Canberra menyatakan Beijing tidak memiliki dasar hukum dalam klaimnya atas LCS. Penolakan itu mencakup sejumlah klaim China atas LCS, termasuk aktivitas pembangunan pulau buatan di wilayah itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SYDNEY, SABTU — Pemerintah Australia dalam deklarasi resminya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa menolak klaim teritorial dan maritim China di wilayah perairan Laut China Selatan. Sikap Australia ini segaris dengan sikap Pemerintah Amerika Serikat sekaligus semakin memanaskan hubungan Washington dengan Beijing.
Pernyataan Australia itu disampaikan kepada PBB, Kamis (23/7/2020). Canberra menyatakan, Beijing tidak memiliki dasar hukum dalam klaimnya atas Laut China Selatan (LCS). Penolakan Australia terhadap klaim China atas LCS itu juga mencakup penolakan terhadap aktivitas pembangunan pulau buatan di wilayah itu.
”Australia menolak klaim China atas ’hak sejarah’ atau ’hak dan kepentingan maritim’ sebagaimana ditetapkan dalam ’perjalanan panjang praktik kesejarahan’ di LCS,” demikian pernyataan Australia. ”Tidak ada dasar hukum bagi China untuk menggambar garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar fitur kelautan atau ’kelompok pulau’ di LCS, termasuk di sekitar kepulauan ’Four Sha’ atau ’kontinental’ atau bentang kepulauan.”
Seperti dilaporkan The Telegraph, deklarasi itu mengatakan bahwa Australia tidak menerima klaim kedaulatan China atas Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly di LCS. Pada awal bulan ini, kapal perang Australia berpapasan dengan Angkatan Laut China di dekat Kepulauan Spratly. Kala itu militer Angkatan Laut Australia mengikuti latihan perang bersama militer Jepang, AS, dan Filipina.
”Keputusan pengadilan arbitrase tentang Laut China Selatan tahun 2016 menunjukkan klaim-klaim ini tidak konsisten dengan UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) dan karena ketidakkonsistenan itu, maka (klaim China) tidak valid,” demikian antara lain bunyi deklarasi Australia.
Deklarasi Canberra itu keluar setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan, klaim Beijing atas wilayah dan sumber daya di LCS sebagai hal ilegal. Pompeo secara eksplisit juga menyatakan dukungannya atas klaim teritorial negara-negara Asia Tenggara di LCS.
Beijing mengklaim hampir semua LCS berdasarkan apa yang disebut ”sembilan garis putus-putus”, suatu garis batas samar-samar yang berasal dari peta tahun 1940-an. Bersama Taiwan, ada empat negara di Asia Tenggara yang juga mengklaim LCS, yakni Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Kunjungan ke Washington
Pernyataan terbaru Australia terbaru itu dikeluarkan menjelang pembicaraan tahunan antara Australia dan AS. Sejumlah menteri Australia dijadwalkan berkunjung ke Washington untuk pertama kalinya sejak perbatasan Australia ditutup karena pandemi Covid-19 pada awal tahun ini.
Menlu Australia Marise Payne dan Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds dalam pernyataannya di Canberra, Sabtu (25/7/2020), menyatakan bahwa pertemuan Australia-AS terjadi di waktu kritis dan sangat penting. Karena itu, pertemuan itu akan diadakan secara langsung dan tidak secara virtual sebagaimana yang sering berlangsung selama pandemi Covid-19.
Payne dan Reynolds mengungkapkan, pertemuan Australia dan AS akan terfokus pada upaya bersama mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang stabil, tangguh, terbuka, aman, dan makmur, khususnya dalam konteks menghadapi dampak pandemi Covid-19. ”Hubungan kita dibangun di atas nilai-nilai kita bersama, dan pemahaman bersama tentang pentingnya mempertahankan kehadiran serta kepemimpinan di wilayah kita,” kata Payne dan Reynolds dalam pernyataan bersama.
”Dalam menghadapi lingkungan regional yang semakin kompleks dan diperebutkan, sangat penting kita terus bekerja bersama melintasi luasnya hubungan kita,” lanjut keduanya, seraya menegaskan bahwa AS sejauh ini merupakan sumber investasi asing terbesar bagi Australia.
Hubungan AS dengan China telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Hal-hal yang menyeruak di hadapan publik global terutama terkait perselisihan perdagangan, polemik atas pandemi Covid-19, dan tindakan keras Beijing dalam isu Hong Kong. Respons Washington mengeras setelah Beijing mengesahkan Undang-Undang Keamanan Nasional atas Hong Kong.
Pada Jumat (24/7/2020), Beijing memerintahkan konsulat AS di Chengdu untuk tutup. Langkah itu adalah balasan China terhadap Washington yang memerintahkan penutupan Konsulat Jenderal China di Houston, AS. Pemerintah China menuduh perwakilan China di Houston itu sebagai pusat pencurian kekayaan intelektual oleh AS.
Payne dan Reynolds juga menulis sebuah artikel di surat kabar The Australian pada edisi hari Sabtu. Dalam artikel itu, keduanya menyebutkan UU Keamanan Nasional yang mulai diberlakukan di Hong Kong bulan lalu sebagai hal yang sembarangan dan tidak jelas. ”Kita menghadapi krisis kesehatan masyarakat, pergolakan ekonomi, dan bangkitnya rezim otoriter menggunakan paksaan dalam upaya untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh dengan mengorbankan kebebasan dan kedaulatan kita,” tulis mereka.
Pemimpin oposisi Australia, Anthony Albanese, mengatakan bahwa Australia perlu mempertahankan ”kepentingan nasional” Australia. ”Kita juga perlu membela hukum internasional,” katanya. ”Dan hukum laut internasional memberikan kebebasan navigasi yang sangat penting untuk perdagangan internasional.”
Ketegangan antara Australia dan China meningkat awal tahun ini ketika Canberra ikut mendorong untuk penyelidikan penanganan Beijing terhadap wabah Covid-19. Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mengeluh bahwa menteri perdagangan China tidak menjawab panggilan teleponnya pada Mei lalu. Sejak itu, China telah mengeluarkan peringatan kepada warga negaranya agar tidak melakukan perjalanan ke Australia karena kekhawatiran dan tudingan soal rasisme.
Pada Juni, juru bicara Kemenlu China, Zhao Lijian, menuduh Australia melakukan aksi spionase massal dan ”memicu konfrontasi”. Ketegangan yang meningkat telah mendorong para pemimpin bisnis Australia menyerukan ”pemisahan kekuasaan” antara hubungan luar negeri Australia dan ikatan perdagangan. Mereka khawatir, permusuhan lebih lanjut dapat merusak ekspor pebisnis Australia ke China. (AFP)