Malaysia Mengundang Turis Bertandang, dari Bukit Bintang hingga Petronas
Malaysia terus menggenjot sektor pariwisatanya. Pada 2007, bertepatan 50 tahun kemerdekaan, Malaysia menasbihkan pariwisatanya dengan jargon ”Malaysia Sesungguhnya Asia”. Jumlah kunjungan 20 juta turis.
Suasana di kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (14/7/2023). Setelah sempat sepi karena pandemi Covid-19 pariwisata Malaysia mulai tumbuh kembali.
Seusai pandemi Covid-19, Malaysia sebagaimana negara-negara lain di dunia mulai membuka diri terhadap kunjungan wisatawan. Sempat lesu selama dua tahun pandemi, kini Malaysia kembali mengajak wisatawan untuk bertandang.
Mengutip data dari Asosiasi Agen Tur dan Perjalanan Malaysia (MATTA) pada 2019, dengan kunjungan 26 juta, sektor pariwisata menyumbang 86,14 miliar ringgit atau 13,3 persen terhadap produk domestik bruto Malaysia.
Namun, pada 2020 hingga 2022, pandemi Covid-19 memukul pariwisata dunia, termasuk Malaysia. Pada Maret 2020, Malaysia menerapkan lockdown atau karantina wilayah. Pintu bagi turis ditutup rapat-rapat.
Saat ini, Malaysia kembali siap menerima tamu serta menawarkan keindahan alam, atraksi budaya, dan suasana urban yang memikat. Sempat mengalami pasang surut, tetapi hingga kini wisata Malaysia masih cukup menggoda.
Baca Juga: Sarawak Targetkan Tiga Juta Wisatawan di Tahun 2023
Salah satu tujuan wisata yang cukup diminati oleh wisatawan ialah Bukit Bintang. Dari Stasiun Sentral di Kuala Lumpur, Bukit Bintang ditempuh dalam 15 menit.
Suasana pagi di Stasiun KL Sentral, Jumat (14/7/2023), padat oleh pengguna monorel. Stasiun Sentral merupakan stasiun utama di negara itu yang menghubungkan antarmoda transportasi.
Pagi itu, sebuah kereta monorel KL baru saja berhenti di stasiun. Penumpang yang baru tiba dan yang akan berangkat berjalan tertib. Koin plastik sebagai pengganti tiket dimasukkan ke dalam lubang dan portal terbuka secara otomatis. Pelayanan di stasiun itu semuanya otomatis. Nyaris tidak ada penumpang yang berinteraksi dengan petugas.
Penumpang membeli tiket pada boks mesin. Setelah menentukan stasiun tujuan, harga tiket muncul di layar. Uang tunai dimasukkan ke dalam lubang, lalu secara otomatis koin plastik dan uang kembalian keluar pada lubang yang lain. Harga tiket tergolong murah. Sebagai gambaran, dari KL Sentral menuju Bukit Bintang yang melintasi lima stasiun, tiketnya 2,5 ringgit atau setara Rp 8.250
Stasiun KL Sentral tidak pernah sepi. KL Sentral menjadi pusat kota yang terhubung dengan transportasi, hotel, menara perkantoran, kondominium, dan pusat perbelanjaan. Beberapa duta wisata dan petugas keamanan bersiaga di sana dan siap memberikan informasi kepada wisatawan.
KL Sentral pun ramah untuk difabel. Ubin taktil atau ubin pemandu sebagai jalur khusus bagi penyandang disabilitas terhubung dari trotoar luar gedung melintasi mal hingga ke peron stasiun. Sebuah boks pembelian minuman secara otomatis dilengkapi huruf Braille diletakkan di lokasi yang mudah dijangkau. Di sana juga terdapat mesin penukar botol plastik dengan uang digital.
Monorel menjadi pilihan terbaik bagi wisatawan yang ingin mengelilingi kota Kuala Lumpur. Kereta itu berada di ketinggian sekitar 5 meter dengan jalur yang membelah kota. Dari dalam kereta, wisatawan dapat menikmati kesibukan jalanan kota, gedung-gedung modern, dan sungai.
Baca Juga: Asia Tenggara Perkuat Konektivitas Antarkawasan Wisata
Suasana urban
Sesampainya di Bukit Bintang, pengunjung disuguhi suasana urban. Di sana terdapat sebuah mal legendaris bernama Plaza Sungei Wang yang kerap dikunjungi wisatawan.
Mal yang dibangun pada 1977 itu pusat berburu oleh-oleh dari negeri jiran, seperti pakaian, sepatu, dan cokelat, dengan harga lebih murah. Sepatu orisinal, tapi bekas juga ada di sana.
Menjelang sore hingga tengah malam, kedai-kedai kuliner di sepanjang jalan Bukit Bintang menjadi tempat tongkrongan wisatawan low budget atau kantong pas-pasan.
Bukit Bintang menjadi tempat menyatukan para wisatawan dari banyak daerah. Melihat raut wajah mereka, ada yang berasal dari Eropa, Asia, hingga Timur Tengah. Dari yang berpakaian Muslim, kasual, hingga pakaian mini. Suasana kota metropolitan kental terasa.
