Dengan berbagai pertimbangan, para orangtua menyerahkan anaknya untuk diasuh orang lain. Prosesnya melalui jalur tidak resmi antarkeluarga. Penyerahan anak seperti ini berpotensi mengabaikan hak anak.
Oleh
INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA, DHANANG DAVID ARITONANG, IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Bermodal selembar surat perjanjian, para orangtua memberikan bayinya ke orang lain. Sebagian dari mereka tak memegang salinannya. Setelah membubuhkan tanda tangan, bayi mereka langsung dibawa orangtua angkat.
Orangtua biologis bayi-bayi ini tak memiliki informasi cukup tentang orangtua angkat. Jangankan profil serta latar belakang mereka, alamat orangtua angkat bayi pun tak punya. Tim Investigasi Harian Kompas menemukan fakta ini di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta dalam rentang waktu April 2023-Mei 2023.
Di Karanganyar, Jawa Tengah, kami mendapatkan dokumen surat perjanjian adopsi antara sepasang suami istri SO (45) dan PJ (44) dengan orangtua kandung EA (31). Kami mendapatkan surat itu dari PJ yang ditemui di Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (28/3/2023).
Surat itu tertanggal 18 Oktober 2022. Isinya tentang kerelaan orangtua kandung melepas hak asuh bayi. Orangtua kandung tidak akan menuntut apa pun terkait anaknya. EA mengklaim tidak sempat membaca detail isi perjanjian itu. “Waktu habis operasi saya juga disuruh tanda tangan. Tetapi saya enggak dikasih lihat isinya,” ujarnya. Keterangan ini dibantah PJ. Menurut dia, justru EA dan pasangannya yang membuat surat perjanjian itu.
Ingkar janji
Kuasa Hukum EA, Rendi Rumapea mengatakan, kliennya memang ingin mencari orangtua angkat untuk anaknya. Kedua belah pihak sama-sama sudah menandatangani perjanjian tertulis. Mereka juga sepakat untuk tetap memberikan kabar anak kepada orangtua kandung dan tidak membatasi komunikasi. Namun, belakangan orangtua angkat malah susah dihubungi.
Isinya tentang kerelaan orangtua kandung melepas hak asuh bayi. Orangtua kandung tidak akan menuntut apa pun terkait anaknya
EA pun tidak mengetahui perkembangan terkini anak mereka. “Nah di sini lah cikal bakal EA tidak yakin dengan pengadopsi dan ada niatan untuk mengambil kembali anaknya. Sebab pengadopsi sendirilah yang ingkar janji. Dengan adanya ingkar janji sebenarnya perjanjian bisa dibatalkan,” ujar Rendi.
Di Probolinggo, Jawa Timur, YH (27), tidak mengetahui nama serta alamat orangtua angkat anaknya yang diberikan Agustus 2022. RA, bidan yang merawatnya bersalin, memintanya menulis nama dalam selembar surat lantas membubuhkan tanda tangan. Ibunya yang menemani YH ketika itu turut diminta sebagai saksi. “Karena ibuku buta huruf dan tidak bisa tanda tangan, dia diminta cap jempol di surat itu,” terang YH, ketika ditemui di rumahnya di Dringu, Probolinggo, Selasa (28/3/2023).
Proses adopsi diperantarai RA dan dua temannya. Mereka bertiga bekerja sebagai bidan di Probolinggo. Awalnya, YH ingin mencari orangtua angkat untuk anaknya karena pasangannya tidak menginginkan kelahiran buah hati mereka. RA dan temannya lantas mencarikan pengadopsi untuk bayi YH.
Namun di hari yang sama setelah meneken surat itu, YH berubah pikiran. Dia pun protes ke perantara adopsi dan ingin anaknya dikembalikan. Tetapi, anaknya sudah terlanjur dibawa pengadopsi. Setelah berjuang tiga bulan dan disertai laporan ke polisi terhadap tiga bidan di atas, YH akhirnya mendapatkan bayinya kembali. Polisi memediasi pertemuan antara YH dan orangtua angkat. Lalu, orangtua angkat mau mengembalikan bayi itu.
Orangtua angkat
Kompas melacak keberadaan pengadopsi bayi YH. Dia berinisial AM (50), berprofesi sebagai pedagang dan tinggal di Surabaya. Ditemui, Senin (27/3/2023), AM membenarkan pernah mengadopsi bayi YH. Dia sempat membuka gawai dan memperlihatkan swafoto dirinya bersama bayi itu. Dia menerangkan, surat adopsi ditandatanganinya sendiri, bidan R, YH, dan nenek si bayi.
