Bagi AS, perkembangan di Asia Tenggara menjadi tantangan untuk menelurkan ide-ide kerja sama yang segar dan kreatif.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
Di kawasan Asia Tenggara dan di masyarakat Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN, saat mendengar nama Amerika Serikat, yang tebersit pertama kali adalah persaingan geopolitiknya dengan China. Terlalu lama ASEAN menganggap diri mereka menjadi medan pertarungan pengaruh kedua negara adidaya itu.
Melalui Pandangan ASEAN untuk Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on Indo-Pacific/AOIP), persaingan tersebut berusaha ditampung dan diarahkan ke kerja sama yang saling menguntungkan.
Wakil Tetap AS untuk ASEAN Yohannes Abraham menganggap bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat dan menarik bagi AS untuk menggalakkan kerja sama dengan ASEAN maupun negara-negara anggotanya. Ditemui di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Selasa (12/3/2024), untuk wawancara khusus dengan Kompas, Abraham menjelaskan bahwa perkembangan situasi di ASEAN selalu dinamis dan harus ditanggapi dengan saksama, tetapi luwes.
Ia bertugas sebagai Wakil Tetap AS untuk ASEAN sejak 2022. Sebelumnya, posisi Wakil Tetap AS untuk ASEAN ini kosong selama masa kepresidenan Donald Trump tahun 2017-2021.
Abraham menerangkan, AOIP yang lahir dibidani Indonesia dan diadopsi di KTT ASEAN 2019 di Bangkok sejalan dengan strategi Indo-Pasifik AS. Satu hal yang disenangi AS adalah berbagai proyek kerja sama di dalam AOIP ini sudah memiliki peta jalan di berbagai kementerian dan lembaga terkait di negara-negara anggota ASEAN.
”ASEAN yang independen (dari segi sikap dan agenda kerja) sangat penting karena positif bagi dunia,” tutur Abraham.
Menurut Abraham, ASEAN harus benar-benar bisa memanfaatkan status hubungan kemitraan strategis dan komprehensif. AS merupakan sumber modal asing nomor satu di ASEAN. Pertumbuhan investasinya meningkat hingga 82 persen dalam satu dasawarsa belakangan.
Di bawah AOIP, mereka mengembangkan sejumlah program afirmasi yang berlandaskan empat pilar. Pertama adalah kerja sama kelautan yang di dalamnya mencakup pengelolaan sumber daya bahari sehingga harus ada kerja sama menanggulangi pencurian ikan. Terkait prinsip kebebasan berlayar dan bernavigasi, diterapkan dengan mengedepankan AOIP. Hal ini termasuk penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan penegakan aturan sesuai hukum internasional.
Kedua adalah kerja sama konektivitas guna meningkatkan kelancaran dan keefektifan jalur logistik. Ketiga adalah agenda pemberdayaan manusia dan pembangunan berkelanjutan guna memperkecil kesenjangan sosial di tengah masyarakat ASEAN. Terakhir ialah kerja sama ekonomi melalui investasi. Terdapat 6.000 perusahaan AS yang beroperasi di negara-negara ASEAN.
”Keempat pilar ini sejatinya tidak bisa dipisahkan karena pembangunan tiap-tiap pilar ini pasti berpengaruh kepada pilar lain,” kata Abraham.
Proyek yang sedang berjalan saat ini adalah pembangunan jaringan listrik ASEAN. Lembaga Pembangunan Internasional AS (USAID) baru menyelesaikan kajian mengenai proyek tersebut. Sejauh ini, masih diperhitungkan pembangunan jaringan listrik yang menghubungkan Indonesia dengan Malaysia. Jika hal ini disepakati, AS berniat berinvestasi di pembangunan kabel bawah laut.
Ketersediaan listrik masih menjadi masalah mendasar di negara-negara ASEAN. Apabila konsumsi listrik naik, harapannya produktivitas juga terangkat sehingga membantu peningkatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.
Selain pembangunan jaringan listrik ASEAN, juga ada pembangunan koneksi digital melalui kabel bawah laut. Di bidang ini, dua raksasa teknologi AS, Google dan Meta, telah mengutarakan minat untuk berinvestasi.
Menurut keterangan Gedung Putih, Google akan melakukan pengadaan dua kabel bawah laut trans-Pasifik yang diperkirakan bisa memberi peningkatan produk domestik bruto (PDB) Pasifik hingga 627 miliar dollar AS dalam kisaran 2022-2026.
Adapun Meta mengumumkan membangun kabel bawah laut trans-Pasifik dan di dalam kawasan Asia Pasifik. Perkiraan kontribusi ke PDB kawasan dalam kisaran empat tahun mencapai 422 miliar dollar AS.
Satu pintu
Aspek lain yang diminati oleh AS adalah jendela tunggal ASEAN (ASEAN single window). Konsep ini dikembangkan oleh para menteri ekonomi negara-negara ASEAN. Selama ini, setiap negara anggota memiliki peraturan ekspor impor dan bea cukai yang berbeda-beda. Akibatnya, sukar melakukan perdagangan intra-ASEAN maupun dengan negara-negara sahabat (Kompas, 4 September 2023).
Terkait persaingan geopolitik dengan China, Abraham menekankan bahwa Misi AS di ASEAN ingin fokus kepada ASEAN. Perihal negara-negara mitra wicara ingin memasukkan dan menjalankan proyek-proyek kerja sama tentu disesuaikan dengan pola dan kebutuhan masing-masing, asalkan sejalan dengan peraturan AOIP. Prinsip AOIP ini sudah jelas bahwa persaingan harus dikelola secara positif untuk kebaikan bersama dengan masyarakat ASEAN sebagai pusatnya.
”Lebih baik kita fokus memastikan arah kerja sama ini benar dan berkembang," kata Abraham. Ia melihat, alangkah baiknya apabila semua pihak di AS-ASEAN proaktif, kreatif, dan hadir dengan ide-ide segar untuk kerja sama.
Abraham menambahkan, fokus AS adalah memastikan berbagai kerja sama yang mereka lakukan bersifat langgeng dan mampu beradaptasi sesuai dinamika kawasan.
Ketika diminta tanggapan mengenai harapan Misi AS untuk ASEAN kepada pemerintahan baru Indonesia hasil pemilu, Februari 2024, dan kontribusinya bagi ASEAN, Abraham mengatakan, secara historis Indonesia selalu aktif dan konstruktif memberi sumbangsih kepada ASEAN.
----------
Catatan editor:
Artikel ini telah mengalami pembaruan dari versi sebelumnya. Koreksi dilakukan pada paragraf ke-9 soal jumlah perusahaan AS di negara-negara ASEAN, yang--tadinya disebut 60.000 perusahaan--dibetulkan menjadi 6.000 perusahaan. Terima kasih -- Redaksi