri tidak perlu adaptasi lagi. Syaratnya, harus memiliki pengalaman berpraktik selama dua tahun. (Siti Nadia Tarmidzi)
Dokter spesialis ortopedi dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, Phedy menunjukkan lembaran film hasil rontgen dari pasien skoliosis di RSUP Fatmawati, Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Semua hal teknis ini, katanya, akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Aturan ini segera diselesaikan setelah naskah Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang disetujui di DPR disahkan menjadi UU.
Sebelumnya, AS (36), dokter lulusan dari universitas di China yang sebelumnya menjalani adaptasi pada 2014, baru resmi mendapat surat tanda registrasi sebagai dokter pada 2021. Proses adaptasi selama tujuh tahun itu melunturkan semangatnya untuk menjadi dokter. AS kini bekerja di perusahaan farmasi.
Birokrasi untuk adaptasi dokter luar negeri itu melibatkan sejumlah lembaga, antara lain Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), serta kolegium bidang keilmuan dokter yang bersangkutan di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Menanggapi persoalan ini, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riet dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam menyebutkan, upaya menyederhanakan birokrasi terus dilakukan. Dalam urusan penyetaraan ijazah luar negeri, Kemendikbudristek telah membuat agar prosesnya dapat dilakukan secara daring. Itu artinya urusan penyetaraan ijazah dapat dilakukan tanpa harus datang ke unit layanan terpadu di Jakarta.
Seorang laki-laki mendatangi Unit Layanan Terpadu Pendidikan Tinggi di Kantor Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Rabu (12/7/2023). Tempat ini kerap dikunjungi mahasiswa lulusan kedokteran universitas luar negeri untuk proses penyetaraan ijazah.
“Penyetaraan ijazah itu sudah online dan ada kepastian waktunya, yaitu satu minggu. Kalau prodi atau perguruan tingginya sudah direkognisi, bisa sehari,” ujarnya ketika dihubungi, Jumat (14/7/2023).
Nizam menambahkan, beberapa upaya menyederhanakan birokrasi dilakukan lewat perubahan peraturan menteri hingga Undang-undang tertentu. Terkait adaptasi dokter lulusan luar negeri, ranah Kemendikbudristek terbatas hanya pada penyetaraan ijazah bagi lulusan luar negeri.
Ketua KKI Pattiselanno Roberth Johan pada Kamis (6/7/2023) mengakui ada proses yang memakan waktu dari rangkaian program adaptasi. Salah satunya adalah tes penempatan yang harus dijalani dari kolegium kedokteran Indonesia.
Adapun pelaksanaan tes itu hanya dua kali dalam setahun. Apabila peserta gagal, maka harus menunggu jadwal tes selanjutnya. “Itu kalau diterima (tes), ya langsung jalan. Tapi kadang-kadang juga ada yang ditolak. Ada juga fakultas yang menolak ketika penempatan, terpaksa kita pindahkan lagi. Itu cukup makan waktu,” kata Roberth Johan.
Itu kalau diterima (tes), ya langsung jalan. Tapi kadang-kadang juga ada yang ditolak
Dokter Yuni (kanan) memeriksa pasien yang mengalami sakit gigi, Jumat (23/6/2023) di Puskesmas Lambitu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Meski dokter Yuni bukan dokter gigi, dia tetap melayani pasien sakit gigi sebab di puskesmas itu tidak ada dokter gigi. Jika sakit pasien berlanjut, dokter Yuni merujuk ke RS Umum Daerah atau puskesmas terdekat, yang jaraknya masih jauh dengan kondisi geografis jalan naik turun. Harian Kompas / Tim Kompas.
Dokter spesialis
Hal lain yang kini diupayakan adalah adaptasi bagi lulusan dokter spesialis. Tahapan adaptasi dokter spesialis itu kini diatur dalam Peraturan KKI Nomor 97 Tahun 2021. Regulasi ini mengamanatkan adanya komite bersama adaptasi yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan dan melibatkan seluruh kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan bidang profesi dokter.
Robert menambahkan, komite bersama bertujuan untuk mengatur adaptasi dokter spesialis dengan birokrasi lebih mudah. Regulasi ini diturunkan lagi dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2022 tentang Program Adaptasi Dokter Spesialis Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Selanjutnya, dokter spesialis lulusan luar negeri dimungkinkan untuk menjalani program adaptasi di fasilitas layanan kesehatan.
Hal seperti ini sebelumnya tidak diatur, sehingga dokter spesialis luar negeri harus menjalani adaptasi dokter umum terlebih dahulu, baru kemudian bisa melanjutkan adaptasi menjadi dokter spesialis. Prosedur itu membuat lulusan kedokteran spesialis menjalani adaptasi dengan waktu terlalu lama.
“Dengan Peraturan KKI Nomor 97/2021 dan Permenkes Nomor 14/2022, mereka (dokter spesialis) untuk adaptasi langsung di rumah sakit dengan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan komite bersama. Di situ ada Kemenkes, KKI, ada kolegium dan lembaga terkait lainnya,” ucap Robert Johan.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi menuturkan, keluhan terkait lamanya proses adaptasi spesialis itu dijawab lewat komite bersama. “Sudah ada regulasi terkait masalah adaptasi. Itu termasuk salah satu upaya dari sisi waktu tadi,” jelasnya ketika ditemui, Selasa (4/7/2023).
Sudah ada regulasi terkait masalah adaptasi. Itu termasuk salah satu upaya dari sisi waktu tadi,
Adib memahami adanya keluhan dari lulusan kedokteran luar negeri terhadap proses adaptasi. Namun, dia menyebut penekanan dari adaptasi itu pada akhirnya adalah keamanan bagi pasien. Selain itu, terdapat sejumlah hal yang memerlukan penyesuaian, misalkan, terkait pelayanan, kondisi iklim, dan penyakit tertentu di Indonesia.
Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Judilherry Justam mengatakan, salah satu hal yang membuat prosedur adaptasi menjadi cukup lama yakni karena uji penempatan (placement test) diselenggarakan setiap enam bulan sekali. Apabila tidak lulus, maka peserta harus menunggu enam bulan lagi.
“Di situ, ada peran kolegium kedokteran dan IDI yang memperlambat proses adaptasi dokter diaspora. Demikian juga untuk dokter spesialis, majelis kolegium kedokteran yang banyak berperan,” ucap Judilherry.