Setelah berjuang tiga bulan dan disertai laporan ke polisi terhadap tiga bidan di atas, YH akhirnya mendapatkan bayinya kembali
AM sempat ingin mengesahkan anak angkatnya itu lewat penetapan pengadilan. Namun, rencana itu batal lantaran YH protes dan ingin anaknya kembali. Dalam proses pencarian bayi, AM mengenal RA lewat keponakannya yang pernah bekerja di Probolinggo. RA, bidan di sebuah klinik dokter kandungan di Kota Probolinggo, menawarkan bayi ke AM.
Dengan menyamar sebagai orang yang ingin mengadopsi bayi, Kompas menemukan fakta bahwa di klinik tempat RA bekerja tersedia bayi untuk diadopsi. Bahkan, klinik itu juga bisa menerbitkan surat keterangan lahir (SKL) atas nama pengadopsi. Seharusnya, SKL berisi keterangan tentang orangtua kandung.
Melepas anak bermodal selembar surat adopsi juga dilakukan NI (26), warga Jakarta Utara. Lantaran pasangannya tidak mau bertanggung jawab, NI menitipkan anaknya kepada SH (33), pengurus sebuah panti asuhan di Bogor, Jawa Barat, yang dikenal dengan julukan Ayah Sejuta Anak.
Penggelapan asal usul
Sesaat setelah melahirkan Juni 2022 di salah satu rumah sakit swasta di Tangerang Selatan, Banten, SH menyodorkan sebuah surat untuk ditandatangani NI. Belakangan, NI baru sadar bahwa itu adalah surat keterangan kesediaan adopsi. “Saya tidak sempat baca. Saya disuruh tanda tangan pas anak saya mau diambil, jadi saya tak sempat baca,” ujarnya.
Kini, kasus Ayah Sejuta Anak ini sedang diproses hukum. Informasi yang dihimpun dari penyidik, surat perjanjian adopsi itu awalnya belum ada isinya saat ditandatangani NI. Setelah ada tanda tangan NI, butir perjanjian dalam surat itu baru diisi SH. Kemudian, di dokumen terlampir tanda tangan Herdianto, selaku orangtua angkat.
Satu salinan surat dipegang Herdianto. Namun ironisnya, NI selaku ibu kandung justru tidak mendapatkan salinannya. "(Surat) yang untuk NI dipegang oleh SH," kata penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Aipda Angga Permana.
Di media sosial, fenomena melepas hak asuh anak lewat selembar surat juga mudah ditemui. Kami berkomunikasi di Facebook dengan beberapa akun, salah satunya Mkcantika. Perempuan yang mengatakan tinggal di Garut, Jawa Barat, itu bersedia untuk menandatangani surat penyerahan anak bermaterai dan setelah itu lepas kontak sama sekali. “Tergantung orang yang mengadopsi, saya siap tandatangan di atas materai kalau emang harus menjauh, asal saya tahu pengadopsi baik, layak dan amanah,” katanya.
Hak anak
Pemerintah mengatur ketat adopsi agar hak anak tetap terjamin setelah diasuh orangtua angkat. Dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, surat izin adopsi dari orangtua kandung hanya satu dari 15 syarat administratif yang harus dipenuhi orangtua angkat.
Aturan itu mengharuskan, baik pengangkatan anak secara langsung maupun lewat lembaga pengasuhan anak (LPA), sama-sama harus mengantongi penetapan pengadilan. Jika itu tidak dilakukan, proses adopsinya tidak sah secara hukum.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Kanya Eka Santi, menjelaskan, pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum karena ada proses pengalihan hak asuh dari orangtua yang punya kewajiban untuk memelihara, merawat dan mendidik, kepada pihak lain. Surat izin adopsi dari orangtua hanya salah satu syarat saja, tetap diperlukan proses selanjutnya.
Mereka yang menempuh jalur ilegal dalam pengangkatan anak, dinilainya tidak memikirkan status sosial dan status hukum si anak. Juga hak anak lainnya, seperti punya identitas serta mengetahui nasabnya. “Mereka tidak tahu atau tidak mementingkan kepentingan anak. Itu yang kami sesalkan,” ujarnya.