Sistem validasi kompetensi dokter dapat dimanipulasi jejaring calo. Mereka mengubah poin kegiatan bernilai satuan kredit profesi secara fiktif untuk memenuhi syarat kompetensi dokter.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Jejaring calo memanipulasi kompetensi dokter di Indonesia. Investigasi Harian Kompas menemukan fakta permainan calo dalam memanipulasi kompetensi dokter setidaknya di Indonesia selama periode Juni – Juli 2023.
Calo kompetensi dokter beroperasi masif di berbagai tempat dengan beragam modus. Calo biasa bekerja membantu dokter yang ingin menambah poin satuan kredit profesi (SKP). SKP merupakan akumulasi dari lima ranah penilaian profesi dokter di Indonesia yakni pembelajaran, profesional, pengabdian masyarakat, publikasi ilmiah/populer, serta pengembangan ilmu dan pendidikan. Dari lima ranah ini setiap dokter paling tidak wajib mendapat poin penilaian dari ranah profesional, pembelajaran dan pengabdian masyarakat.
Poin SKP divalidasi oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). SKP menjadi syarat yang dibutuhkan dokter untuk mendapat sertifikat kompetensi dari kolegium atau kelompok yang mengelola cabang ilmu kedokteran di bawah IDI. Selanjutnya sertifikat kompetensi dari kolegium ini dipakai dokter Indonesia untuk memperpanjang surat tanda registrasi (STR) ke Konsil Kedokteran Indonesia. STR inilah yang kemudian digunakan memenuhi syarat mengajukan surat izin praktik.
Dalam proses pembuktian praktik percaloan ini, Tim Investigasi Harian Kompas melibatkan sejumlah dokter, menemui calo, dan menghubungi mereka lewat telepon seluler.
Salah satu calo yang ditemui tim berinisial N di Surabaya. N biasa membantu dokter spesialis tertentu yang kekurangan poin SKP. N mengaku bisa menambah poin SKP dengan cara mencarikan sertifikat simposium atau seminar yang digelar salah satu organisasi perhimpunan dokter spesialis.
Salah satu cara bagi dokter untuk mendapat poin SKP adalah mengikuti simposium atau seminar kedokteran. N membantu dokter mendapat poin SKP tanpa harus ikut simposium atau seminar.
Sebagian dokter yang meminta bantuan N bahkan tidak memiliki modal poin satu pun, alias nol poin. “Kami menyimpan arsip (simposium), nanti tinggal dikopi-kopi saja. Kan, aslinya tidak diminta. Kami bantu mencarikan sertifikat, kami kerja sama dengan teman-teman,” kata N saat ditemui di rumahnya di Surabaya, Jumat, (23/06/2023).
Dokter yang meminta bantuan N rata-rata membayar Rp 3 juta untuk sekali pengurusan STR. Dari jumlah itu, sekitar Rp 1 juta merupakan jasanya menambal kekurangan poin SKP dokter. Selebihnya adalah biaya administrasi untuk kolegium dokter spesialis, ke PB IDI, dan ke KKI. “Masih sisa uang sekitar Rp 1 juta, saya bagi dengan teman-teman,” katanya.
N juga mengaku memberikan yang ke petugas Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) IDI yang bertugas memvalidasi SKP. N menerima bersih sekitar Rp 500.000 dari tiap dokter yang ingin dibantu menambah poin SKP. N sempat menunjukkan salah satu bukti pembayaran seorang dokter yang mengurus STR kepadanya.
Salah satu pengguna jasa N, yaitu dr GS mengakui N dapat diandalkan karena punya jejaring di IDI dan lembaga lain. “Saya tidak tahu bagaimana prosesnya. Saya cuma menyerahkan tiga sertifikat seminar, terus STR asli, dan membayar Rp 3 juta,” kata GS saat ditemui.
Selain tiga sertifikat seminar, GS memberikan STR lama dan nomor pokok anggota IDI. Dia tidak memberikan dokumen lain seperti SKP dari ranah profesional, pengabdian, pembelajaran, dan publikasi. Meski begitu, ia terima jadi dokumen STR dari N.
GS menggunakan jasa N karena dia menilai pengurusan STR hanya formalitas belaka. Dia bisa mendapatkan poin SKP, namun tidak merasa kompetensinya bertambah. “Saya tidak pernah menghitung-hitung SKP. Saya tidak mengerti hitungannya seperti apa. Sejak menjadi dokter spesialis, saya titip orang ini (N) terus,” katanya.
Lazim
Penggunaan jasa calo di kalangan dokter lazim terjadi. Tim Investigasi mengonfirmasi sejumlah dokter di Jakarta dan Surabaya, sepanjang Juni-Juli 2023. Salah satu dokter di Jakarta Pusat berinisial A menyebut sejumlah nama calo yang biasa membantu dokter di Pangkal Pinang, Bogor, dan Bekasi. Sementara dokter berinisial C di Jakarta Barat memberikan nomor kontak calo pengurusan STR di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.
Dari nomor-nomor telepon seluler calo yang diberikan oleh dokter A dan C, setelah dicek dengan aplikasi GetContact, di ada tanda pagar (tagar) IDI kota-kota tertentu setelah nama mereka. “Mereka itu kerja di kantor cabang IDI, tetapi kadang bukan dokter. Mereka tahu bagaimana caranya memasukkan berkas STR,” kata dokter A.
Tim sempat menyamar sebagai dokter yang sedang mengurus STR, namun kekurangan poin SKP sebagai syarat mendapatkan sertifikat kompetensi. Dari tujuh nomor kontak yang dihubungi tim, empat di antaranya menyanggupi membantu mengurus STR.
Seorang calo berinisial TH misalnya, sanggup membantu memenuhi syarat SKP yang kurang 18 poin di ranah pembelajaran dan 35 poin di ranah profesional. TH meminta biaya Rp 1 juta.
Nomor kontak TH juga tercantum pada dokumen tanda terima berkas dan uang berstempel IDI cabang salah satu kabupaten di Jawa Barat tertanggal 15 Maret 2022. Dokumen itu diperoleh dari kalangan dokter yang mengurus perpanjangan STR di cabang tersebut.
Ketua Umum Pengurus Besar IDI Muhammad Adib Khumaidi mengakui ada dokter yang menggunakan calo dalam pengurusan STR. PB IDI juga memerangi praktik ini karena merusak citra organisasi. Tim PB IDI menemukan ada tiga calo yang pernah bekerja di sekretariat IDI tingkat cabang. “Ada berapa nama. Saya tak mau sebut namanya. Mereka kami keluarkan,” kata Adib, Selasa (4/7/2023).
Adib menegaskan, mereka yang menjadi calo berada di luar struktur IDI, karena bukan lagi orang yang bekerja di IDI. Langkah tegas pengurus mengeluarkan mereka untuk menjaga agar validasi kompetensi dokter berjalan semestinya. Informasi yang diterimanya, jejaring calo tersebut melekat ke IDI di tingkat cabang tertentu.
Dia tidak menafikan praktik percaloan pengurusan STR terjadi, apalagi wilayah DKI dan sekitarnya. “Kami tegas. Kalau ada temuan di PB, cabang, wilayah, ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dengan cara menarik pembiayaan di luar ketentuan organisasi, kita harus tegas!” katanya.
Pada prinsipnya, adanya sertifikat kompetensi adalah untuk menjaga kompetensi dokter. Untuk membantu dokter agar tidak menempuh jalan pintas, PB IDI lewat P2KB membuka layanan lewat telepon. “Kalau ada permasalahan itu, kami bantu,” kata Adib.