Australia Tingkatkan Anggaran untuk Keamanan Maritim ASEAN
Australia melihat tingginya gejolak di kawasan maritim Asia Tenggara dipicu klaim yang tak sesuai hukum internasional.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM DARI MELBOURNE, AUSTRALIA
·3 menit baca
MELBOURNE, KOMPAS — Australia meningkatkan anggaran untuk Kemitraan Maritim Asia Tenggara Australia guna meningkatkan ketahanan dan memastikan perairan kawasan tetap terbuka dan dapat diakses secara bebas.
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan, Australia akan menginvestasikan 64 juta dollar Australia (Rp 655,8 miliar) selama empat tahun, termasuk pendanaan baru sebesar 40 juta dollar Australia (Rp 409,8 miliar) untuk peningkatan Kemitraan Maritim Asia Tenggara tersebut.
”Hal ini akan memperluas kerja sama maritim kita dan berkontribusi terhadap keamanan, kemakmuran, dan pengelolaan domain maritim di kawasan ASEAN,” kata Wong dalam pidato di sesi Maritime Academic Conference dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Istimewa ASEAN Australia 2024, di Melbourne, Australia, Senin (4/3/2024).
Australia melihat tingginya gejolak di kawasan maritim Asia Tenggara. Salah satunya adalah klaim dan tindakan kawasan laut yang tidak sejalan dengan hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan tatanan hukum laut dan samudera.
Kawasan maritim Asia Tenggara, kata Wong, menghadapi tindakan-tindakan yang menimbulkan destabilisasi, provokatif, dan koersif, termasuk perilaku tidak aman di laut dan udara serta militerisasi di wilayah-wilayah yang disengketakan. Di tengah kekuatan dan konflik militer yang semakin berkembang itu, upaya dan mekanisme konkret untuk mencegah konflik militer di kawasan itu ia nilai sangat minim.
”Faktor-faktor ini menimbulkan keadaan yang paling sulit di kawasan kita dalam beberapa dekade terakhir,” kata Wong.
Sebagai informasi, Filipina dan China berulang kali berselisih terkait batas wilayah dan saling klaim kawasan di Laut China Selatan selama setahun terakhir. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan.
Mahkamah Arbitrase Internasional pada tahun 2016 mengatakan, klaim China itu tidak memiliki dasar hukum. Jalur perdagangan Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan kapal yang penting di kawasan Asia.
Wong menyatakan, Australia menyambut baik pernyataan para Menteri Luar Negeri ASEAN pada Desember 2023 yang menyatakan keprihatinan mengenai beragam kejadian yang mengancam perdamaian dan keamanan regional di bidang maritim.
Pernyataan tersebut menegaskan kembali perlunya dialog dan penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional, khususnya UNCLOS. Selain itu, juga pentingnya dialog reguler antara China dan Amerika Serikat.
”Australia mendukung pendekatan ini dan kami memainkan peran kami dalam mengadvokasi perdamaian,” kata Wong.
Ketahanan di Sungai Mekong
Selain untuk kawasan Maritim Asia Tenggara, Australia juga menambah dana sebesar 222,5 juta dollar Australia (Rp 2,3 triliun) untuk ketahanan di subkawasan Sungai Mekong. Fase kedua Kemitraan Mekong-Australia ini akan melanjutkan kemitraan yang sudah ada sebelumnya.
Kerja sama itu adalah investasi dalam ketahanan air, ketahanan terhadap perubahan iklim, memerangi kejahatan transnasional, dan memperkuat kepemimpinan subregional. ”Apa yang terjadi di Laut Cina Selatan, di Selat Taiwan, di sub-kawasan Mekong, di seluruh Indo-Pasifik, berdampak pada kita semua,” kata Wong.
Sungai Mekong mengalir di enam negara, mulai dari China, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam. Pekan lalu, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese meneken kerja sama Kegiatan Kerja Sama Maritim untuk mendukung keamanan dan stabilitas regional. Keduanya juga menandatangani nota kesepahaman untuk meningkatkan kerja sama maritim di kawasan.
Kerja sama kawasan ini, kata Wong, untuk melindungi dan mengamankan sumber daya dan lingkungan maritim dan sungai, baik untuk memetakan terumbu karang dan mencegah penangkapan ikan ilegal maupun untuk menjaga sumber daya air tawar dari perubahan iklim di Sungai Mekong.
Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo mengatakan, Laut China Selatan memiliki kepentingan strategis dan memiliki masa depan yang menjanjikan. ”Namun, masa depan itu hanya akan mungkin terwujud jika negara-negara di seluruh kawasan menjunjung tinggi kerja sama, dalam hal konfrontasi dan diplomasi,” katanya yang menjadi pembicara setelah Wong.
Menurut Manalo, negara-negara di kawasan Asia Tenggara harus bersatu dalam menentang tindakan yang bertentangan atau tidak konsisten dengan hukum arbitrase yang merupakan bagian dari hukum internasional.