Kerja sama mewujudkan perdamaian di kawasan mencakup deeskalasi konflik di Gaza.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia dan China bersepakat mendukung keanggotaan penuh Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Deeskalasi konflik dan kemampuan semua pihak menahan diri mendesak dilakukan guna mengembalikan keamanan dan kestabilan global.
Hal itu diutarakan dalam jumpa pers Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bersama Menlu ChinaWang Yi di Jakarta, Kamis (18/4/2024). Wang melawat ke Indonesia juga untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Setelah itu, pada Kamis sore ia menuju ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur guna menghadiri dialog mekanisme kerja sama level tinggi (HLDCM). Delegasi Indonesia dipimpin oleh Retno dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
"Indonesia melakukan diplomasi nonstop kepada berbagai negara agar menggunakan pengaruh mereka menyegerakan deeskalasi di Gaza dan agar semua pihak terlibat menahan diri masing-masing," kata Retno.
Bersama China, Indonesia menyuarakan dukungan terhadap solusi dua negara, yaitu Palestina yang merdeka dan terpisah dari Israel. Oleh sebab itu, Beijing dan Jakarta menyatakan dukungan agar Palestina diterima sebagai anggota PBB.
Wang menjelaskan, China sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB terus mengupayakan resolusi gencatan senjata di Gaza. Hal ini tercapai dengan Resolusi Ke-27. Akan tetapi, Amerika Serikat bersikap abstain meski kemudian menyatakan resolusi itu tidak mengikat. Washington memveto seluruh resolusi DK PBB terkait Palestina yang dikeluarkan sebelum Resolusi Ke-27.
Padahal, semua resolusi DK PBB bersifat mengikat. Hal itu ditekankan kembali oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Ia mengimbau agar seluruh negara anggota PBB mengutamakan kemanusiaan di Gaza. Hukum internasional harus ditegakkan dengan komitmen menyeluruh.
"DK PBB bukan ajang hegemoni negara-negara besar. Semuanya harus rendah hati menjalankan resolusi. Sebaiknya, para pejabat AS belajar kembali mengenai hukum internasional," ujar Wang.
Babak baru
Kedatangan Wang ini untuk mendiskusikan babak baru hubungan bilateral Indonesia-China yang tahun ini berusia 75 tahun. Sejak 2013, kedua negara menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif. Hal itu diturunkan ke dalam rencana aksi 2022-2026.
"Kami menginginkan neraca perdagangan yang lebih seimbang. Hendaknya ada pembukaan akses pasar untuk barang-barang Indonesia," kata Retno.
China, lanjut dia, merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Neraca perdagangannya mencapai 127 miliar dollar AS. Dari segi investasi, pada 2023 China total menanam modal sebesar 7,4 miliar dollar AS.
Kerja sama kedua negara ditingkatkan dalam pencegahan dan penanganan kejahatan lintas batas. "Salah satu bentuknya adalah online scam (penipuan daring) yang kerap memakan korban warga Indonesia," tutur Retno.
Bidang-bidang yang akan dioptimalkan kolaborasinya adalah ketahanan pangan, peralihan energi, industri, dan perdagangan daring. Proyek Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) juga dilanjutkan. Retno mengatakan, semua dilakukan berdasar prinsip multilateralisme dan kolaborasi.
"China juga menyatakan dukungan terhadap AOIP (Pandangan Indo-PasifikASEAN) sebagai salah satu wujud hukum internasional," kata Retno.
Wang memuji pelaksanaan pemilihan umum Indonesia yang menurut dia berjalan lancar. Selain itu, ia juga memuji pembangunan Indonesia yang luar biasa di bawah 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Ia meyakini, di ambang pemerintahan baru, Indonesia tetap akan menjadi teman dekat China. Kedua negara bekerja keras untuk kesejahteraan bersama, perdamaian, serta kesetaraan global.
"Sebagai dua negara besar dan berkembang, China dan Indonesia harus saling membantu. Kami siap mendukung Visi Indonesia Emas 2045," ucap Wang.
Di dalam tataran kawasan Indo-Pasifik, China menyatakan mengutamakan hukum internasional. Ini mencakup penolakan segala aksi proteksionisme yang berpotensi mengganggu rantai pasok.
"Dokumen Tata Perilaku (DOC) dan Kode Tata Perilaku (COC) Laut China Selatan harus disegerakan penyelesaiannya agar Laut China Selatan menjadi laut kerja sama dan kesejahteraan kawasan," kata Wang.
Baru-baru ini, AS membentuk trilateral dengan Jepang dan Filipina. Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Washington.
Filipina mengharapkan trilateral ini bisa menguatkan posisi mereka di Laut China Selatan. Selama ini, Filipina dan China berhadap-hadapan mengklaim perairan tersebut, terutama di Kepulauan Spratly. Ketegangan berkali-kali terjadi antara kapal milisi Filipina dan penjaga pantai China. Di bawah perjanjian tersebut, AS mengucurkan dana tambahan 128 juta dollar untuk membangun pangkalan militer di Filipina.