Israel Terus Ditekan untuk Hentikan Serangan di Rafah
Afrika Selatan meminta Mahkamah Internasional menekan Israel agar mengakhiri serangan dan merundingkan gencatan senjata.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
CAPE TOWN, RABU — Israel menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menghentikan gempuran di Rafah sekaligus menyetujui gencatan senjata dengan Hamas. Afrika Selatan mendesak Mahkamah Internasional untuk menekan Israel secara hukum agar menghentikan serangan terhadap kota Rafah yang dipadati pengungsi Palestina.
Pemerintah Afrika Selatan mengajukan permintaan kepada Mahkamah Internasional (ICJ) pada Selasa (13/2/2024). ”Ada perkembangan signifikan dalam situasi di Gaza yang memerlukan perhatian ICJ,” sebut permintaan Afsel.
Militer Israel mengabaikan seruan internasional dan melanjutkan serangan di Rafah. Bagi Afsel, tindakan itu cukup untuk meminta ICJ meninjau kembali tindakan sementara yang telah diputuskan sebelumnya dan mengeluarkan perintah yang lebih tegas.
Dalam pernyataan, Pretoria mengatakan, Rafah tempat perlindungan terakhir bagi orang-orang yang masih hidup di Gaza. ”Pemerintah Afrika Selatan meminta Mahkamah Internasional mempertimbangkan untuk menggunakan kekuasaannya guna mengeluarkan perintah tambahan agar Israel menghentikan kematian dan kehancuran di sana,” demikian pernyataan itu.
Menurut Afrika Selatan, gempuran militer Israel di Rafah akan mengakibatkan pembunuhan, kehancuran, dan kerusakan dalam skala besar. ”Ini pelanggaran serius, baik atas Konvensi Genosida maupun Perintah Pengadilan pada 26 Januari 2024. Afrika Selatan yakin, masalah ini perlu langkah mendesak karena korban tewas harian di Gaza,” sebut Afsel.
ICJ mengunggah permintaan Afrika Selatan untuk pembaruan putusan di akun media sosial X dengan konfirmasi bahwa permintaan itu telah diterima. Kini semua terserah para hakim ICJ untuk mengambil tindakan atas permintaan tersebut.
Pemerintah Afrika Selatan meminta Mahkamah Internasional mempertimbangkan untuk menggunakan kekuasaannya guna mengeluarkan perintah tambahan agar Israel menghentikan kematian dan kehancuran di sana.
Sebelumnya, Afrika Selatan telah mengajukan gugatan genosida terhadap Israel karena serangan di Gaza. Meskipun belum ada putusan final, dalam putusan sela, ICJ memerintahkan Israel untuk melindungi warga sipil Palestina dari bahaya serta mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan. Afrika Selatan juga meminta ICJ untuk memerintahkan gencatan senjata oleh Israel, tetapi hakim tidak menyetujuinya.
Afrika Selatan menuduh Israel mengabaikan keputusan awal ICJ beberapa hari setelah dikeluarkan dengan terus melancarkan serangan yang menewaskan warga sipil. ”Israel percaya mereka boleh melakukan apa pun yang mereka inginkan,” kata Menteri Luar Negeri Naledi Pandor.
Afrika Selatan menempuh upaya hukum karena adanya kesamaan sejarah. Rakyat Afrika Selatan mengalami politik apartheid, sementara Palestina mengalami pendudukan wilayah oleh Israel.
Partai berkuasa di Afrika Selatan, Kongres Nasional Afrika, telah lama membandingkan perlakuan Israel di Gaza dan Tepi Barat dengan rezim apartheid yang didominasi minoritas kulit putih di negara itu. Di bawah rezim itu, warga asli Afrika Selatan sangat dibatasi haknya. Rezim apartheid berakhir pada 1994.
Koordinator Urusan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan, warga Palestina ”menghadapi kematian di depan muka” akibat serangan darat Israel yang membuat penyaluran bantuan nyaris mustahil dilakukan. ”Operasi militer di Rafah bisa berujung pembantaian di Gaza. Operasi itu meninggalkan operasi kemanusiaan yang sudah sekarat di depan kematian,” katanya.
Gencatan senjata
Di Kairo, Mesir, pembicaraan mengenai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas berlanjut. Seorang pejabat senior Mesir mengatakan, para mediator telah mencapai kemajuan yang relatif signifikan saat pertemuan perwakilan Qatar, AS, dan Israel pada Selasa.
Pejabat yang tak mau disebut identitasnya karena sensitifnya masalah itu mengatakan, pertemuan di Kairo fokus pada penyusunan rancangan akhir perjanjian gencatan senjata enam pekan. Tujuan akhirnya adalah jaminan para pihak akan melanjutkan negosiasi menuju gencatan senjata permanen.
Kepala Badan Pusat Intelijen AS (CIA) William Burns dan Kepala Badan Intelijen Israel (Mossad) David Barnea kembali menghadiri pembicaraan di Kairo. Kedua tokoh tersebut memainkan peran penting dalam menengahi gencatan senjata sebelumnya dengan mediasi Qatar dan Mesir.
Seorang diplomat Barat di Kairo mengatakan, kesepakatan gencatan senjata selama enam pekan masih didiskusikan. Namun, ia juga memperingatkan perlunya lebih banyak upaya untuk mencapai kesepakatan itu.
Diplomat yang tak bersedia dikutip namanya itu mengatakan, pertemuan pada Selasa akan sangat penting dalam menjembatani kesenjangan yang masih ada. Mereka tidak memberikan rincian tentang kesepakatan tersebut.
Sebelumnya, Israel menolak proposal gencatan senjata karena tak setuju dengan syarat Hamas, yaitu Israel mundur dari Gaza dan pembebasan 100-250 tahanan Palestina dari penjara Israel untuk pembebasan satu sandera Israel. Israel telah mengusulkan gencatan senjata selama dua bulan disertai pembebasan sandera dengan imbalan pembebasan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel dan para pemimpin tinggi Hamas di Gaza akan diizinkan untuk pindah ke negara lain. Hamas menolak persyaratan tersebut.
Perjanjian yang tengah dibahas menetapkan rencana tiga fase yang masing-masing berdurasi 45 hari. Para sandera akan dibebaskan secara bertahap, yaitu Israel akan membebaskan ratusan warga Palestina yang dipenjara, termasuk para anggota Hamas senior. Hamas juga mengajukan syarat berakhirnya perang dengan Israel menarik pasukannya.
Pada Senin, Presiden AS Joe Biden memberi isyarat bahwa kesepakatan mungkin akan tercapai. ”Elemen-elemen kunci dari kesepakatan ini sudah dibahas,” kata Biden saat menggelar jumpa pers bersama Raja Jordania Abdullah II.
Biden menambahkan, masih ada kesenjangan antara Israel dan Hamas untuk mencapai kesepakatan itu. ”AS akan melakukan segala kemungkinan untuk mewujudkan perjanjian tersebut,” ujarnya.
Kesepakatan gencatan senjata sangat diharapkan warga Gaza. Kesepakatan itu akan memberikan kebebasan bagi setidaknya 100 orang Israel yang masih ditawan di Gaza. (AP/AFP)