ASEAN kehilangan kesempatan membuat perundingan CoC menguntungkan anggotanya. KTT ASEAN di Jakarta perlu didorong menghasilkan reaksi tegas atas dinamika di Laut China Selatan.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
MANILA, MINGGU — Konferensi Tingkat Tinggi Ke-43 ASEAN diharapkan menghasilkan sikap dan dokumen tegas soal Laut China Selatan. Anggota ASEAN dirugikan oleh kelambanan ASEAN menyikapi dinamika di perairan tersebut.
Asisten Menteri Luar Negeri Filipina Daniel Espiritu mengatakan, Presiden Ferdinand Marcos akan hadir di KTT ASEAN pada 5-7 September 2023 di Jakarta. Salah satu target Marcos adalah mengupayakan pernyataan bersama ASEAN soal tindakan China di Laut China Selatan. ”Filipina jelas akan mendorong pernyataan soal itu. Walakin, tentu saja saya belum bisa memastikan naskah akhirnya. Sedang dinegosiasikan,” katanya sebagaimana dikutip sejumlah media Filipina, seperti Manila Times, ABS-CBN, dan Philippine Star, Minggu (3/9/2023).
Filipina akan terus menjunjung hukum internasional di Laut China Selatan. ”Presiden akan terus mendorong penerapan ketertiban internasional,” katanya. Ia juga menyebut, mungkin ASEAN tidak akan menggunakan istilah kecaman atau diksi setara. ”Naskahnya sedang dirundingkan. Jadi, saya tidak memperkirakan hasil akhirnya. Ada banyak perubahan, tergantung perundingan dan pembahasan,” katanya.
Pembahasan aneka dokumen yang akan disahkan, diadopsi, hingga dideklarasikan di KTT Ke-43 ASEAN sedang berlangsung. Para wakil tetap anggota dan negara mitra ASEAN merundingkannya bersama para direktur jenderal dari Kementerian Luar Negeri setiap anggota ASEAN. Perundingan tertutup soal dokumen-dokumen berlangsung pada 2-3 September 2023 di Jakarta.
Sejumlah pihak menyebut, perundingan itu antara lain diwarnai pembahasan soal Laut China Selatan. Isu itu mewarnai berbagai forum ASEAN hampir 30 tahun terakhir. Salah satu subpembahasan adalah soal panduan tata perilaku (CoC) di Laut China Selatan.
Direktur Kerja Sama Politik dan Keamanan ASEAN Kemlu RI Rolliansyah Soemirat mengatakan, perundingan CoC disepakati mencapai hasil pada 2026. Dokumen soal kesepakatan itu ditargetkan diadopsi dalam KTT ASEAN-China pada 6 September 2023. Mengingat kompleksitas elemen pada COC, pihak-pihak yang terlibat selama ini sangat berhati-hati sehingga diperlukan terobosan untuk mengakselerasi prosesnya,” ujarnya.
Merugikan
Dosen University of the Philippines, Richard Heydarian, menyebut, China secara terbuka terus mengganggu aktivitas maritim anggota ASEAN di Laut China Selatan. Sejumlah negara dan organisasi di luar Asia Tenggara mengecam tindakan China. Sayangnya, ASEAN malah diam saja. Kebisuan ASEAN tidak selaras dengan kehendak ASEAN untuk menjadi pemimpin utama penanganan aneka masalah di kawasan.
Karena itu, KTT ASEAN di Jakarta perlu didorong menghasilkan reaksi tegas atas dinamika di Laut China Selatan. ”Sedikit warga Filipina merasa ASEAN sebagai pihak yang dapat diandalkan untuk mengamankan kedaulatan Filipina di Laut China Selatan. Elite Filipina masih kecewa atas penolakan ASEAN mendukung putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada 2016,” tulisnya di Nikkei Asia pada 1 September 2023.
Ia merujuk pada putusan yang menyatakan, pulau buatan tidak bisa dipakai China untuk mengklaim Laut China Selatan sebagai perairan teritorial. China menolak putusan itu. Indonesia dan sejumlah negara mendukung putusan tersebut. Heydarian menyebut, dukungan Indonesia amat penting untuk mewujudkan solusi berdasarkan hukum internasional di Laut China Selatan. Indonesia terbukti bisa mencari terobosan dalam berbagai masalah kawasan sebelum ini.
Peneliti pada International Institute of Security Studies, Evan A Laksmana, mengatakan, kendali China pada Laut China Selatan saat ini lebih luas dibandingkan saat CoC mulai dirundingkan pada 2002. Karena itu, China tidak masalah jika perundingan kini diselesaikan segera.
Sebaliknya bagi ASEAN, perundingan itu berpeluang besar merugikan anggotanya. ASEAN kehilangan kesempatan membuat perundingan itu menguntungkan anggotanya. Sebab, China menjalankan taktik menegaskan klaim sembari mengulur waktu perundingan.
”Kalaupun CoC disepakati pada 2023, tidak akan menyelesaikan sengketa apa pun saat ini. Sebab, sengketa itu harus diselesaikan sesuai kaidah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional. Penyelesaiannya bisa bertahun-tahun, jika tidak dalam hitungan dekade,” katanya.
Karena itu, ASEAN tidak hanya perlu menyelesaikan perundingan CoC. Anggota ASEAN juga perlu menyelesaikan sengketa maritim di antara mereka. Sebagai pendorong awal CoC, menurut Heydarian, Manila amat berkepentingan pada penyelesaian panduan itu. Sayangnya, selama hampir tiga dekade terakhir, praktis tidak ada terobosan nyata. Hal yang disebut sebagai keberhasilan tidak lebih dari kesediaan terus berdialog.
Karena itu, CoC tidak hanya harus segera diselesaikan. Panduan itu perlu pula mengikat secara hukum pada semua pihak di Laut China Selatan. Sejauh ini, China menolak dokumen itu mengikat secara hukum. (AFP/REUTERS)