Transaksi pengalihan pengasuhan bayi terjadi sejak dalam kandungan. Praktik ini terjadi karena orangtua kandung ingin mendapat imbalan uang dari calon orangtua angkat bayinya.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT, INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA, DHANANG DAVID ARITONANG
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Investigasi Harian Kompas menemukan praktik perdangan bayi dari sejak bayi-bayi tersebut masih dalam kandungan. Berkedok adopsi, bayi dalam kandungan ditawarkan dengan imbalan hingga puluhan juta rupiah. Transaksi terjadi secara tatap muka maupun tidak langsung di media sosial.
Praktik seperti ini terungkap dari pelacakan grup-grup percakapan tentang adopsi di Facebook pada Maret hingga akhir April 2023. Tim investigasi menghubungi belasan unggahan yang menawarkan bayi untuk diadopsi, salah satunya forum Adopsi Bayi Baru Lahir dan Hamil di Luar Nikah. Di forum ini, tim menghubungi akun Caca Ca yang menawarkan janin di dalam kandungan berusia 2 bulan.
Setelah dua pekan berkomunikasi, Caca Ca mulai membuka diri bahwa nama itu bukan nama sebenarnya. Caca yang mengaku berumur 24 tahun hidup berpasangan dengan Bima (25) dan kini sudah memiliki tiga anak. Dua di antaranya, yaitu anak pertama dan ketiga sudah diasuh orang lain. Di kehamilan yang keempat, Caca kembali menawarkan kandungannya ke orang lain.
“Saya diberkahi rahim subur, sehingga bisa menolong bunda-bunda yang sulit memperoleh anak,” katanya, pertengahan Maret 2023.
Hampir dua pekan setelahnya, tim menemui pasangan ini di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (25/3/2023). Bagi mereka, praktik ini merupakan ketiga kalinya. Sebelumnya, pasangan ini telah menawarkan putra pertama sebesar Rp 15 juta dan putra ketiga sebesar Rp 35 juta dalam kurun waktu 2018-2022. “Saya sudah berniat sejak awal hamil ini. Saya bilang ke bapaknya, ini diadopsikan saja ya,” katanya.
Saya diberkahi rahim subur, sehingga bisa menolong bunda-bunda yang sulit memperoleh anak
Tim menerima bukti dua dokumen adopsi anak Caca. Dokumen adopsi anak pertama dibuat di Malang di luar jalur resmi 2 Juli 2018 dengan tulisan tangan. Saat dia menawarkan adopsi, usia kehamilannya sembilan bulan. Sementara dokumen adopsi anak ketiganya dibuat secara legal di Ngawi pada 20 April 2022. Ketika tawaran adopsi kedua ini disampaikan, usia kehamilannya kurang dari dua bulan.
Tim memastikan Caca benar-benar hamil dengan memeriksakan kandunganya di salah satu klinik di Surabaya Selatan. Di ruang periksa, dokter yang bertugas memastikan janin dalam kondisi sehat sembari memperlihatkan monitor yang merekam janin di kandungan. “Ini kelihatan ya di USG, kondisi bayi sehat, usianya sekitar dua bulan. Tetapi ini belum bisa dilihat jenis kelaminnya karena masih terlalu muda,” kata dokter.
Awalnya, Caca dan Bima, pasangannya di luar nikah, menawarkan kandungan Rp 39 juta. Rinciannya, Rp 2 juta per bulan hingga lahir dan Rp 25 juta bersih saat bayi sudah lahir. Jumlah ini belum termasuk biaya kelahiran dengan operasi caesar dan transportasi. Setelah tawar menawar, mereka sepakat mengurangi biaya menjadi Rp 35 juta ditambah dengan biaya persalinan dengan operasi caesar.
Uang sebesar Rp 2 juta per bulan itu dibutuhkan membayar kos Rp 500.000 per bulan, makan sehari-harinya, serta biaya kontrol kandungan. Jika ada kelebihan, uang itu sebagian dikirim ke keluarga besar yang kerap meminta uang. “Saya sudah tidak bisa bekerja sejak hamil,” kata Ccaa yang bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) di pusat perbelanjaan di Surabaya.
Keduanya tak mempersoalkan jika proses adopsi dilakukan di luar jalur resmi. Ia bahkan rela jika nama orangtua kandung diganti dengan nama orangtua yang mengadopsi anaknya. Mereka lebih menyukai untuk memutus komunikasi setelah kelahiran bayi. “Yang penting buat saya setelah lahir itu langsung diambil saja, karena saya nanti yang malah takut tidak tega,” katanya.
Pasangan ini memilih memberikan anaknya ke orang lain karena alasan kondisi ekonomi. Keduanya enggan menyerahkan bayi mereka ke yayasan atau panti asuhan karena menganggap prosedurnya rumit. Pertimbangan lain, pada umumnya orangtua kandung tak mendapat imbalan materi saat menyerahkan bayi ke lembaga sosial.
Hasil penelusuran juga mengungkapkan fakta bahwa sebagian besar grup adopsi merupakan komunitas terbuka yang bisa diikuti langsung, sebagian di antaranya merupakan komunitas tertutup. Di grup tertutup, calon peserta harus menjawab beberapa pertanyaan sebelum diizinkan mengikuti grup tersebut. Sejumlah grup dibuat berdasarkan lokasi seperti adopsi bayi Aceh, adopsi bayi wilayah Jawa Timur, dan adopsi bayi wilayah Sulawesi. Sebagian berdasarkan agama seperti adopsi bayi Kristen dan Katolik.
Salah satu yang paling aktif adalah grup “adopsi bayi baru lahir dan info hamil di luar nikah”. Anggotanya mencapai 6.200 pengguna Facebook dengan unggahan yang aktif. Di grup-grup tersebut penawaran bayi yang baru lahir maupun bayi yang masih dalam kandungan begitu aktif. Mereka biasanya menggunakan kalimat kombinasi huruf dan angka. Dari obrolan di grup-grup tersebut, hal ini bertujuan menghindari akun dicekal dan dinonaktifkan.
Kompas mendalami sejumlah penawaran di grup-grup tersebut. Mereka menawarkan syarat yang beragam seperti yang dilakukan akun Mkcantika. Akun ini menawarkan bayi dalam kandungannya berusia 5 bulan, 23 Maret 2023 lalu. Pengguna akun yang mengaku tinggal di Garut, Jawa Barat itu meminta pengganti biaya kontrol, bersalin dan pemulihan tanpa menyebutkan nominal. “Seadanya, saya, tidak menarget berapa karena saya tidak menjual bayi,” katanya.
Kehamilan ini, merupakan kehamilan kedua Mkcantika. Anak pertamanya yang berusia lima tahun juga diasuh orang lain. Ia bersedia menandatangani surat penyerahan anak bermeterai dan setelah itu lepas kontak sama sekali. “Tergantung yang adopter, saya siap tanda tangan di atas materai kalau memang harus menjauh, asal saya tahu pihak adopter baik, layak, dan amanah,” katanya seraya mengaku melakukan ini karena alasan ekonomi.
Sementara itu, pengguna akun bernama Feni yang mengaku tinggal di Sekayu, Sumatera Selatan, juga menawarkan bayi dalam kandungan dengan biaya pengganti dari kontrol kehamilan, persalinan, dan pemulihan. Pelacakan berikutnya, tim menemukan seorang yang menggunakan nama Lisiana Prihutami menawarkan bayi laki-laki berusia sepekan dengan biaya penggantian Rp 11 juta di Facebook. Beberapa akun merespons, dan percakapan dialihkan melalui percakapan personal.