Umat Islam di sejumlah negara berupaya mengurangi sampah dan jejak karbon saat puasa demi merawat Bumi.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
Umat Islam di sejumlah negara menunaikan ibadah puasa sambil beraksi nyata melawan krisis iklim. Lewat kelompok kecil yang ligat, mereka menularkan kesadaran untuk mengurangi sampah makanan, sampah plastik, serta jejak karbon demi menjaga bumi seisinya.
Awal April 2024, mediaThe Chicago Tribunemenerbitkan artikel tentang komunitas Muslim di Chicago, Amerika Serikat, yang selama bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka gratis untuk ratusan orang. Mereka menerapkan konsep ”Green Ramadhan” dengan tidak menggunakan wadah makan stirofoam dan botol plastik sekali pakai.
Ketua Komite Tim Hijau di The Muslim Community Center Chicago Sam Bawamia mengatakan, agama Islam mengajarkan manusia untuk menjaga Bumi. Di tengah krisis iklim, manusia harus melawan eksploitasi berlebihan dan ketidakadilan penggunaan sumber daya alam.
”Saya kira akan percuma jika kita telah berjuang susah payah puasa sepanjang hari, tetapi akhirnya pada saat berbuka kita memenuhi tong sampah dengan botol sekali pakai,” kata Bawamia, seperti dikutip The Chicago Tribune.
Menurut Anjum Ali, yang merupakan wakil Bawamia di Komite Tim Hijau, kesabaran adalah salah satu nilai yang ditekankan dalam Islam. Sabar artinya tahan terhadap cobaan saat memperjuangkan hal yang baik. Membawa botol minum atau alat makan sendiri memang tidak nyaman, tetapi itu akan berkontribusi terhadap upaya menyembuhkan Bumi.
Gerakan Green Ramadhan juga bersemi di London, Inggris. Sejak 2019, Rumi'S Cave mengadakan buka puasa vegetarian tanpa plastik untuk mengurangi sampah plastik dan jejak karbon. Inisiatif yang sempat terhenti akibat pandemi Covid-19 itu kini kembali berlanjut.
Melansir Arab News, inisiatif Green Iftar atau buka puasa ramah lingkungan diadakan untuk mengajak umat Islam menyadari dampak lingkungan akibat pola konsumsi yang berlebihan. Meningkatnya sampah makanan dan sampah plastik saat bulan puasa dinilai tidak selaras dengan semangat Ramadhan yang mendorong manusia menjadi lebih baik.
Tak hanya di negara-negara Barat, inisiatif Green Ramadhan juga dilakukan umat Islam di Pahang, Malaysia. Warga di Kuantan, pusat kota di Pahang, didorong untuk mengolah sampah makanan yang menumpuk saat bulan puasa menjadi pupuk kompos.
Pemerintah di Pahang menyediakan fasilitas mesin pengolah sampah makanan dalam bazar makanan Ramadhan di Kuantan. Menurut Direktur Pengelolaan Limbah Padat dan Kebersihan Umum Pahang Sharudin Hamid, mesin itu dalam satu hari mampu mengolah 25 kilogram sampah makanan menjadi kompos.
Angka itu memang amat kecil dibandingkan dengan total sampah makanan Malaysia yang setiap hari bisa mencapai 13.000 ton. Namun, Sharudin mengatakan, langkah awal pemerintah untuk mengubah sampah makanan menjadi kompos telah berhasil memantik kesadaran warga.
”Sekarang masyarakat telah semakin sadar terhadap lingkungan, terutama untuk mengurangi sampah makanan,” ujar Sharudin kepada AFP, Kamis (4/4/2024).
Mesin milik pemerintah itu digunakan untuk menghancurkan sampah makanan. Setelah itu, sampah yang sudah hancur dicampur dengan sekam padi dan bubuk gergaji selama 48 jam. Kompos itu kemudian dikemas dan diberikan kepada petani.
”Tanaman yang tumbuh berkat kompos dari sampah makanan itu nantinya akan kembali menghasilkan makanan. Begitulah hukum alam,” kata salah satu warga Kuantan, Abdul Shukor Mohamad Salleh. (AFP)