Di antara riuh deru mobil, terdengar suara Lesti Kejora, penyanyi dangdut Indonesia, dari sebuah kedai elektronik. Pada waktu yang lain terdengar lagu dangdut ”Sekuntum Mawar Merah” yang dinyanyikan Elvy Sukaesih. Sesaat seperti sedang berada di Pasar Glodok, Jakarta.
Jika ingin menikmati suasana India, saat keluar dari Stasiun KL Sentral ambil arah ke kiri. Di sana, kedai-kedai menjual ragam produk berbau India, seperti sari, kuliner, hingga suvenir.
Sandaran ekonomi
Setelah puas menikmati suasana Bukit Bintang, wisatawan dapat melanjutkan pelesiran ke Menara Kembar Petronas. Berfoto di depan menara kembar itu seolah wajib bagi orang yang baru pertama ke Kuala Lumpur. Menara kembar itu pernah menjadi bangunan tertinggi di dunia. Hingga kini, menara itu masih menjadi ikon pariwisata Malaysia.
Banyak juga warga Malaysia yang mendapatkan berkah dari menara itu dengan menjual jasa fotografi. Sekali foto atau satu gambar seharga 5 ringgit, setara Rp 16.500. Hasil foto langsung dikirim ke gawai wisatawan.
Seorang wisatawan asal Bangladesh, Atiqurahman, menolak membayar 5 ringgit. Baginya, harga itu terlalu mahal. Dia memilih berfoto dengan gawai sendiri daripada harus merogoh kocek dalam. ”Kuala Lumpur kota yang indah. Saya beberapa kali berkunjung ke sini,” ujar pria yang bekerja di perusahaan farmasi itu.
Zulkifli Abbas, warga Negara Bagian Sabah, sudah 13 tahun menyandarkan hidup pada pariwisata di Kuala Lumpur. Bermodal gawai dan lampu sorot, dia mendapatkan penghasilan 50 ringgit hingga 100 ringgit atau setara Rp 165.382-Rp 330.765 per hari. ”Tempat kami (Sabah) susah cari kerja. Di sana (Sabah) pendapatan saya 800 ringgit per bulan, kalau di sini (Kuala Lumpur) 1.000 ringgit sampai 3.000 ringgit,” ujarnya.
Pariwisata telah menjadi salah satu sumber ekonomi Malaysia. Pada 1990, Malaysia menetapkan Tahun Wisata Malaysia dengan mengusung slogan ”Mengenal Malaysia adalah Mencintai Malaysia”. Dari target 4,3 juta turis, realisasi turis yang datang tembus 7,4 juta orang.
Baca Juga: UMKM Ketuk Pintu Ekspor Pasar Asia Tenggara
Kampanye serupa dengan tema ”Malaysia yang Menarik. Lebih Alami” dilakukan pada 1994 dan sukses meraup 10,22 juta turis. Tak berhenti di sana, Malaysia terus menggenjot sektor pariwisatanya. Pada 2007, bertepatan dengan 50 tahun kemerdekaan, Malaysia mengusung jargon ”Malaysia Sesungguhnya Asia”. Jumlah kunjungan 20 juta turis dengan nilai transaksi 46 miliar ringgit atau Rp 152 triliun.
Namun, pandemi meluluhlantakkan sektor pariwisata Malaysia. Eks Pemimpin Redaksi Kantor Berita Malaysia Bernama, Zakaria Abdul Wahab, mengatakan, Kuala Lumpur yang sebelumnya tidak pernah tidur, selama pandemi sungguh sepi. Hunian hotel merosot, jasa transportasi lumpuh, pedagang kuliner dan suvenir menjerit.
Baca Juga: Asia Akan Selamatkan Dunia dari Resesi Terdalam
”Warga kelas menengah ke bawah yang hidup dari aktivitas pariwisata merasakan dampak yang besar,” kata Zakaria.
Pada April 2022, saat pandemi melandai, Malaysia kembali membuka diri untuk turis. ”Tahun 2023 menjadi momentum pariwisata Malaysia kembali normal,” ujar Zakaria.
Sektor pariwisata penting karena menjadi sandaran hidup warga kelas menengah ke bawah di Malaysia. Pulihnya pariwisata, antara lain, membuat Mahyuddin, sopir taksi daring di Kuala Lumpur, kembali tersenyum. Ia meraup sekitar 6.000 ringgit per bulan, setara dengan Rp 19.842.996. ”Sekarang turis mulai banyak lagi, pendapatan saya sudah baik,” katanya.
Mahyuddin, lulusan dari Politeknik Kotabaru, Malaysia, jurusan mesin, merasa pendapatannya jauh lebih tinggi daripada bekerja di pabrik. Geliat pariwisata Malaysia sudah pasti akan menambah pundi-pundi kesejahteraannya.
Baca Juga:Saat Jokowi Memanggungkan Kearifan Indonesia di Asia Tenggara