Malaysia dan Dilema Pekerja Musiman
Para pekerja musiman atau ”gig worker” menjadi bom waktu perekonomian. Di sisi lain, sektor itu memangkas pengangguran.
KUALA LUMPUR, SELASA — Malaysia cemas dengan tren pekerjaan musiman atau kerap disebut gig economy worker. Tren itu bisa membuat sektor formal Malaysia kekurangan tenaga terampil.
Kecemasan itu diungkap dalam laporan The Edge Malaysiaedisi 26 Februari-3 Maret 2024. Free Malaysia Today pada 3 Februari 2024 dan The Straits Times pada 27 Februari 2024 juga membedah fenomena itu.
Baca juga: Kuliah di Malaysia Masih Jadi Daya Tarik Pelajar Indonesia
Dosen pada Malaysia University of Science and Technology (MUST), Geoffrey Williams, menaksir, ada enam juta orang Malaysia menjadi pekerja musiman. Adapun Maybank Investment Bank Research (MIBR) menaksir ada tiga juta orang menjadi pekerja musiman di Malaysia.
Meningkatnya jumlah pekerja berketerampilan rendah di negara ini pada akhirnya akan melemahkan pertumbuhan ekonomi
Orang-orang itu tidak hanya menjadi kurir atau pengemudi di aplikasi angkutan daring. Mereka juga berstatus pengacara, penulis naskah, tukang ledeng, hingga pembantu umum di konser. Semua terikat kontrak sementara.
Dalam laporan MIBR disebut, ekonomi musiman memang mengesankan jumlah pengangguran bisa ditekan. Hal itu, antara lain, tecermin pada tingkat pengangguran Malaysia yang hanya 3,4 persen pada 2023.
Daftar persoalan
Meski pengangguran rendah, ada persoalan dalam struktur penyerapan tenaga kerja di Malaysia. Karena kontraknya sementara, tidak ada tunjangan apa pun untuk para pekerja itu.
Baca juga: Membandingkan Singapura, Malaysia, dan Indonesia
Pekerja musiman harus mengurus sendiri asuransi kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, hingga tabungan pensiun. Waktu kerja mereka bisa hanya beberapa jam hingga beberapa pekan. Meski demikian, ada peluang pekerja musiman bekerja dengan jam kerja berlebihan demi mengejar upah lebih banyak.
Kewajiban pemberi kerja hanya membayar upah. Tidak ada pelatihan dan pendampingan saat ada persoalan selama bekerja. Saat pekerjaan selesai, pemberi kerja tidak punya tanggung jawab apa pun terhadap pekerja.
Persoalan lain adalah pekerjaan musim mudah didapat. Sebagian malah tidak memerlukan keahlian dan syarat pendidikan. Malaysia mencatat, 98 persen kurir di aplikasi daring berusia di bawah 30 tahun. Dari keseluruhan kurir itu, 40 persen berpendidikan maksimum SMA.
Dalam salah satu riset pada 2023 ditemukan, 49 persen lulusan SMA di Malaysia tidak berencana kuliah. Riset itu juga menemukan, 26 persen lulusan SMA Malaysia mau jadi kurir atau mitra di aplikasi transportasi daring saja.
Baca juga: Malaysia Mengundang Turis Bertandang, dari Bukit Bintang hingga Petronas
Direktur Eksekutif Pusat Penelitian Sosial-Ekonomi Lee Heng Guie mengingatkan bahaya dari data statistik itu. Jika terus terjadi, Malaysia akan kekurangan orang-orang yang melanjutkan pendidikan lebih tinggi dan mengasah keterampilan lebih baik.
”Malaysia perlu memiliki lebih banyak pekerja terampil jika ingin maju dalam industri teknologi tinggi seperti kecerdasan buatan. Bisnis yang tidak terdaftar yang menghasilkan lebih sedikit investasi, ditambah dengan meningkatnya jumlah pekerja berketerampilan rendah di negara ini pada akhirnya akan melemahkan pertumbuhan ekonomi,” kata Lee.
Ekonom senior pada Grup UOB, Julia Goh, memperkirakan, lowongan kerja informal di Malaysia akan naik hingga 5 persen pada 2024. ”Banyak generasi milenial yang lebih memilih menjadi bos bagi diri mereka sendiri. Berdasarkan sifat pasar tenaga kerja yang terus berkembang, pekerja informal akan terus meningkat (jumlahnya). Penyebabnya, upah rendah di pekerjaan formal dan jam kerja (musiman) lebih lentur,” katanya.
Menurut Williams dari MUST, upah rata-rata pekerja formal hanya 2.600 ringgit, sedangkan sebagian pekerja musiman mendapatkan upah lebih banyak. Beberapa calon pengacara tidak mendapat upah sampai mendapat izin praktik. Jika menjadi pekerja musiman, ada upah untuk mereka.
Baca juga: Malaysia Memulai Penyelidikan Penyelundupan TKA ke Negaranya
Selama isu upah dan jam kerja tidak diperbaiki, menurut Williams, pekerjaan musiman tetap akan menarik banyak pekerja. Apalagi, Pemerintah Malaysia telah membuat sejumlah kebijakan untuk melindungi pekerja musiman dan pekerja lepas.
Lewat i-Saraan, pekerja lepas bisa menyiapkan tabungan pensiun. Pemerintah Malaysia juga menyiapkan sejumlah mekanisme perlindungan bagi pekerja musiman.
Alasan bekerja
Orang muda Malaysia punya berbagai alasan untuk menjadi pekerja musiman. Muhammad Fadhilah Hafizi (23) menjadi pengantar makanan karena membutuhkan uang untuk membayar utang. Ia sudah mencoba bekerja tetap di salah satu perusahaan. Sayangnya, tawaran gajinya lebih rendah 30 persen dari penghasilannya sebagai kurir makanan.
Sampai sekarang, utangnya belum lunas. Karena itu, kini ia akan fokus mencari uang dulu daripada memikirkan kuliah. Jika utangnya lunas, ia akan mencoba mencari pekerjaan tetap.
Alasan penghasilan lebih baik juga diajukan Amir Imran yang berhenti menjadi jurnalis. Kini, ia menjadi penulis naskah sesuai pesanan. Upahnya lebih tinggi 50 persen dibandingkan selama menjadi karyawan tetap. Selain itu, jadwal kerjanya lebih lentur.
Baca juga: Malaysia Benahi Pengelolaan Pekerja Migran
Nordin Abdul (28) menjadikan pekerjaan musiman sebagai sumber penghasilan tambahan. Ia menjadi pembersih di salah satu hotel di Kuala Lumpur. Selesai kerja, ia menjadi pengemudi pada aplikasi persewaan transportasi daring. (REUTERS)