Kado Valentine Biden untuk Palestina: Larangan Deportasi
Biden melarang deportasi orang Palestina karena kondisi di Gaza dan Tepi Barat berbahaya.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON DC, KAMIS — Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberikan kado Valentine untuk warga Palestina. Ia melarang deportasi warga Palestina sampai Agustus 2025. Washington juga mengecam penggusuran rumah warga Palestina di Jerusalem Timur.
Larangan deportasi disahkan Biden pada Rabu (14/2/2024) siang waktu Washington DC atau Kamis dini hari WIB. ”Sembari saya fokus meningkatkan kondisi kemanusiaan, banyak warga sipil dalam bahaya. Karena itu, saya memerintahkan penundaan pemindahan warga Palestina tertentu yang kini di AS,” ujarnya.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan menyebut, pemburukan kondisi di Gaza jadi salah satu pertimbangan larangan itu. Perang dan kondisi kemanusiaan yang buruk di Palestina juga menjadi pertimbangan lagi.
Larangan selama 18 bulan itu disebut untuk memberikan tempat perlindungan bagi warga Palestina. Mayoritas orang Palestina di AS disebut akan terlindungi dengan perintah Biden itu.
Sullivan menyebut, ada dua pengecualian untuk larangan itu. Pertama, setiap orang yang divonis pidana atau dianggap ancaman bagi keamanan AS tidak bisa mendapat penundaan deportasi. Kedua, setiap orang yang secara sukarela pulang ke Palestina juga akan kehilangan hak menikmati perintah baru itu.
Reaksi komunitas
Direktur Eksekutif Komite Antidiskriminasi Arab-Amerika Abed Ayoub mengatakan, pernyataan itu amat dibutuhkan saat ini. ”Kami melihat situasi di Palestina dan Gaza tidak kunjung membaik. Pernyataan ini kami sambut dengan baik dan kami menanti penerapannya,” katanya.
Perintah itu keluar kala hubungan Biden dengan komunitas Arab-Amerika terus memburuk. Komunitas Arab-Amerika marah atas keputusan Biden mendukung penuh serangan Israel ke Gaza. Bahkan, sejumlah anggota fraksi Demokrat di DPR dan Senat AS juga marah atas dukungan itu.
Di sisi lain, paling tidak 100 senator dan anggota DPR AS dari Partai Demokrat mendesak Biden menerbitkan larangan itu. Mereka memakai klausul perlindungan sementara warga asing.
Aturan AS memungkinkan warga asing tinggal lebih lama dari masa berlaku visa. Hal itu, antara lain, pernah diberlakukan kepada warga Haiti selepas gempa dan badai dahsyat.
Dalam konteks Palestina, para politisi Demokrat memandang situasi Palestina terlalu berbahaya. Deportasi atau memaksa orang Palestina pulang dari AS dianggap tidak manusiawi.
”Lebih dari 28.000 orang Palestina, termasuk ribuan perempuan dan anak terbunuh dalam empat bulan terakhir di Gaza. Keputusan pemerintah hari ini melindungi warga Palestina dari pemaksaan pulang ke kondisi yang jelas berbahaya dan mematikan,” tutur Senator Dick Durbin soal keputusan Biden.
Pada 2022, sebanyak 7.241 visa diterbitkan untuk warga Palestina. Sebagian visa itu sudah habis masa berlaku atau izin tinggalnya. Karena itu, penerima visa bisa dideportasi.
Masa berlaku dan izin tinggal bisa berbeda tanggal kedaluwarsanya. Visa bisa berlaku hingga lima tahun. Akan tetapi, izin tinggal maksimum dalam setiap tahun bisa jadi hanya enam bulan. Dengan demikian, meski visa berlaku sampai 2025, seseorang dapat dideportasi jika telah tinggal lebih dari enam bulan berturut-turut dalam periode satu tahun.
Deportasi juga dapat diberlakukan jika ada pelanggaran visa. Pemegang visa kunjungan dapat dideportasi jika kedapatan bekerja.
Kecaman penggusuran
Terpisah, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengecam penggusuran di Jerusalem Timur. Ia berharap Israel berhenti menggusur rumah milik warga Palestina di Jerusalem Timur.
Sasaran penggusuran adalah rumah keluarga Fakhri Abu Diab, pengampanye antipenggusuran oleh Israel. Miller menyebut, rumah Abu Diab sudah ada sebelum 1967. Ia mengacu pada tahun penetapan batas Israel-Palestina yang diakui komunitas internasional.
”Dia (Abu Diab) tokoh masyarakat yang lantang melawan penggusuran dan kini keluarganya terusir. Perusakan ini mengganggu upaya mendorong kedamaian dan keamanan langgeng dan bertahan baik untuk Palestina maupun Israel,” tutur Miller.
Penggusuran itu juga akan semakin menggerus citra Israel di komunitas internasional. ”Mereka (Israel) menyulitkan perwujudan semua yang kami upayakan terwujud,” katanya
Abu Diab mengaku berterima kasih atas kecaman itu. Walakin, seharusnya AS bertindak lebih dari sekadar mengecam dan mencegah penghancuran rumah-rumah warga Palestina di Tepi Barat.
”Mereka (Israel) menghancurkan kenangan, masa lalu, dan masa depan. Mereka tidak hanya menghancurkan rumah,” ujar Abu Diab. (AFP/REUTERS/AP)