Celah prosedural dimanfaatkan elite untuk membangun dinasti politik dan mempertahankan kekuasaan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
PHNOM PENH, SELASA — Elite politik Kamboja dan Pakistan memanfaatkan proses demokrasi untuk melanggengkan kekuasaannya. Meski melalui pemilu, kemenangan didapatkan setelah lawan-lawan disingkirkan.
Dilaporkan Associated Press pada Selasa (27/2/2024), mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen hampir dipastikan akan mendapat jabatan baru. Hun Sen yang Ketua Umum Partai Rakyat Kamboja (CPP) itu akan menjadi Ketua Senat Kamboja. Sebab, CPP meraih 56 dari 58 kursi senat.
Kursi senat diperebutkan lewat pemungutan suara pada Minggu (25/2). Berdasarkan penghitungan suara sementara, CPP akan meraih hingga 56 kursi. Adapun juru bicara CPP, Soy Eksan, menyebut partainya sudah mengamankan 50 kursi. Hasil pemilu senat disebut melebihi perkiranan internal CPP.
Di senat sebenarnya ada 62 kursi. Walakin, dua kursi akan diisi orang yang ditunjuk raja. Sementara dua lagi akan dipilih oleh Majelis Nasional atau DPR Kamboja.
Hun Sen menjadi Perdana Menteri Kamboja pada 1985-2023. Saat mundur pada Agustus lalu, ia digantikan Hun Manet yang merupakan anak pertamanya. Meski mundur, ia tetap jadi anggota Majelis Nasional. Ia juga menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Raja Kamboja.
Dengan hasil pemilu awal pekan ini, Hun Sen akan kembali mendapat jabatan kuat. Ketua Senat adalah pengganti Raja saat raja ke luar negeri atau berhalangan melakukan tugasnya di dalam negeri. Ketua Senat juga berperan penting dalam pengesahan rancangan undang-undang yang disetujui Majelis Nasional.
Kemenangan CPP di pemilu senat kembali menunjukkan, tidak ada pesaing partai itu di politik Kamboja. Tokoh oposisi utama Kamboja, Sam Rainsy, sudah bertahun-tahun diasingkan di luar negeri. Ia memilih tinggal di Perancis karena terancam ditangkap jika pulang ke Kamboja.
Rekan-rekan seperjuangan Rainsy sudah lama ditangkapi. Sementara partai-partai bentukan Rainsy dan rekan-rekannya praktis tidak bisa bergerak. Pengadilan Kamboja berulang kali mengeluarkan keputusan yang merugikan partai oposisi.
Ancaman kepada oposisi juga terjadi selama pemilu senat awal pekan ini. Rainsy menyebut, para pemilih kubu oposisi diancam. Sementara pemilih mengambang disuap dengan berbagai cara.
CPP berkilah, proses demokrasi sudah terjadi dan pemilu dipantau pihak independen. Kemenangan CPP bukti partai itu diterima rakyat yang puas dengan kinerja CPP.
CPP praktis menjadi alat politik Hun Sen dan kroninya. Selain menunjuk anak tertuanya sebagai PM, Hun Sen juga menunjuk anak bungsunya menjadi wakil PM. Para keponakan hingga iparnya juga mendapat jabatan penting di kabinet.
Praktik negara lain
Politik dinasti tidak hanya sedang berkembang di Kamboja. Di Pakistan yang baru menyelesaikan pemilu juga kembali melanjutkan penguatan politik dinasti. Hal itu menyusul pemilihan Maryam Nawaz (50) sebagai Menteri Besar Punjab.
Maryam merupakan anak Nawaz Sharif, PM Pakistan selama beberapa periode. Paman Maryam, Shebaz, akan segera dilantik menjadi PM Pakistan selepas pemilu beberapa pekan lalu.
Keluarga Sharif berkongsi dengan keluarga Bhutto untuk membentuk pemerintahan kali ini. Keluarga yang lama mendominasi politik Pakistan itu menyingkirkan Partai Gerakan Keadilan (PTI) pimpinan Imran Khan. Bersama militer, dinasti Sharif-Bhutto menggusur Khan dari kursi PM. Caleg-caleg PTI dirintangi ikut pemilu beberapa pekan lalu.
Maryam terpilih menjadi menteri besar dalam pemilihan di parlemen Punjab. Dari 371 orang, 220 anggota parlemen menyokong Maryam. Lawannya, Rana Aftab yang didukung PTI, mendapat lebih sedikit suara.
Aftap mempersoalkan kekosongan sejumlah kursi di parlemen. Sebab, kursi untuk perempuan dan kelompok minoritas belum diisi. Kursi itu diisi dengan mendistribusikannya ke partai politik atau gabungan partai sesuai perolehan suara di pemilu.
Aftab menyebut, seharusnya pemilihan digelar setelah semua kursi itu terisi. ”Pengangkatan Nawaz merupakan satu lagi kasus nepotisme karena keluarganya dikenal selalu memilih kerabat atau teman untuk menempati posisi teratas kapan pun mereka berkuasa,” kata Aftab. (AP/REUTERS)