Tidak Terelakkan, Kemungkinan Perpanjangan Usia Pensiun di China
Sementara generasi mudanya memilih hidup melambat, giliran generasi tua di China kemungkinan pensiun mereka ditunda.
BEIJING, RABU — Pemerintah China selama empat tahun belakangan berulang kali mengutarakan gagasan bahwa usia pensiun pekerja di negara itu akan ditambah. Sejauh ini, setiap kali gagasan itu dilempar, sambutan dari masyarakat, baik tua maupun muda, sama-sama negatif.
Kini, muncul data terbaru mengenai pertumbuhan ekonomi China di tengah terus menurunnya angka kelahiran. Kemungkinan penaikan usia pensiun tampak semakin tidak terelakkan.
Laporan terkini diterbitkan oleh Economist Intelligence Unit (EIU), divisi analisis dan riset majalah The Economist, Rabu (31/1/2024). Mereka menganalisis penurunan angka kelahiran dengan beban ekonomi, termasuk beban pensiun yang akan ditanggung oleh China per tahun 2035.
Berdasarkan laporan EIU, jumlah penduduk China per 2035 diproyeksikan lebih dari 1,39 miliar jiwa atau turun apabila dibandingkan dengan tahun 2022 yang jumlah warganya 1,4 miliar jiwa.
Baca juga: Sesusah-susahnya Hidup, Lebih Susah Ikut ”Gaokao”
EIU mengatakan, akan semakin banyak orang yang lajang di China seiring dengan angka pernikahan yang berkurang. Selain itu, berkurangnya penduduk juga berarti kemungkinan mendatangkan pekerja migran semakin besar. Para pekerja ini tidak akan datang dengan memboyong keluarga mereka sehingga tidak akan berkontribusi kepada bertambahnya angka kelahiran.
Penduduk berusia lanjut akan terus bertambah. Perkiraannya ialah, pada 2035 penduduk berumur 60 tahun ke atas mencapai 32,7 persen dari total populasi China. Lebih teperinci, 21 persen di antaranya bahkan berumur di atas 65 tahun. Artinya, beban tunjangan pensiun negara membengkak.
Di China, tunjangan pensiun ditanggung oleh tiga pihak, yaitu negara, perusahaan, dan pribadi. Akan tetapi, mayoritas ditanggung oleh negara. Jarang ada orang yang memiliki tabungan hari tua. Penyebabnya ialah karena biaya hidup yang tinggi, terutama jika orang itu mempunyai anak dan sekaligus harus merawat orangtua. Praktis, mereka mengandalkan jaminan negara apabila usia mereka sudah tidak produktif.
Baca juga: Berbagai Kiat China Memikat Warganya agar Mau Berkeluarga
Beban fiskal negara kian berat. EIU menghitung, jika usia pensiun dinaikkan, pemerintah bisa meringankan anggaran pensiun hingga 20 persen. Berdasarkan peraturan China saat ini, usia pensiun beragam. Laki-laki pensiun di umur 60 tahun, perempuan pekerja kantoran di umur 55 tahun, dan perempuan buruh 50 tahun.
Apabila dilihat dari kacamata internasional, usia pensiun di China relatif muda. Di Eropa, usia pensiun rata-rata adalah 65 tahun, di Hong Kong 65 tahun, Jepang 62 tahun, dan Taiwan 66 tahun.
Aturan usia pensiun di China ini diterbitkan pada 1951 ketika angka harapan hidupnya rendah. Berdasarkan data per 2023, angka harapan hidup China sekarang 77 tahun dan per 2050 diperkirakan meningkat menjadi 80 tahun.
Memanfaatkan fakta bahwa warga lansia di negara mereka tetap sehat dan bugar, Pemerintah China pelan-pelan ingin menaikkan usia pensiun agar produktivitas negara terjaga.
Oleh sebab itu, memanfaatkan fakta bahwa lansia tetap sehat dan bugar, Pemerintah China pelan-pelan ingin menaikkan usia pensiun agar produktivitas negara terjaga. Belum ada keterangan apakah usia 65 tahun itu akan diterapkan sama untuk laki-laki dan perempuan, buruh maupun karyawan perkantoran.
Baca juga: Populasi China Turun, Produsen Produk Bayi dan Anak Jungkir Balik
Usia panjang ini baik dari segi kesehatan, tetapi buruk dari segi kesejahteraan. Sebenarnya, baik menurut EIU maupun WEF, China mampu berinvestasi pada automasi berbagai lini pekerjaan. Akan tetapi, hal ini tidak menyelesaikan persoalan bakal membengkaknya anggaran tunjangan pensiun.
Di dalam kolom opini surat kabar nasional China, Global Times, edisi 14 Maret 2023, Direktur Akademi Ketenagakerjaan dan Keamanan Sosial China Jin Weigang menjelaskan bahwa pemerintah dan masyarakat tidak bisa menghindari peningkatan usia pensiun ini lama-lama.
Baca juga: Protes Asuransi Kesehatan, Pensiunan di China Turun ke Jalan
”Kita semestinya fokus mengenai cara penerapannya. Harus dilakukan dengan fleksibel guna tidak menyakiti masyarakat,” tutur Jin.
Saran ini diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jiangsu, China timur. Mereka mengeluarkan imbauan agar masyarakat mulai menabung untuk hari tua. Skemanya bisa dipotong melalui gaji per bulan secara otomatis ataupun ditabung sendiri oleh pekerja. Perusahaan juga diimbau agar menyisihkan dana pensiun untuk pekerjanya.
Fenomena di kalangan muda
Gagasan tersebut keluar pada 2020 sebelum fenomena selonjoran (tangping) dan masa bodoh (bailan) merebak di kalangan muda China. Persepsi mereka akan pekerjaan sudah berubah 180 derajat dari satu dasawarsa lalu. Anak muda tidak lagi menjadikan karier sebagai tolok ukur capaian hidup.
Baca juga: Memilih Gaya Hidup Melambat demi Mengejar Hidup Berkualitas
Bagi pengikut gerakan selonjoran, mereka menginginkan kehidupan bahagia yang diatur sesuai dengan keinginan dan kesukaan mereka. Bekerja itu cukup untuk membiayai berbagai kegiatan yang menjadi hobi atau kegiatan yang memberikan kepuasan rohani ataupun mental. Bekerja bukan tujuan hidup.
Adapun pengikut gerakan masa bodoh memilih bekerja asal-asalan dan tidak berusaha keras. Mereka adalah orang yang telah bekerja keras, tetapi tidak pernah mencapai hasil maksimal karena berbagai hambatan. Walhasil, mereka tidak akan mau bekerja untuk aktualisasi diri. Ini adalah kelompok yang apatis dan pesimistis terhadap masyarakat.
Baca juga: Bila Orang Muda Memilih menyerah
Wacana usia pensiun ini tecermin di dalam media sosial China. Setidaknya, di laman Zhihu dan Baidu, Januari 2024, wacana itu cukup ramai diperbincangkan.
”Bekerja sampai tua pada pekerjaan yang sebenarnya tidak diinginkan cuma demi pemerintah menghemat anggaran pensiun. Siapa yang mau?” unggah seorang warganet.