Antisipasi Serangan Israel ke Rafah, Mesir Siapkan Tempat Suaka di Sinai
Israel tidak menyurutkan niat untuk menyerang Rafah meskipun sekutunya menyatakan keberatan. Mesir bersiap.
KAIRO, JUMAT — Pemerintah Mesir dilaporkan sedang mempersiapkan wilayah di sepanjang perbatasan mereka dengan Jalur Gaza sebagai tempat evakuasi. Langkah ini diambil kalau-kalau militer Israel melancarkan serangan ke Rafah sehingga warga Palestina di sana harus mencari tempat untuk menyelamatkan diri.
Informasi tersebut diperoleh kantor berita Reuters dari tiga sumber yang tidak mau disebutkan identitasnya pada Jumat (16/2/2024).
Jika serangan Israel ke Rafah terjadi, sebanyak 1,5 juta warga Palestina akan berhamburan masuk ke Sinai, wilayah Mesir. Belum ada pengumuman resmi dari Kairo mengenai kepastian rencana itu. Saat ini Mesir terus mendorong dialog damai antara kelompok Hamas dan Israel untuk melakukan gencatan senjata.
Baca juga: Kado Valentine Biden untuk Palestina: Larangan Deportasi
Israel mengatakan tengah mengembangkan rencana untuk mengungsikan warga sipil dari Rafah. Menurut Tel Aviv, Rafah adalah pertahanan terakhir kelompok Hamas.
Akan tetapi, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bansga untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths, janji Israel itu tipuan belaka. ”Tidak mungkin warga Palestina bisa dievakuasi tanpa membuka perbatasan internasional. Ini akan menjadi mimpi buruk bagi Mesir,” ujarnya.
Mesir dan negara-negara Timur Tengah menolak pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza. Apabila itu terjadi, mereka menyamakannya dengan peristiwa Nakba tahun 1948. Ketika itu, seiring pembentukan negara Israel oleh kaum Zionis, sekitar 700.000 warga Palestina terusir dari tanah air mereka.
Baca juga: Israel Kembali Serbu Rumah Sakit di Gaza
Informasi tentang langkah Mesir membangun kamp yang dikelilingi tembok juga diungkapkan media AS, The Wall Street Journal, Kamis (15/2/2024). Mengutip beberapa pejabat Mesir dan analis keamanan, media itu melaporkan, kamp tersebut dibangun di Semenanjung Sinai atau wilayah Mesir yang berbatasan dengan Jalur Gaza. Luas area yang dikelilingi tembok itu adalah 8 mil persegi atau sekitar 5.120 hektar.
Yayasan Sinai untuk Hak Asasi Manusia, sebuah lembaga swadaya masyarakat di Mesir, pekan lalu merilis laporan tentang pembangunan kamp tersebut sebagai antisipasi jika terjadi eksodus massal. Menurut salah seorang sumber, area itu akan dilengkapi dengan tenda-tenda. Bantuan kemanusiaan juga akan diberikan kepada pengungsi.
Gubernur Sinai Utara Mohamed Shousha membantah laporan yang menyebutkan bahwa Mesir tengah membangun area terpencil di Sinai guna menampung para pengungsi.
Amerika Serikat juga menentang rencana serangan Israel ke Rafah. Presiden AS Joe Biden memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar menghindari segala potensi serangan ke Rafah, kecuali ada jaminan konkret mengenai keselamatan warga sipil di sana.
AS juga terus mengatakan bahwa mereka mendukung solusi dua negara sebagai upaya meredakan konflik Palestina-Israel. Dengan formula solusi dua negara, Palestina dan Israel berdampingan secara damai. Namun, hingga kini pemerintahan PM Israel Benjamin Netanyahu terus menolak berdirinya Negara Palestina.
Terkait dampak serangan ke Rafah bagi warga Gaza, Menteri Pertanian Israel Avi Dichter mengatakan bahwa ada lahan di Rafah bagian barat yang berada di pesisir. Lokasi ini, menurut Israel, cocok dijadikan tempat untuk mengevakuasi warga Palestina di Gaza.
Baca juga: Israel-Hamas Terus Gagal Bersepakat, Kekhawatiran Serangan Darat Meningkat
Sejauh ini, menurut laporan Kementerian Kesehatan Palestina, 28.663 warga Palestina tewas. Dari sisi Israel, 1.200 warga yang tewas. Dari 250 warga Israel yang diculik oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, sebanyak 29 orang dinyatakan tewas, sementara 130 orang masih belum diketahui keberadaannya.
Israel pada Kamis (15/2/2024) kembali menyerang Lebanon. Sehari sebelumnya, mereka melakukan hal yang sama serta menewaskan 10 warga sipil dan tiga anggota kelompok Hezbollah. Serangan ini adalah balasan atas tembakan roket Hezbollah yang menewaskan satu tentara Israel.
Lula ke Mesir
Sementara itu, di Kairo, Mesir, Presiden Brasil Inacio Lula da Silva menjadi tamu pada pertemuan Liga Arab. Ia mengatakan, Israel berlaku tidak adil. Memerangi Hamas, tetapi menghukum warga Palestina secara kolektif.
”Kita harus mengakhiri perbuatan yang tidak manusiawi sekaligus pengecut ini. Kita harus menyegerakan gencatan senjata agar bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Gaza dan para sandera bisa dibebaskan tanpa syarat,” tutur Lula, panggilan akrab Presiden Brasil itu.
Baca juga: Israel Terus Ditekan untuk Hentikan Serangan di Rafah
Lula berpendapat, tidak akan ada perdamaian apabila tidak ada negara Palestina yang merdeka. Menurut dia, negara Palestina terdiri dari Jalur Gaza dan Tepi Barat. Ibu kotanya adalah Jerusalem Timur.
Permasalahannya, rencana pendirian negara Palestina merdeka yang lengkap dengan perbatasannya, seperti digodok oleh AS dan negara-negara Timur Tengah, ditolak oleh Israel. Penentang kerasnya ialah Menteri Keamanan Israel Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Keduanya adalah ultranasionalis yang menduduki Tepi Barat.
Tarik ulur
Di Washington DC, masa depan dana untuk membiayai perang Israel, Ukraina, dan pertahanan Taiwan belum jelas. Pemerintah AS menyiapkan paket senilai 95,3 miliar dollar AS untuk kedua negara dan satu wilayah otonom tersebut. Akan tetapi, paket ini belum bisa disahkan oleh DPR AS yang mayoritas terdiri dari anggota Partai Republik.
”Kami tidak akan mengegolkan aturan pendanaan ini sebelum kesepakatan mengenai penanganan krisis keamanan di wilayah-wilayah perbatasan AS dengan Meksiko tercapai,” kata Ketua DPR AS Mike Johnson. Perbatasan dengan Meksiko dibanjiri dengan imigran dari sejumlah negara di Amerika Latin dan Afrika yang mencari suaka di AS. (AFP/REUTERS/SAM)