Pecah Kongsi dengan Marcos, Duterte Ingin Memerdekakan Mindanao
Setelah berkoalisi, kini hubungan Marcos dan Duterte kandas. Suhu politik Filipina memanas.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
MANILA, SENIN — Perseteruan antara Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dan pendahulunya, Presiden Filipina 2016-2022 Rodrigo Duterte, semakin memanas. Pertanda koalisi politik mereka berakhir, Duterte mengeluarkan pernyataan bahwa ia hendak memerdekakan kampung halamannya, Pulau Mindanao, dari negara Filipina.
Perkataan Duterte itu memancing tanggapan yang tegas dari Istana Kepresidenan Malacanang. ”Segala jenis upaya memecah belah bangsa dan negara akan dihadapi dengan penuh otoritas dan keras oleh pemerintah,” kata Penasihat Keamanan Nasional Filipina Eduardo Ano pada Minggu (4/2/2024).
Terkait adanya rencana memerdekakan Mindanao, Ano mengatakan, hal itu merugikan berbagai usaha Pemerintah Filipina yang sudah menjalin hubungan dengan sejumlah kelompok separatis di wilayah tersebut. Perang saudara di Mindanao telah mengakibatkan wilayah itu menjadi miskin dan tidak stabil. Pada 2014, Front Pembebasan Islam Moro (MILF), yang merupakan kelompok pemberontak terbesar, menandatangani perjanjian damai dengan Manila.
Menteri Utama Bangsamoro Ahod Ebrahim juga cepat mengeluarkan pernyataan. ”Kami tetap melanjutkan komitmen sesuai dengan perjanjian damai. Kami akan menghindari semua upaya untuk menggoyang kestabilan negara,” ujarnya.
Kelar
Duterte dan Marcos adalah musuh bebuyutan politik. Duterte dikenal sangat dekat dengan China dan anti-Amerika Serikat (AS). Sebaliknya, Marcos yang merupakan putra dari diktator Ferdinand Marcos Sr sangat dekat dengan AS. Keluarga Marcos memperoleh suaka di Hawaii, AS, setelah Marcos Sr digulingkan di Filipina dalam peristiwa yang disebut Gerakan Kekuatan Rakyat (People’s Power) pada 1986.
Segala jenis upaya memecah belah bangsa dan negara akan dihadapi dengan penuh otoritas dan keras oleh pemerintah.
Meskipun begitu, Duterte dan Marcos mengagetkan masyarakat lokal dan global ketika berkongsi pada pemilihan umum presiden Filipina 2022. Awalnya, rakyat mengira mereka akan mencalonkan diri dari partai masing-masing. Ternyata, Duterte menawarkan anak perempuannya, Sara Duterte-Carpio, sebagai calon wakil presiden.
Transaksi politik kala itu ialah apabila Marcos menjadi presiden, ia akan melindungi Duterte dari gugatan Mahkamah Internasional atas kejahatan hak asasi manusia. Kala memerintah, Duterte memerintahkan aparat penegak hukum menembaki orang-orang yang dicurigai sebagai pengedar narkoba.
Gabungan kubu itu langsung telak memenangi pilpres. ”Ini koalisi bom waktu karena tidak seorang pun pengamat politik di Filipina meyakini hubungan Duterte-Marcos langgeng. Mereka selalu saling mencurigai,” kata pengamat politik dari Universitas Ateneo de Manila, Hansley Juliano, saat diwawancarai Kompas (Kompas, 22 Januari 2024).
Duterte akhir-akhir ini menyerang Marcos. Ia menuduh Marcos ingin mengamendemen Konstitusi Filipina demi menghilangkan pasal mengenai lama masa jabatan presiden. Marcos menanggapinya di media-media arus utama Filipina dengan menertawakan tudingan Duterte.
Dilaporkan oleh media Inquirer, pekan lalu Duterte mengadakan jumpa pers di Davao, Mindanao. Ia mengatakan, kekuatan-kekuatan politik lokal sedang membangun gerakan bersama untuk memerdekakan Mindanao. ”Prosesnya tidak akan menumpahkan darah, tetapi mengikuti cara yang ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu referendum,” katanya.
Dia mengatakan, gerakan itu akan dipimpin oleh Ketua DPR Filipina 2016-2018 Pantaleon Alvarez. Alasan Duterte memilih Alvarez ialah ia pernah menulis mengenai keuntungan Mindanao memisahkan diri dari Filipina. Alvarez dalam tulisannya menyebutkan, pemisahan Mindanao itu mengikuti jejak Singapura memerdekakan diri dari Malaysia pada 1965.
Alvarez optimistis, sebagai negara merdeka, Mindanao akan lebih sukses dari Singapura. Pasalnya, Singapura hanya sebesar Pulau Siargao di Provinsi Surigao del Norte dan tidak memiliki sumber daya alam. Sebaliknya, Mindanao kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan.
”Jika ada Republik Mindanao, Mahkamah Internasional tidak akan bisa masuk karena Alvarez melindungi saya,” kata Duterte.
Sejumlah tokoh politik dari Mindanao yang diwawancarai surat kabar Manila Standard, antara lain mantan Hakim Mahkamah Agung Antonio Carpio, Ketua Senat Filipina Juan Miguel Zubiri, dan Ketua Minoritas DPR Filipina Aquilino Pimentel, menentang rencana Duterte. Menurut mereka, justru rencana tersebut secara radikal melawan Konstitusi Filipina dan hanya menyebabkan konflik yang semakin membuat rakyat menderita. (REUTERS)